Susunan Kabinet Telah Final
Kementerian baru akan dibentuk pada pemerintahan 2019-2024. Sementara itu, posisi jaksa agung tidak akan dijabat oleh wakil dari partai politik.
JAKARTA, KOMPAS— Presiden Joko Widodo menyatakan, susunan kabinet untuk pemerintahan 2019-2024 sudah final dan dapat diumumkan sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober mendatang. Selain ada kementerian baru, dalam pemerintahan mendatang posisi jaksa agung tidak akan dijabat oleh wakil dari partai politik.
”Susunan sudah final. Pengumuman bisa dipercepat karena saya mendengar pasar menunggu kepastian,” kata Presiden saat makan siang dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (14/8/2019).
Dalam acara yang berlangsung selama sekitar 1,5 jam tersebut, Presiden antara lain menyatakan, 55 persen anggota kabinet mendatang dari kalangan profesional dan 45 persen dari partai politik.
Gambaran besar kabinet mendatang, jelas Presiden, adalah tentang bekerja cepat untuk merespons situasi dunia yang dinamis. Terkait hal itu, para menteri harus mampu memakai teknologi informasi dan digital untuk bekerja cepat serta meningkatkan efisiensi kerja.
Kabinet mendatang kemungkinan masih berjumlah 34 kementerian seperti saat ini. Namun, ada kementerian yang digabung, tugasnya ditambah, dipindahkan fungsinya ke kementerian lain, dan juga kementerian baru. Kementerian baru itu contohnya kementerian investasi untuk mengurusi ekonomi digital, ekonomi kreatif, dan investasi. Sementara penambahan fungsi, misalnya, terjadi di kementerian luar negeri yang juga akan mendapat tugas terkait perdagangan internasional. Ini karena kementerian luar negeri sudah punya jaringan kedutaan dan perwakilan RI di banyak negara.
Langkah itu diambil untuk menjawab salah satu tantangan Indonesia saat ini, yaitu meningkatkan investasi dan menggenjot ekspor untuk menutup defisit transaksi berjalan dan desit neraca perdagangan. ”Persoalan kita dua: meningkatkan investasi dan menaikkan ekspor,” ujar Presiden.
Jaksa agung
Kemarin, Presiden juga menegaskan, posisi jaksa agung tidak akan diisi oleh kader dari partai politik.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyatakan tidak mempermasalahkan jika Jokowi mengangkat jaksa agung bukan dari orang parpol. ”Itu terserah Bapak Presiden,” katanya. Jaksa agung saat ini, yaitu M Prasetyo, adalah kader Partai Nasdem.
Secara terpisah, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengapresiasi keputusan Presiden menempatkan sosok nonparpol untuk posisi jaksa agung. ”Hukum memang harus ditegakkan berdasarkan prinsip keadilan. Jaksa agung harus membangun budaya hukum. Apa yang disampaikan Pak Jokowi itu hasil dari proses penyerapan aspirasi dan apa yang disuarakan publik selama ini, tandanya Presiden mendengar,” katanya.
Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal juga mengapresiasi keputusan Presiden untuk tidak memberikan posisi jaksa agung kepada kader parpol. ”Jika jaksa agung dari parpol, pelayanan hukum yang dia berikan berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan tertentu. Hukum sangat berbahaya kalau dipakai untuk kepentingan kelompok, apalagi parpol,” katanya.
Di negara maju, lanjut Erwin, jaksa agung dipilih melalui seleksi ketat. Independensi dan imparsialitas calon jaksa agung sangat diutamakan. Dengan kualitas dan kompetensi memadai, seorang jaksa agung akan mampu mewakili negara memperjuangkan keadilan.
Ekonomi kreatif
Hasto juga mengapresiasi keputusan Presiden membentuk kementerian yang mengurusi ekonomi kreatif dan ekonomi digital. Pembentukan kementerian itu sesuai dengan isi rekomendasi Kongres V PDI-P untuk pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Melalui kongres yang digelar 8-10 Agustus lalu, PDI-P memunculkan nomenklatur baru dalam struktur kepengurusannya, yaitu bidang ekonomi kreatif dan ekonomi digital. Ketua bidang itu dipegang oleh Prananda Prabowo, putra Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Pemerhati kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, melihat pembentukan kementerian baru di bidang ekonomi kreatif dan ekonomi digital bisa menjadi langkah awal secara institusional untuk menghadapi tantangan akibat transformasi digital. Sebab, guna menghadapi tantangan digital, dibutuhkan dukungan kebijakan, undang-undang, dan anggaran memadai.
”Langkah yang diambil harus dalam satu garis lurus, jangan dipisah antara persiapan institusional, persiapan sumber daya manusia, kebijakan, dan kesiapan finansial,” kata Agus.
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas, 7-8 Agustus 2019, terhadap 525 responden di 17 kota di Indonesia, dalam rangka Visi Indonesia Negara Maju 2045, salah satu tantangan besar adalah mempersiapkan diri menghadapi era transformasi digital serta pesatnya kemajuan sains dan ilmu pengetahuan.
Terkait penguasaan teknologi, mayoritas responden merasa optimistis pengembangan riset dan teknologi ke depan akan semakin maju. Namun, dibutuhkan program strategis untuk mendorong peningkatan pendidikan dan ketersediaan tenaga ahli di bidang sains dan teknologi untuk menjawab tantangan itu.
Hal itu sejalan dengan hasil Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index 2018 yang dirilis Forum Ekonomi Dunia (WEF). Indonesia punya peluang menjadi negara maju di usianya yang ke-100 pada 2045. Namun, Indonesia harus lebih banyak menyiapkan diri dari aspek kesiapan mengadopsi teknologi informasi komunikasi, kapabilitas inovasi, dan pasar tenaga kerja yang berdaya saing.
Guna menjawab hal itu, pemerintah, antara lain, akan memperbaiki sistem pendidikan dan pelatihan vokasi. Pemerintah meyakini dua hal itu menjadi kunci untuk membentuk sumber daya manusia unggul yang siap menghadapi tantangan revolusi industri 4.0.
Komitmen pemerintah itu, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro, antara lain terlihat dari usulan agar isu pembangunan sumber daya manusia menjadi bahasan dalam forum internasional, seperti WEF 2020.
(NMP/INA/AGE/REK/NTA)