Presiden Joko Widodo mengajak semua lembaga negara untuk bersama-sama berupaya mempercepat pencapaian visi besar bangsa, yakni Indonesia Maju.
Oleh
Anita Yossihara, Agnes Theodora, Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengajak semua lembaga negara untuk bersama-sama berupaya mempercepat pencapaian visi besar bangsa, yakni Indonesia Maju. Kerja-kerja lembaga negara dilakukan dengan tujuan mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, serta dihormati dan disegani oleh negara-negara lain di dunia.
Ajakan itu disampaikan Presiden Jokowi saat berpidato dalam Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019). Di hadapan 692 anggota MPR, Kepala Negara menyampaikan bahwa saat ini bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda.
Perubahan dunia yang terjadi secara cepat semestinya tidak membuat bangsa Indonesia kehilangan arah. Semua elemen bangsa harus menerima era keterbukaan dunia tanpa kehilangan persatuan dan persaudaraan.
Hal itu pula yang semestinya menjadi pedoman seluruh lembaga negara.
”Checks and balances antarlembaga sangat penting, tetapi tetap harus berada dalam bingkai yang sama, satu visi besar Indonesia Maju. Indonesia yang nyaman bagi seluruh anak bangsa, yang sejahtera, yang adil dan makmur, yang dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa lain di dunia,” katanya.
Sidang Tahunan MPR juga dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, wakil presiden terpilih Ma’ruf Amin, mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan Hamzah Haz, serta sejumlah perwakilan negara sahabat.
Dengan bekerja dalam bingkai visi yang sama, Presiden Jokowi meyakini bangsa Indonesia akan semakin kuat, solid, dan bisa menjadi pemenang dalam kompetisi global. ”Karena itu, pencapaian visi besar harus kita percepat,” ujar Jokowi yang hadir bersama Ibu Iriana.
Syarat mutlak untuk mencapai visi Indonesia Maju dengan cepat adalah dengan melakukan terobosan-terobosan baru. Sebab, hanya dengan itu harapan rakyat yang semakin meningkat bisa terpenuhi. Selain itu, ego sektoral lembaga negara juga penting untuk diruntuhkan. Lembaga negara dituntut untuk bergandeng tangan, bersama-sama mewujudkan karya-karya baru.
Ego sektoral yang terkotak-kotak sudah tidak relevan lagi dan harus ditinggalkan. Kolaborasi dan sinergi antarlembaga harus ditingkatkan.
Kepala Negara yang hadir dengan mengenakan setelan jas berwarna biru juga menegaskan bahwa perbedaan antarindividu, antarkelompok, bahkan antarlembaga negara merupakan keniscayaan. Perbedaan itu semestinya bisa dikelola dengan visi yang sama sehingga menjadi kekuatan untuk mencapai Indonesia Maju.
Karena itu, Presiden Jokowi mengajak semua lembaga negara membangun sinergi yang kuat untuk menyelesaikan tugas bersama. Semua lembaga diharapkan mendukung upaya penanggulangan kemiskinan, ketimpangan, serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Semua lembaga juga dituntut bahu-membahu menghadapi ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Hal yang tak kalah penting adalah melahirkan lebih banyak lagi SDM unggul yang membawa kemajuan bangsa.
Senada dengan Presiden Jokowi, Ketua MPR Zulifli Hasan mengatakan, visi Indonesia ialah menjadi Indonesia merdeka yang berdaulat, adil, dan mencapai kesejahteraan. Untuk mencapai visi itu, upaya menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul sebagaimana menjadi program pemerintah kiranya sesuai dengan visi Indonesia Maju.
Zulkifli juga mengatakan, MPR sebagai lembaga yang mengemban roh
kedaulatan rakyat senantiasa berusaha menciptakan suasana harmonis.
Hal itu, antara lain, dibuktikan dengan sikap MPR yang tidak larut dalam kontestasi politik Pemilu 2019.
MPR mengajak semua pihak untuk menerima hasil pemilu. Kami ucapkan selamat kepada Bapak Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Kepada Bapak Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, kami sampaikan terima kasih atas sikap kenegarawanannya.
Zulkifli juga menyoroti fenomena deideologisasi Pancasila. Nilai-nilai luhur Pancasila itu terus tergerus dengan sikap individualisme, liberalisme, dan ekstremisme. Hal itu terjadi, antara lain, karena dihapusnya pendidikan Pancasila dari pelajaran sekolah, penghapusan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7), serta program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Selain itu, dalam menjalankan perannya, MPR terus menyosialisasikan empat konsensus bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.