Lansia Sejahtera, Sejahtera Lansia
Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) merupakan gambaran perbaikan kualitas kesehatan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Namun, untuk menjadi lansia yang sehat dan bahagia perlu dipersiapkan sejak dini. Dukungan pemerintah diperlukan menyambut datangnya era struktur penduduk menua (ageing population).
Peningkatan usia harapan hidup menjadi indikator perbaikan kualitas kesehatan dan derajat sosial ekonomi suatu negara. Peningkatan usia harapan hidup tergambar dari perkembangan jumlah penduduk lanjut usia (lansia).
Berdasar UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, definisi lanjut usia atau lansia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada 2005 jumlah penduduk lansia sekitar 16,81 juta orang dan terus meningkat menjadi 19,32 juta orang pada 2009. Jumlah pada 2009 tersebut sekitar 8,3 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Sedangkan jumlah lansia pada 2018 mencapai 24,49 juta orang atau 9,3 persen dari seluruh penduduk.
Proyeksi penduduk lansia di Indonesia akan terus bertumbuh, menjadi 48,2 juta orang pada 2035 dan 63,3 juta orang pada 2045. Jadi, saat usia kemerdekaan Indonesia mencapai 100 tahun, diprediksi seperlima bagian penduduknya merupakan lansia.
Lansia di Indonesia lebih memilih bekerja dan mengurus rumah tangga sebagai aktivitas sehari-hari.
Jika dibagi berdasarkan kelompok umur, penduduk lansia masih didominasi lansia muda. Sebanyak 63 persen lansia di Indonesia pada 2018 berusia antara 60-69 tahun. Sementara komposisi lansia menengah, yang berusia 70-79 tahun mencapai 28 persen. Sisanya, sebanyak 8,7 persen berusia di atas 80 tahun.
Melihat sebarannya, setidaknya terdapat lima provinsi dengan persentase lansia yang tinggi. Pada 2018 komposisi lansia terbanyak berada di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (13,97 persen), Jawa Tengah (12,92 persen), Jawa Timur (12,54 persen), Bali (10,96 persen), dan Sulawesi Utara (10,73 persen).
Untuk wilayah Sumatera, populasi lansia terbanyak berada di Sumatera Barat (9,48 persen). Sementara penduduk lansia Kalimantan terkonsentrasi di Kalimantan Barat (7,53 persen). Provinsi dengan persentase lansia terendah berada di Papua, yaitu sekitar 3,34 persen.
Dari sisi jenis kelamin, lansia perempuan memiliki jumlah lebih banyak dibandingkan laki-laki. Persentase lansia perempuan mencapai 52 persen. Sementara keberadaan lansia paling banyak berada di daerah perkotaan (51 persen).
Menua
Persentase penduduk lansia yang telah mencapai angka di atas tujuh persen, menunjukkan bahwa negara Indonesia sudah mulai masuk ke kelompok negara berstruktur tua (ageing population).
Struktur penduduk tua memiliki peluang dan tantangan untuk diselesaikan, seperti jaminan kualitas hidup lansia. Kelompok penduduk yang kondisi sosial ekonomi dan derajat kesehatannya pada umumnya berbeda dengan penduduk pada kelompok umur yang lebih muda.
Fenomena struktur penduduk tua bukan hanya terjadi di Indonesia. Di seluruh dunia, usia hidup populasi manusia juga menunjukkan fenomena serupa. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada tahun 2050, populasi dunia yang berusia 60 tahun dan lebih tua diperkirakan berjumlah 2,1 miliar, naik dua kali lipat dari 1 miliar pada 2017. Usia lebih dari 80 tahun pun terus bertambah hingga tiga dekade mendatang.
Peningkatan penduduk lansia yang signifikan, berbanding terbalik dengan penduduk usia muda (0-9 tahun) yang cenderung konstan. Dibandingkan tahun 1980, jumlah penduduk muda hanya bertambah sekitar 300 juta jiwa atau mencapai 1,4 miliar pada tahun 2050. Jumlah tersebut lebih kecil dari lansia yang bertambah 1,7 miliar jiwa.
WHO menyarankan lansia untuk berkegiatan fisik secara rutin. Aktivitas fisik yang disarankan meliputi berjalan, berkebun, bersepeda, hingga olahraga bersama keluarga atau rekan.
Kategori usia muda lainnya, yaitu 10-24 tahun, menunjukkan kondisi yang tak jauh berbeda dengan usia lebih muda. Lansia berhasil melampaui jumlah penduduk usia 10-24 tahun dengan selisih 100 juta jiwa pada 2050. Padahal hingga proyeksi tahun 2030, lansia masih tertinggal 600 juta jiwa.
Menurut data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), laju penuaan populasi di seluruh dunia meningkat drastis. Sebagai contoh, persentase lansia di Perancis berubah dari 10 persen menjadi 20 persen membutuhkan waktu sekitar 150 tahun. Sementara Brazil, China, dan India hanya butuh waktu 20 tahun.
Usia penduduk yang makin tua menggambarkan jaminan kesehatan di wilayah tersebut. Kajian WHO menunjukkan pergeseran penduduk tua yang awalnya berada di negara-negara maju, saat ini telah berada di negara-negara menengah bahkan miskin.
Sementara hingga tahun 2018, sepuluh negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak adalah anggota G20, yaitu 20 negara dengan perekonomian terbesar dunia. Lima negara terbanyak berada di China (155,90 juta jiwa), dilanjutkan India (83,54 juta jiwa), Amerika (51,68 juta jiwa), Jepang (34,76 juta jiwa), dan Rusia (21,12 juta jiwa).
Lima negara berikutnya adalah Brazil (18,59 juta jiwa), Jerman (17,97 juta jiwa), Indonesia (14,59 juta jiwa), Italia (14,09 juta jiwa), dan Perancis (13,44 juta jiwa). Seluruh negara tersebut memiliki pekerjaan rumah untuk menjamin kualitas hidup lansia, sebab masih ada lansia yang bekerja dan berkarya di sektor publik. Selain itu, lansia sehat turut menggambarkan kehidupan yang sejahtera di negara tersebut.
Aktivitas Lansia
Banyaknya penduduk lansia di Indonesia menjadi fenomena menarik, sebab lansia memiliki jenis kegiatan yang spesifik dan unik, dibandingkan kelompok usia lainnya. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2017, lansia di Indonesia lebih memilih bekerja dan mengurus rumah tangga sebagai aktivitas sehari-hari.
Interaksi dengan kegiatan internet tidak menjadi kegiatan yang banyak dilakukan manula di Indonesia. Sebanyak 96,29 persen lansia Indonesia tidak mengakses internet. Hanya bagian kecil dari populasi lansia (3,71 persen) yang mengakses internet. Saat melakukan kegiatan tersebut, ponsel menjadi perangkat yang paling banyak digunakan (92,23 persen).
Lokasi akses internet paling sering dilakukan di dalam rumah sendiri. Lansia memang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Sementara terdapat dua tujuan utama lansia mengakses internet, yaitu untuk mendapatkan informasi/berita dan media sosial/jejaring sosial.
Selain tidak mengakses internet, lansia di Indonesia juga tidak tertarik untuk berwisata. Sebanyak 81,24 persen lansia menyatakan tidak pergi ke obyek wisata komersial, menginap di akomodasi komersial, serta melakukan perjalan lebih dari 100 kilometer pulang-pergi.
Pola kegiatan lansia yang tidak tertarik mengakses internet dan berwisata bukan tanpa alasan. Ternyata lansia di Indonesia lebih memilih untuk bekerja dan mengurus rumah tangga. Berdasarkan data kegiatan seminggu terakhir yang menggunakan waktu paling banyak oleh BPS, sebanyak 45,6 persen lansia bekerja serta 33,3 persen mengurus rumah tangga.
Meskipun tingkat produktivitas lansia jauh menurun dibandingkan saat muda, semangat kerja dan melakukan kegiatan fisik masih tinggi. Kondisi tersebut serupa dengan lansia di Amerika yang lebih tertarik aktivitas-aktivitas fisik. Bedanya, lansia di Amerika Serikat lebih banyak melakukan aktivitas fisik olahraga.
Penelitian dilakukan oleh Sarah L.Szanton dan rekan-rekannya terhadap lebih dari 8.000 lansia di AS pada 2014 menyebutkan, terdapat empat kegiatan yang paling diminati lansia, yaitu jalan kaki atau jogging (14 persen), kegiatan luar ruangan (13 persen), olah raga ringan (8,9 persen), dan kegiatan fisik lain (8,7 persen).
Minat terhadap kegiatan fisik di luar ruangan juga berlaku pada kelompok usia lebih dari 80 tahun. Jenis kegiatan lansia tergantung oleh tiga hal, yaitu kondisi kesehatan saat itu, kemampuan bergerak, dan jenis kelamin.
WHO juga menyarankan lansia untuk berkegiatan fisik secara rutin. Aktivitas fisik yang disarankan meliputi berjalan, berkebun, bersepeda, hingga olahraga bersama keluarga atau rekan. Kegiatan fisik yang dilakukan lansia berdampak positif pada kesehatan dan kualitas hidup di masa tua.
Kualitas
Peningkatan jumlah lansia di Indonesia sedikit banyak memiliki dampak pada rasio ketergantungan penduduk lansia dan angka kesakitan lansia. Statistik Lanjut Usia 2018 menyebutkan, angka kesakitan penduduk lansia tahun 2018 sebesar 25,99 persen.
Artinya, dari 100 orang lansia, sebanyak 25-26 orang menderita sakit, atau dengan kata lain, 1 dari 4 penduduk lansia sakit dalam sebulan terakhir. Selain itu, separuh warga lansia (51,3 %) mengalami keluhan kesehatan, seperti panas, diare, pilek, sakit kepala, dan keluhan lain.
Demikian juga dengan kecenderungan peningkatan angka ketergantungan lansia. Pada 2018, angka rasio ketergantungan sebesar 14,49. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 15 orang lansia. Angka ketergantungan ini meningkat dari tahun 2007 yang mencapai 13,52.
Banyaknya penduduk lansia menyebabkan tuntutan perawatan lebih besar, sehingga tanggungan beban ekonomi penduduk usia produktif bertambah. Sebaliknya, apabila lansia dalam kondisi sehat dan produktif, besarnya jumlah penduduk lansia berdampak positif terhadap rasio ketergantungan serta kondisi sosial ekonomi keluarga hingga negara.
Menurut WHO, tantangan yang dihadapi lansia saat ini dinilai tidak ringan. Pertama, kondisi fisik dan mental yang melemah terjadi pada usia beragam. Kadang lansia muda (60-64 tahun) memiliki kondisi lebih lemah dibandingkan yang lebih tua. Ada pula lansia berusia 80 tahun namun memiliki kapasitas fisik dan mental mirip usia 20 tahun.
Kedua, ada ketimpangan kesehatan antara lansia di perkotaan dan pedesaan, atau lingkungan sehat dan kotor. Selain itu, jenis kelamin lansia turut menyumbang kualitas kesehatan di masa tuanya. Ketiga, pola pikir kuno tentang lemahnya lansia dan cenderung menjadi beban bagi masyarakat.
Tantangan terakhir adalah globalisasi dan perkembangan teknologi. Saat ini, teknologi tumbuh pesat, khususnya transportasi dan komunikasi. Selain itu, fenomena urbanisasi, migrasi, dan perubahan norma gender mampu membuat sistem kehidupan lansia, seperti hidup sendiri saat anak sudah dewasa.
Perlu dilakukan banyak investasi pengembangan terhadap layanan untuk lansia. Pengembangan di bidang pelayanan lansia harus mempertimbangkan kebutuhan dan kondisi lansia, agar memberikan rasa nyaman dan aman secara fisik dan psikologis. Lansia perlu mendapat dukungan untuk mengaktualisasikan dirinya secara optimal, termasuk dalam berinteraksi sosial.
Sesuai dengan kondisi saat ini dan proyeksi ke depannya, WHO menyusun Strategi Global dan Rencana Aksi tentang Lansia dan Kesehatan yang memiliki lima poin utama. Pertama, komitmen bersama mewujudkan lansia sehat.
Kedua, menyelaraskan sistem kesehatan dengan kebutuhan populasi yang tua. Ketiga, mengembangkan sistem penyediaan perawatan jangka panjang bagi lansia. Keempat, menciptakan lingkungan ramah lansia. Terakhir, meningkatkan pengukuran, pemantauan, dan pemahaman terhadap lansia.
Lima negara dengan populasi lansia terbanyak adalah China (155,90 juta jiwa), India (83,54 juta jiwa), Amerika (51,68 juta jiwa), Jepang (34,76 juta jiwa), dan Rusia (21,12 juta jiwa).
Sementara Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Kesehatan Keluarga, memiliki tujuh program kesehatan lansia. Poin pertama, puskesmas menyelenggarakan gerakan pelayanan santun, selanjutnya, pengembangan poliklinik geriatri terpadu di rumah sakit. Poin berikutnya, pemberdayaan posyandu lansia.
Program selanjutnya, pemberdayaan lansia, peningkatan perawatan melalui home care dan long term care, serta penyuluhan dan penyebaran informasi kesehatan lansia. Terakhir, menjalin kemitraan dengan lembaga swasta, profesi, lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga pendidikan dan penelitian.
Jumlah lansia yang makin banyak tidak sepenuhnya merugikan. Lansia masih bersemangat memberikan kontribusi di dalam sistem sosial yang ada, termasuk sektor pekerjaan. Oleh sebab itu, menciptakan lingkungan ramah lansia menjadi pendorong kuat terjaminnya kehidupan lansia. Dukungan pemerintah mewujudkan lansia yang berkualitas menunjukkan kemapanan sebuah negara dalam menjamin kehidupan warganya. (LITBANG KOMPAS)