Memilah Sampah Berbuah Emas
Sampah akan selalu ada, menjadi bagian dari hidup manusia yang tak terpisahkan. Tanpa pengolahan yang baik, sampah hanya akan merugikan masyarakat. Padahal sampah memiliki nilai ekonomis. Kemauan memilah sampah di sejumlah tempat membuahkan emas.
Lima laki-laki berusia di atas 30 tahun sibuk di Bank Sampah Panggung Lestari, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (27/7/2019) sore. Ada sejumlah aktivitas di sana.
Ada yang duduk di bangku pendek menghadap tumpukan sampah, memisahkan kantong plastik dan plastik bungkus makanan dari sampah lainnya. Di sudut lain ada yang memilah botol plastik bekas air mineral di antara tumpukan sampah. Botol-botol dimasukkan ke ember besar berwarna biru.
Sementara itu, ada pula yang mengoperasikan mesin pemilah sampah plastik dan kardus. Lurah Desa Panggungharjo Wahyudi Anggoro Hadi menyampaikan, aktivitas pengelolaan sampah itu berlangsung sejak 2013. Semula tidak ada pemilahan jenis-jenis sampah dari masyarakat. Keberadaan tempat pengelolaan sampah itu hanya bertujuan agar warga tidak membuang sampah sembarangan. Kini, sebagian warga mempunyai kemauan mengolah sampah secara mandiri.
”Sampah menjadi salah satu permasalahan warga desa. Aktivitas pengelolaan sampah ini hadir untuk mencari solusi hal itu. Waktu itu masih banyak warga yang membuang sampah sembarangan,” kata Wahyudi.
Berdasarkan data Pemerintah Desa Panggungharjo tahun 2018, dalam satu hari masyarakat memproduksi sampah 55,3 meter kubik. Jumlah itu setara enam truk sampah. Sebanyak 68 persen sampah diangkut ke tempat pembuangan sampah atau ditimbun. Jika menggunakan jasa pengangkut sampah, biaya yang dikeluarkan keseluruhan warga desa mencapai Rp 1,4 miliar.
Tahun 2016, edukasi terhadap warga agar mulai memilah sampah rumah tangga dilakukan pemerintah. Warga diajak memilah sampah organik dan anorganik. Lalu, warga juga diberi tahu ada sebagian sampah yang bernilai ekonomis, seperti kertas, plastik, dan besi.
Pelan-pelan dibentuklah bank sampah pada tingkatan RT. Setiap tahun ada 10 bank sampah baru terbentuk. Saat ini ada 30 titik bank sampah di desa itu dengan 1.700 titik penjemputan sampah. Bank sampah dari tingkatan masyarakat paling dasar itu menjadi tempat masyarakat mengumpulkan sampah yang telah dipilah secara mandiri.
Ketua Badan Usaha Milik Desa Panggung Lestari Eko Pambudi mengatakan tak mudah mengajak masyarakat bersedia memilah sampah secara mandiri. Kecilnya nilai ekonomis sampah dari aktivitas pemilahan sampah membuat masyarakat enggan melakukannya. Satu rumah tangga dalam sepekan paling besar hanya bisa menghasilkan tabungan sampah minimal Rp 10.000.
”Mereka (warga) menganggap (sampah) tidak ada nilainya. Itu yang buat mereka malas. Maka, kami melakukan edukasi. Permasalahan paling pokok itu adalah pemilahan sampah. Itu yang paling sulit, karena kita mengubah karakter,” kata Eko.
Untuk menerapkan program, sebagian besar warga desa yang enggan memilah sampahnya wajib membayar Rp 20.000 setiap bulan. Setiap pekan ada penjemputan sampah dari pihak Bank Sampah Panggung Lestari. Pihak bank sampah yang memilah sampah. Pada tahap awal masih banyak warga yang memanfaatkan jasa pengangkut sampah swasta. Biaya yang dikeluarkan untuk pengguna jasa itu Rp 30.000-Rp 40.000 per bulan.
Antusiasme
Awal Juli 2019, Desa Panggungharjo menjalin kerja sama dengan PT Pegadaian. Program bank sampah milik desa itu diintegrasikan dengan program The Gade Clean and Gold dari PT Pegadaian. Dalam program itu, saldo tabungan bank sampah dikonversi menjadi tabungan emas. Warga pun berbondong-bondong memilah sampahnya secara mandiri agar bisa ikut serta program itu.
Nilai minimal yang diperlukan untuk menabung emas itu Rp 7.000 atau setara 0,01 gram emas. Besarnya nilai tabungan nantinya tergantung seberapa besar nilai saldo atau tabungan sampah yang disetorkan warga tiap bulannya.
Wahyudi mengatakan, tabungan emas mempunyai nilai berbeda bagi warga desa. Biarpun sedikit jumlahnya, jika wujudnya tabungan emas, ada kebanggaan warga. ”Antusiasme masyarakat memilah sampahnya secara mandiri menjadi meningkat,” ujarnya. Sumarni (49), warga Dusun Sawit, Desa Panggungharjo, salah satunya. Awalnya, ia tidak mau memilah sampah sama sekali. Ia memilih membayar Rp 20.000 kepada jasa pengangkutan sampah.
”Nilainya sangat kecil. Itu yang kadang bikin saya malas memilah sampah sendiri. Lebih enak bayar. Tapi, setelah tahu ada tabungan sampah diganti jadi tabungan emas, saya mau memilah sampah,” tuturnya. Bahkan, apabila ada sampah plastik dibuang sembarangan di jalan, Sumarni akan memungut agar bertambah banyak sampah tabungan di bank sampah. Pemilahan sampah itu baru dilakukannya kurang lebih satu bulan. Jumlah tabungan yang terhitung baru Rp 10.000.
Hal serupa dirasakan Mulyaningsih (48), warga Dusun Sawit, Desa Panggungharjo. Semula, ia tak memedulikan sampah rumah tangganya. Lebih baik menyewa jasa pengangkut sampah daripada memilahnya secara mandiri.
Padahal setidaknya ia bisa menghasilkan Rp 30.000 sebulan jika mau memilah dan menabung sampah di bank sampah milik desanya. ”Saya harus rajin-rajin sekarang. Lumayan ada tabungan tambahan. Apalagi tabungannya berbentuk tabungan emas,” ujar Mulyaningsih.
Terkait itu, Wahyudi menjelaskan, integrasi antara program bank sampah dan tabungan emas ini sekaligus mengajarkan tentang investasi kepada warga desa. Salah satu tujuan dibentuknya program bank sampah mulanya ingin mengajak warga desa menabung. Kesepakatannya, tabungan bank sampah itu tak boleh diambil dalam waktu singkat. Tabungan baru boleh diambil sedikitnya 10-20 tahun.
Wahyudi pernah melakukan simulasi berapa banyak yang diperoleh masyarakat jika menabung emas di bank sampah secara konsisten. Jika setiap bulan minimal menabung Rp 30.000, selama 10 tahun ke depan mereka bisa memperoleh emas senilai Rp 50 juta. Jumlah itu diperoleh dengan mempertimbangkan terjadinya peningkatan harga emas di pasaran.
”Itu jadi tabungan sekaligus asuransi hari tua mereka. Itu jadi ukuran kesejahteraan warga Desa Panggungharjo. Sebab, salah satu indikatornya adalah warga mempunyai tabungan hari tua,” tutur Wahyudi.
Dirut PT Pegadaian Kuswiyoto menyatakan, ikut mendukung pengelolaan sampah merupakan bentuk perhatian perusahaan terhadap pelestarian lingkungan. Insentif tabungan emas dari mengelola sampah dinilai bisa meningkatkan minat masyarakat memperhatikan lingkungan. Hal itu bisa dimulai dari memilah sampah rumah tangga.
Kini, sudah ada 54 bank sampah di seluruh Indonesia yang bekerja sama dengan PT Pegadaian lewat program The Gade Clean and Gold. Ada 4.615 nasabah yang tergabung dengan nilai emas lebih dari 760 gram dari sejumlah bank sampah itu. Tahun 2019 ditargetkan jumlah bank sampah yang bergabung program itu ada 59 unit.