Belum Semua Orang Tua Peduli pada Lingkungan Pergaulan Anaknya
›
Belum Semua Orang Tua Peduli...
Iklan
Belum Semua Orang Tua Peduli pada Lingkungan Pergaulan Anaknya
Pembunuhan remaja putri yang dilakukan oleh lima orang temannya di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menjadi bukti bahwa belum semua orang tua peduli terhadap lingkungan pergaulan anaknya.
Oleh
KRISTI UTAMI
·5 menit baca
SLAWI, KOMPAS -- Pembunuhan remaja putri yang dilakukan oleh lima orang temannya di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menjadi salah satu bukti bahwa belum semua orang tua peduli terhadap lingkungan pergaulan anaknya. Padahal, orang tua memegang peranan sentral untuk menghindarkan anak-anak mereka dari lingkungan pergaulan yang menyimpang.
Hal tersebut dikatakan oleh Aktivis Perempuan, Anak-anak, dan Kekerasan dalam Rumah Tangga dari Universitas Pancasakti Tegal Hamidah Abdurrachman, Jumat (16/8/2019). Menurut Hamidah, ada beberapa orang tua yang saat ini masih kurang peduli dengan lingkungan pergaulan anaknya. Mereka menganggap apa yang dilakukan anak-anak mereka sebagai sesuatu yang wajar dan umum terjadi di era sekarang.
"Dalam kasus pembunuhan remaja putri oleh lima temannya ini misalnya, orang tua korban diam saja mengetahui anaknya tidak pulang hingga berbulan-bulan. Bahkan, upaya untuk mencari anaknya hampir tidak ada sama sekali. Keluarga berpikir bahwa kepergian anaknya tanpa pamit itu merupakan hal yang biasa," kata Hamidah.
Hamidah menuturkan perkembangan teknologi sedikit banyak akan membawa pengaruh negatif bagi anak, terlebih apabila anak tidak diawasi. Menurutnya, orang tua harus bisa "mengikat" anak mereka di rumah. Maksudnya, orang tua harus bisa menjalin komunikasi dan kedekatan yang erat dengan anak sehingga anak merasa nyaman untuk berada di rumahnya.
"Perasaan nyaman berkomunikasi dan perasaan nyaman berada di rumah harus ditingkatkan. Sebab, hal itu dapat meminimalkan munculnya perilaku yang menyimpang seperti minum minuman keras dan seks bebas pada anak," tuturnya.
Perasaan nyaman berkomunikasi dan perasaan nyaman berada di rumah harus ditingkatkan.
Hamidah mengatakan, perilaku menyimpang bisa saja terjadi kepada siapapun dan dimanapun, termasuk kepada anak-anak pedesaan yang jauh dari hingar bingar kehidupan perkotaan. Untuk itu, pengawasan terhadap anak harus dilakukan oleh orang tua maupun orang-orang di lingkungan sekitar anak.
Seperti diberitakan sebelumnya, NH (16), salah satu warga Desa Cerih, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal tewas dibunuh oleh lima rekannya yakni, MS (18), AM (20), SA (24), NL (17), dan AI (15) lantaran mereka cemburu dan sakit hati dengan perkataan NH. pelaku atas nama MS, AM, dan SA merupakan laki-laki. Sementara NL dan AI adalah perempuan.
NH dibunuh dengan cara dicekik dan jasadnya dimasukkan ke dalam karung pada akhir April 2019. Keluarga NH baru tahu NH meninggal ketika jasadnya ditemukan oleh salah satu warga yang hendak bersih-bersih di salah satu rumah kosong Jumat (9/8/2019) pagi.
Hilang
Imam Maliki (40), ayah NH menjelaskan bahwa anaknya menghilang sejak April lalu. Imam mengaku tidak pernah melaporkan peristiwa hilangnya NH kepada polisi. Sebab, Imam mengira, anaknya sedang berada di rumah ibunya di Kabupaten Pemalang.
Ayah dan ibu NH memang tinggal terpisah lantaran mereka sudah bercerai ketika NH masih duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Sejak saat itu, komunikasi yang terjalin antara ayah dan ibu NH juga kurang baik.
Sehari-hari NH tinggal bersama ayah dan neneknya. Ayah NH bekerja sebagai buruh serabutan dan lebih banyak beraktivitas di luar rumah setiap harinya. Keluarga NH mengenal NH sebagai sosok yang tertutup dan tidak pernah bercerita apapun kepada keluarganya. Mereka juga mengaku tidak tahu dimana dan dengan siapa saja NH bergaul.
Beberapa saat sebelum tewas dibunuh, NH sempat hilang selama dua hari. Kala itu, ayah dan pamannya berhasil menemukan NH di sebuah desa di Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal (sekitar 17 kilometer dari Desa Cerih). Menurut ayahnya, NH memang sering kali pergi tanpa pamit.
Pergaulan bebas dan minuman keras
Dalam konferensi pers Kamis (15/8/2019), Kepala Kepolisian Resor Tegal Ajun Komisaris Besar Dwi Agus Prianto menyebutkan, sebelum pembunuhan terjadi, korban dan kelima tersangka sempat plesiran bersama ke Wana Wisata Prabalintang yang terletak di Desa Danasari, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Di tempat itu, enam remaja putus sekolah tersebut pesta minuman keras.
Sekitar pukul 19.30 mereka memutuskan untuk berpindah ke salah satu rumah kosong yang berada di Desa Cerih, Kecamatan Jatinegara, Kabupaten Tegal. Di rumah kosong tersebut, mereka kembali melakukan pesta minuman keras. Tak hanya itu, NH bahkan sempat melakukan hubungan intim dengan salah satu pelaku pembunuhan yakni, AM. Perbuatan itu disaksikan oleh empat orang lainnya.
"Para pelaku mengaku, niat untuk membunuh timbul setelah NH berkata kasar kepada lima orang pelaku. Selain kesal dengan ucapan NH, AM juga mengaku cemburu karena mengetahui NH pernah berhubungan intim dengan pria lain. Adapun dua tersangka lainnya, NL dan AI juga cemburu karena mengetahui kekasih mereka juga pernah berhubungan intim dengan NH," ujar Dwi Agus.
Dalam pembuhuhan tersebut para pelaku memiliki peran masing-masing. AM adalah pelaku pencekikan, sementara MS dan SA bertugas memegangi pundak dan kaki NH. Adapun AI dan NL membantu memegangi tangan NH.
Untuk menghilangkan jejak, jasad NH dimasukkan ke dalam karung dan ditinggalkan begitu saja di rumah kosong tersebut. Menurut Dwi Agus, perilaku korban dan dan para pelaku kala itu menjadi tidak terkontrol karena mereka sedang berada di bawah pengaruh minuman keras.
Akibat perbuatannya, kelima orang tersebut dijerat dengan pasal 80 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan pasal 339 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pembunuhan dengan pemberatan. Ancaman hukuman yang dikenakan adalah 15 tahun penjara dan 20 tahun penjara.
Introspeksi
Bupati Tegal Umi Azizah menyayangkan, peristiwa ini menimpa masyarakat di sebuah desa terpencil yang kehidupan masyarakatnya dinilai cukup religius. Umi meminta, masyarakat untuk melakukan introspeksi dan meningkatkan kepekaan sosial.
"Mari kita semua tingkatkan kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar bersama-sama. Sementara itu, bagi para orang tua, jangan sampai lengah dan berpikir bahwa anak kita sudah aman dari perilaku penyimpangan. Kenali betul kegiatan dan lingkungan pergaulan anak-anak kita," ucap Umi.
Umi berharap, orang tua dan masyarakat tidak membiarkan waktu luang anak tidak terisi. Umi meminta kegiatan-kegiatan positif yang bisa menambah keterampilan anak ditingkatkan. Anak-anak harus disibukkan dengan kegiatan-kegiatan positif, sehingga mereka tidak punya waktu melakukan hal-hal negatif.
Setelah berbincang-bincang dengan para pelaku, Umi mendapatkan keterangan bahwa para pelaku dan korban merupakan anak putus sekolah. Akibat tidak memiliki kesibukan, mereka kerap kali menghabiskan waktu untuk nongkrong-nongrong tidak jelas, mabuk-mabukan hingga melakukan seks bebas.
Untuk meminimalkan kasus penyimpangan sosial yang diakibatkan oleh tidak adanya kesibukan setelah anak-anak putus sekolah, tahun ini, Pemerintah Kabupaten Tegal menggelontorkan dana sekitar Rp 2 miliar untuk program "Ayo Sekolah Maning". Melalui program tersebut, anak-anak yang putus sekolah diharapkan bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah Dasar atau Madrasah ibtidaiyah dan Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah.