Saatnya Merealisasikan Investasi
Menunggu dan menonton. Menunggu situasi, dibarengi melihat atau lebih cenderung memahami perkembangan kebijakan pemerintah. Terdengar klasik, tetapi itulah yang acap kali masih diungkapkan sejumlah pemain properti di Indonesia, tak bisa lepas dari periode lima tahunan jalannya pemerintahan.
”Bagaimana sebetulnya situasi bisnis properti saat ini?” tanya Aditya Sutantio, Project Division Head Wisata Bukit Mas Sinarmas Land, membuka pembicaraan dengan Kompas di Surabaya, Jawa Timur, pertengahan Juli lalu.
Tak ada jawaban pasti. Sepanjang pembicaraan hanya terungkap bahwa peluang masih tetap ada dan sangat terbuka. Persaingan ketat, itu pasti, mengingat pemain properti makin beragam. Bidikan kelas konsumen juga makin bervariasi.
Obrolan bisnis properti tak bisa dilepaskan sekadar membidik minat konsumen. Setahun sebelum pemilihan kepala daerah dan Pemilu Presiden 2019, banyak yang menyebut sebagai tahun politik. Semua sibuk memasang strategi, termasuk menangguk dana segar, demi menang kontestasi. Geliat properti seakan melambat meskipun tetap ada pemain properti yang justru memperlihatkan secercah harapan dengan menebar rasa optimisme.
Sebaliknya, ”menunggu hasil pilpres” waktu itu dipilih sebagian pemain properti meskipun kegiatan bisnis penawaran properti tetap berjalan. Mengapa? Hasil pilpres masih sangat dinantikan karena di sanalah arah kebijakan atau komitmen pemerintah digaungkan. Sudah menjadi rahasia umum acap kali terdengar seloroh ”ganti pemerintahan, ganti kebijakan”. Ujung-ujungnya, tepat sasarankah menempatkan investasi di bidang properti?
Dari telepon pintar, seorang sahabat seperjalanan Kompas, beberapa waktu lalu, menunjukkan sebuah pesan singkat. Diingatkan, kata dia, uang muka pembelian rumahnya belum ditransfer. Lalu, dia menunjukkan sebuah foto yang tentu belum berbentuk rumah secara riil seharga Rp 5 miliar dan menyebutkan luasan tanahnya.
”Kamu tahu Stasiun Parung Panjang? Terus terang, saya sendiri belum pernah ke sana. Belum pernah juga punya keperluan naik kereta ke arah sana. Nah, rumah ini katanya dekat stasiun itu. Strategis. Gampang ke mana-mana dengan kereta, katanya,” ujarnya menirukan cara penawarannya.
Keputusan membeli rumah itu disebutkan semata-mata karena rasa sungkan. Enggak enak, sudah berelasi sangat baik dan kenal cukup lama dengan pemilik pengembang itu. Toh, kata dia, namanya aset properti, nilai investasinya tetap potensial menguntungkan.
Masih di seputaran luar dari Jakarta. Pengujung Juli 2019, deretan rumah toko SouthCity Square di daerah selatan Jakarta, tepatnya Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, diserahterimakan kepemilikannya oleh pengembang PT Setiawan Dwi Tunggal. Sebanyak 44 unit ruko di atas lahan seluas 17.000 meter persegi itu justru mulai dibangun menjelang tahun politik. Rasa optimisme yang dibangun pengembang mampu meyakinkan konsumennya.
Kunci utamanya desain dan konsep modern butik dengan fasad kaca yang menjadikan suasana ruko seperti berada di mal luar ruang. Selain itu, dilengkapi juga dengan lanskap hijau yang memberikan kenyamanan, terlebih lokasinya berada di area superblok SouthCity seluas 55 hektar.
Direktur SouthCity Peony Tang mengatakan, kondisi makro ekonomi Indonesia saat ini relatif kondusif ditandai dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen. Begitu pula kondisi pasca-pemilu yang relatif kondusif. Komitmen pemerintah yang kuat untuk membangun infrastruktur juga menjadi pendorong optimisme pengembang di tahun ini.
”Saya optimistis SouthCity Square sangat prospektif. Keyakinan itu didukung ketersediaan infrastruktur, seperti ketersediaan MRT, tiga rute baru bus Transjakarta yang melewati SouthCity, dan tiga akses jalan tol seperti Tol Depok-Antasari, Jagorawi, dan Serpong. Kemudahan akses meningkatkan nilai investasi,” kata Peony.
Komitmen pemerintah
Bicara kebijakan pemerintah di sektor properti, Adriyanto, selaku Penanggung Jawab Makro Ekonomi Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam Real Estate Investment Indonesia yang diselenggarakan DPD REI Jakarta dan Bursa Efek Indonesia, Selasa (30/7/2019), mengatakan, ”Presiden Joko Widodo tetap berfokus untuk membuka peluang investasi asing langsung (FDI). Pemerintah berkomitmen penuh menarik investasi asing, seiring berjalannya pembangunan infrastruktur.”
Menurut Adriyanto, pemerintah tidak dapat menarik investasi asing tanpa peran swasta. Tahun lalu, penurunan investasi asing disebabkan adanya volatilitas. Namun, di dalam negeri sendiri, pemerintah mencatat adanya peningkatan investasi domestik.
Pemerintah akan berupaya memfasilitasi masuknya investasi asing ke Indonesia. Secara makro, pertumbuhan ekonomi tahun 2018 tercatat 5,2 persen. Hingga pertengahan 2019, proyeksinya masih sama sekitar 5,2 persen. Diperkirakan semester kedua akan meningkat.
”Komitmen pemerintah untuk FDI sangat jelas. Tidak perlu ragu meskipun secara riil insentif yang disediakan terbatas. Kami masih mempunyai tantangan besar dari sisi pendapatan pajak. Meski demikian, salah satu insentif terbaru yang disiapkan adalah kebijakan pajak untuk real estat yang memiliki keterlibatan swasta sangat besar,” kata Adriyanto.
Masuk ke Indonesia
Bill Cheng, Presiden Direktur Brewin Mesa, mengatakan, pada tahun 2015, perusahaannya sebagai pengembang properti sudah memutuskan untuk masuk ke Indonesia. Negara ini menjadi kandidat cukup jelas. Pasar potensial saat itu belum cukup matang. Nilai modal untuk pengembangan investasi masih sangat rendah, hanya seperlima dibandingkan dengan Singapura.
Investasi yang dilakukan Brewin Mesa di Indonesia kini terfokus di daerah Alam Sutera, Tangerang, Banten. Lahan Alam Sutera dinilai sangat strategis. Ada jalan tol yang bisa mempersingkat waktu tempuh perjalanan bisnis karena posisinya sudah terkoneksi antara Tangerang dan Jakarta.
Menurut Bill, investasi ke properti township atau perumahan masih masuk akal. Penawaran memang tidak bisa dikontrol sehingga ada yang mulai menjual lahannya. Ini proses alamiah. Reputasi pasar sebenarnya tidak bagus karena akan menghilangkan kepercayaan pasar. Uniknya, suplai menurun, tetapi permintaan tetap naik.
Michael de Jong-Douglas, Senior Managing Director ESR Singapore Pte Ltd, mengatakan, berdasarkan pengalaman di India, pemerintah juga mendorong investasi. Jason Zhang, Direktur Senior dan Head of China Outbound Investment Cushman and Wakefield, mengaitkan dengan investasi asing. Dua tahun lalu, sebetulnya pemerintahannya bukan ingin melakukan pembatasan investasi, melainkan investor asing harus berpartner dengan investor lokal.
Komitmen pemerintah kuat seiring kegairahan investor. Kini, tunggu apa lagi? Inilah waktunya menangkap peluang pada saat pembangunan infrastruktur terlihat semakin gencar.