Setiap bulan Agustus, kenangan akan Perang Dunia II dan kekejamannya, terutama di Asia Pasifik, muncul dalam berbagai pemberitaan.
Pada 6 dan 9 Agustus, peringatan akan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima serta Nagasaki, Jepang, dilangsungkan. Pengeboman dilakukan Amerika Serikat 74 tahun lalu dalam upaya mengakhiri Perang Dunia II di medan Pasifik. Kedua kota dibom karena dinilai memiliki berbagai industri penting untuk menopang militer Jepang.
Beberapa hari kemudian, atau pada 15 Agustus 1945, Kaisar Jepang Hirohito mengumumkan bahwa negara itu menyerah. Tahun ini, tepat pada 15 Agustus, cucu Hirohito, Kaisar Naruhito, mengungkapkan penyesalan mendalam atas kekejaman perang yang terjadi puluhan tahun lalu itu. Dalam Perang Dunia II, tentara Jepang menduduki sejumlah wilayah di Asia, termasuk di Asia Tenggara.
Seperti ditulis harian ini pada pekan lalu, apa yang dilakukan Naruhito mengikuti apa yang dilakukan ayahnya, yakni Akihito. Menurut media Japan Times, Kaisar Akihito pada 2015 memberikan kejutan dengan menyatakan ”penyesalan mendalam” atas keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II. Akihito kemudian mengulangi pernyataannya dalam acara tahunan setiap 15 Agustus itu. Selain berlangsung di Asia Pasifik, Perang Dunia II juga berkecamuk di Eropa. Di benua ini, pertempuran berakhir setelah Nazi Jerman menyerah kalah pada Mei 1945.
Puluhan juta orang meninggal akibat Perang Dunia II yang dimulai tahun 1939. Berjuta-juta warga sipil di puluhan negara yang terdampak perang mengalami kesengsaraan. Mereka kehilangan anak, ayah, ibu, dan kerabat lainnya. Berjuta-juta tentara, termasuk prajurit muda, menderita di hutan-hutan, parit-parit perlindungan, hingga di pantai serta laut. Mereka meninggal saat berada jauh dari kerabat tercinta.
Perang selalu meninggalkan penderitaan. Dampak perang tergambar dengan baik lewat ungkapan ”kalah jadi abu, menang jadi arang”. Artinya, kedua pihak yang bertikai dalam sebuah perang sesungguhnya sama-sama mengalami kerugian. Sama-sama hancur.
Dalam konteks itulah, pernyataan Kaisar Naruhito perlu ditempatkan. Ia hendak mengingatkan semua pihak di dunia bahwa perang tak bisa tidak akan membawa kekejaman, yang pada akhirnya menyengsarakan manusia. Bahkan, sampai kini, sisa Perang Dunia II harus diakui masih terasa. Isu kerja paksa dan kekerasan seksual yang terjadi di sejumlah negara Asia selama Perang Dunia II masih dibicarakan. Bagaimanapun, memang tak mudah untuk menyembuhkan luka.
Karena itu, perdamaian harus selalu diperjuangkan. Solusi tanpa kekerasan, tanpa konflik senjata, sepatutnya menjadi prioritas nomor satu para pemimpin dunia. Kesadaran untuk terus mencari titik temu dan bukan mencari perbedaan ras, suku, golongan, serta agama merupakan penopang penting bagi terciptanya kondisi yang mendukung perdamaian sejati.