Harga minyak sawit mentah naik dari Rp 6.300 menjadi Rp 7.120 per kilogram setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan program wajib pencampuran biodiesel 30 persen dan 50 persen dalam bahan bakar solar.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Harga minyak sawit mentah naik dari Rp 6.300 menjadi Rp 7.120 per kilogram setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan program wajib pencampuran biodiesel 30 persen dan 50 persen dalam bahan bakar solar. Program itu akan meningkatkan serapan biodiesel dalam negeri dari 3 juta ton menjadi 9 juta ton per tahun.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumut dan Gapki Aceh pun mendukung penuh program pembauran 30 persen biodiesel (B30) pada Januari 2020 dan 50 persen biodiesel (B50) pada Desember 2020. Selama ini, Indonesia baru menerapkan program wajib B20. Minyak sawit merupakan bahan baku biodiesel.
Program ini secara signifikan meningkatkan penyerapan CPO dalam negeri.
“Ini merupakan langkah yang sangat tepat di tengah anjloknya harga CPO (minyak sawit mentah) di pasar dunia dalam beberapa tahun ini. Program ini secara signifikan meningkatkan penyerapan CPO dalam negeri,” kata Ketua Gapki Aceh Sabri Basyah, dalam sebuah diskusi di Medan, Sumatera Utara, Jumat (16/8/2019). Hadir pula dalam diskusi tersebut Sekretaris Gapki Sumut Timbas Ginting dan Wakil Ketua Umum Gapki Kacuk Sumarto.
Presiden Joko Widodo pada Senin (12/8) meminta agar program wajib B30 dapat dimulai pada Januari 2020. Presiden pun meminta agar program B50 langsung dipersiapkan dan bisa diterapkan pada akhir 2020.
Pengumuman yang disampaikan Presiden tersebut, menurut Sabri, memberikan sentimen positif terhadap harga CPO di pasar dunia. “Di bursa Kuala Lumpur, harga sawit CPO juga sudah naik dari 1.800 ringgit Malaysia menjadi 2.100 ringgit Malaysia. Kami perkirakan sentimen positif ini akan terus berlanjut,” kata Sabri.
Timbas Ginting mengatakan, Indonesia sudah siap menerapkan program B30, bahkan hingga B50. Kapasitas terpasang pabrik pengolahan biodiesel secara nasional saat ini sudah mencapai 12 juta ton per tahun. Untuk program B50, kebutuhan biodiesel diperkirakan mencapai 9 juta ton per tahun.
Ini akan meningkatkan posisi tawar industri sawit Indonesia di pasar dunia.
Menurut Timbas, penerapan program B30 tersebut sangat tepat di tengah kampanye hitam terhadap minyak sawit di pasar Eropa. Jika program B50 sudah terlaksana, serapan biodiesel dalam negeri diperkirakan mencapai 9 juta ton atau ada kenaikan sekitar 6 juta ton per tahun dari program B20.
“Kenaikan serapan dalam negeri ini bisa mengimbangi menurunnya penjualan CPO Indonesia di Eropa. Ini akan meningkatkan posisi tawar industri sawit Indonesia di pasar dunia. Harga pun bisa naik,” kata Timbas.
Timbas mengingatkan, industri sawit nasional dalam setahun belakangan terpuruk akibat harga sawit yang anjlok. Di tingkat petani, harga tandan buah segar (TBS) sawit bahkan sempat menyentuh Rp 600 per kilogram. “Pada kondisi harga seperti ini, banyak petani bahkan tidak mau memanen sawitnya,” katanya.
Rendahnya harga sawit, kata Timbas, juga membuat program peremajaan sawit rakyat yang dicanangkan pemerintah terhambat. Para petani rakyat tidak mau meremajakan sawitnya karena harga yang anjlok. Padahal, peremajaan sawit rakyat merupakan program penting dalam peningkatan produksi sawit nasional.
Timbas menyatakan, pemerintah juga perlu memberikan sanksi tegas kepada pihak yang tidak mau menjalankan program B30 dan B50. Selama program B20 berlangsung, masih banyak industri yang belum menerapkan program itu secara maksimal. Namun, selama ini belum ada sanksi yang tegas terhadap pelanggaran.
Kacuk Sumarto mengatakan, penerapan kebijakan B30 dan B50 harus diikuti dengan peningkatan efisiensi industri sawit nasional. Biaya produksi sawit nasional terus meningkat, tetapi di sisi lain harga CPO di pasar dunia cenderung menurun dalam beberapa tahun ini.