TOKYO, KAMIS— Kaisar Jepang Naruhito, Kamis (15/8/2019), di Tokyo, menyampaikan penyesalan mendalam atas keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Apa yang dinyatakan Naruhito sejalan dengan sikap sang ayah, Kaisar Akihito, yang turun takhta pada April lalu.
Terlihat agak gugup dan suaranya sedikit gemetar, Naruhito yang lahir di era pasca- PD II menyampaikan pidato pertamanya untuk memperingati kekejaman perang. Saat berpidato, Ratu Masako berdiri di sampingnya dengan kepala sedikit ditundukkan.
”Merefleksikan kembali masa lalu kita, dan mengingat dalam hati dengan penyesalan mendalam, saya sangat berharap kekejaman perang tidak akan pernah terulang lagi,” kata Naruhito.
Kaisar yang berusia 59 tahun itu sebelumnya berjanji akan mengikuti jejak sang ayah yang sepanjang masa baktinya berupaya menebus kesalahan perang yang digelorakan sang kakek, Kaisar Hirohito. Meskipun Akihito tidak pernah meminta maaf secara langsung atas kekejaman yang dilakukan militer Jepang di masa itu, secara halus ia terus mengungkapkan penyesalan dalam pidatonya.
Apa yang disampaikan Naruhito menjadi penting bagi rakyat Jepang yang saat ini berada dalam situasi berbeda. Jepang telah dipimpin PM Shinzo Abe yang memiliki ambisi politik untuk membawa Jepang keluar dari belenggu pasifisme militer.
Abe berpandangan Jepang harus lebih agresif untuk mengimbangi dominasi China di kawasan. Berbeda dengan Naruhito, sejak menjabat sebagai PM pada 2012, Abe tidak pernah meminta maaf ataupun mengakui kekejaman yang dilakukan Jepang dalam pidato 15 Agustus.
Abe justru membuat daftar panjang mengenai kerusakan yang dialami rakyat Jepang, terutama akibat bom atom yang dijatuhkan militer AS di Hiroshima dan Nagasaki, pengeboman di Tokyo, dan pertempuran sengit di Okinawa. Tradisi meminta maaf yang pertama kali dilakukan PM Tomiichi Murayama pada 1995 itu berhenti pada era kepemimpinan Abe.
Tahun ini Abe tidak mengunjungi Kuil Yakusuni, kuil untuk menghormati sekitar 2,5 juta korban perang sejak abad ke-19, termasuk mereka yang masuk dalam daftar penjahat perang oleh Mahkamah internasional pasca-PD II. Penghormatan itu mengundang kecaman internasional, khususnya dari negara-negara yang merasakan kekejaman militer Jepang. (AP/AFP/MYR)