Berkelas di Jalanan
Kehidupan keseharian adalah panggung mode yang tak pernah surut untuk digarap. Lewat karya tanpa batas, anak-anak muda kreatif ini melenggang membawa produk mode yang terinspirasi kisah sehari-hari di jalanan. Karya mereka sepintas terlihat sederhana, tetapi sarat inovasi dan makna.
Difasilitasi oleh Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf, delapan jenama yang semuanya adalah anak muda itu memajang karya di pameran produk mode internasional, yaitu Agenda Show dan Liberty Fairs di Sands Expo, Las Vegas, Amerika Serikat, pada 12-14 Agustus 2019. Agenda Show adalah pameran produk streetwear, sedangkan Liberty Fairs merupakan pameran produk pria kontemporer.
Annas Tribe, KoolaStuffa, Niion, dan Reinkarnasi mewakili paviliun Indonesia di Agenda Show, sedangkan Pot Meets Pop (PMP), Elhaus, Monstore, dan Bluesville sebagai perwakilan di Liberty Fairs. Contoh dari karya delapan jenama ini ditampilkan dalam mini pergelaran busana sekaligus jumpa pers di Jakarta pada Rabu (31/7/2019).
Produk yang dijadikan showcase oleh Annas Tribe berupa jaket dengan paduan warna merah dan abu-abu. Jaket ini sekilas tampak sederhana, tetapi ternyata memiliki keunggulan dalam ketahanan pemakaian di teriknya matahari dan terpaan hujan deras. Materialnya dipadukan antara material cotton dan material tiga layer yang waterproof, windproof, dan breathable.
Khusus untuk bagian hoodie atau penutup kepala dalam koleksi ini, Annas Tribe hanya menggunakan material waterproof sebagai pelindung ketika hujan. Hoodie bisa sekaligus berfungsi menahan air agar kepala tidak basah. Untuk bawahan celana pendek kargo yang dipakai si model, terdapat detail saku gumlock dengan snapbutton bergrafir logo annas tribe.
Lewat produk mode, jenama dari Bandung yang menyasar market usia 25-35 tahun ini berkisah tentang kegiatan rutinitas manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari hari. ”Terinspirasi dari segala aktivitas manusia. Makanya kita memiliki tagline: Based on human activities,” ujar Nanda Firmansyah, Cofounder Annas Tribe.
Dalam pergelaran Agenda Show, Annas Tribe yang berdiri sejak 2018 ini membawa koleksi terbaru untuk 2020. Koleksi ini pun terinspirasi dari aktivitas manusia dalam kesehariannya. ”Apa, nih, yang saya butuhkan untuk saya pakai dalam kegiatan sehari-hari agar bisa terlihat kasual? Dari sana, saya mulai terinspirasi untuk membuat produk dari cerita aktivitas manusia sehari-hari,” kata Nanda menambahkan.
Sentuhan unik
Setelah sempat mengikuti Agenda Show, Monstore kali ini hadir di Liberty Fairs. Meskipun digelar bersamaan di kota yang sama, Agatha Carolina dari Monstore menyebut Agenda Show lebih menyasar pasar anak muda dengan koleksi streetwear, sedangkan Liberty Fairs cenderung lebih serius dan formal.
Selama berpameran, Monstore berhasil meraih dua pembeli (buyer) baru dari Amerika Serikat. Para pembeli ini tertarik dengan produk Monstore yang dinilai unik. ”Kebanyakan mereka mencari variasi yang lain. Kita dianggap unik karena mengangkat seni dalam koleksi,” kata Agatha.
Seni yang dimaksud adalah dengan menggabungkan karya fotografi, mode, dan puisi. Karya fotografi yang masih menggunakan film dicetak di kain dan menjadi patch atau tambalan di kemeja, celana, atau kaus. Keindahan karya foto juga dikombinasikan dengan beberapa tulisan dari penggalan puisi.
Selain dalam bentuk karya foto, Monstore juga menggunakan banyak karya ilustrasi yang lalu dipindai (scan) ke koleksinya. Kebanyakan karyanya adalah berupa kaus yang menyasar anak muda usia 15-35 tahun. Menggunakan material seperti katun dan poliester, Monstore yang berdiri sejak 2009 telah menembus pasar internasional sejak 2012.
”Sejak berdiri, kami pengin angkat seni yang diterjemahkan ke dalam baju. Menurut kita, seni itu mahal dan nggak semua bisa mengoleksi. Bagaimana bikin wearable art yang bisa dipakai,” ujar Agatha yang mendirikan Monstore bersama rekan-rekan semasa kuliahnya, yaitu Michael Chrisyanto dan Nicholas Yudha.
Sentuhan karya ilustrasi juga memberikan kesan yang sangat personal pada setiap koleksi KoolaStuffa. Jika Monstore tampil dengan warna-warni berani seperti merah menyala, koleksi KoolaStuffa lebih didominasi warna dasar seperti hitam dan putih. Koleksi kali ini berupa kemeja dengan permainan warna hitam putih yang dibubuhi sentuhan ilustrasi serupa gambar rumah, daun, hingga papan catur.
Ramah lingkungan
Koleksi unik juga disuguhkan oleh Bluesville yang mengusung melulu hanya warna biru dengan pewarnaan alam indigofera. Warna biru dinilai merefleksikan ketenangan dan kedamaian. Peradaban kuno bahkan telah mengenal warna biru ini dari mineral langka yang disebut lapiz lazuli.
Teknik pembuatan motif kain bluesville pun masih menggunakan cara tradisional, yaitu dengan batik dan tenun. ”Bagaimana proses tradisional yang sudah ada sejak dulu itu diproses jadi modern dan bisa dipakai anak muda,” kata Direz Zender, pemilik Bluesville.
Di tangan Bluesville, batik bisa tampil ceria sehingga terkesan modern. Batik-batik Bluesville akhirnya bisa dipakai dalam beragam kesempatan karena dibuat sangat kasual. ”Party pakai batik juga oke,” ucap Direz.
Orientasi produk yang ramah lingkungan juga ditonjolkan oleh Jenama Niion yang antara lain memproduksi tas aneka warna cerah. Berdiri sejak 2013, Niion menggunakan Green Attitude dengan cara mengurangi kombinasi bahan, mengurangi aksesori yang digunakan, dapat digunakan kembali, tahan lama, terbuat dari bahan ramah lingkungan, dan dapat dipakai kembali.
Mengulang tema tahun lalu saat berpartisipasi dalam Agenda Show 2018, paviliun Indonesia di Agenda Show dan Liberty Fairs tahun ini kembali memajang ”ICINC presents +62Finest at Agenda Show & Liberty Fairs” sebagai penanda kreativitas tanpa batas yang dimiliki oleh subsektor mode Indonesia.
ICINC atau Indonesia Creative Incorporated (ICINC) merupakan program akselerasi yang mempersiapkan perluasan pasar produk dan jasa kreatif ke luar negeri. Dalam kesederhanaan, anak-anak muda ini memberikan makna dalam koleksi kreatif yang mendunia.