Produktivitas dan kualitas kacang hijau dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terus ditingkatkan. Salah satunya dengan menggencarkan sosialisasi teknik penanaman dengan cara tugal atau melubangi tanah dengan kayu. Mengubah kebiasaan petani menjadi tantangan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
DEMAK, KOMPAS — Produktivitas dan kualitas kacang hijau dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah, terus ditingkatkan. Salah satunya dengan menggencarkan sosialisasi teknik penanaman dengan cara tugal atau melubangi tanah dengan kayu. Mengubah kebiasaan petani menjadi tantangan.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan Demak, luasan tanam kacang hijau di Demak pada 2018 sekitar 26.000 hektar. Jumlah tersebut meningkat dari 2017 yang hanya 25.000 hektar. Adapun tingkat produksi berkisar 1,3-1,5 ton per hektar.
Kepala Seksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Demak Sukisman, di Demak, Senin (19/8/2019), mengatakan, teknik tugal perlu didorong karena dapat menghasilkan minimal 1,6 ton per hektar. ”Saat ini, cara budidaya dengan ditabur masih yang paling banyak dilakukan petani,” katanya.
Dengan teknik tugal, jarak antar lubang tanam adalah 20 sentimeter (cm) x 20 cm atau 25 cm x 25 cm. Dengan adanya jarak tanam, tanaman tak akan banyak berebut unsur hara dalam tanah. Efektivitas pembentukan buah akan lebih baik. Namun, prosesnya relatif lebih rumit dan mahal ketimbang teknik tabur.
Upaya lainnya dengan penyediaan benih unggul bersertifikat. Pada 2019, diberikan bantuan bagi para petani di lahan seluas 150 hektar. ”Kami sediakan varietas Vima-1, Vima-2, dan Vima-3. Selama ini, petani biasa menggunakan benih turunan (disiapkan dari musim sebelumnya),” kata Sukisman.
Dengan adanya jarak tanam, tanaman tak akan banyak berebut unsur hara dalam tanah. Efektivitas pembentukan buah akan lebih baik.
Staf Seksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Demak Hari Mulyanto menambahkan, membiasakan petani dengan teknik baru menjadi tantangan. Pasalnya, kebiasaan menanam dengan menabur serta menggunakan benih turunan sudah berlangsung lama.
Pihaknya melakukan pendekatan ke kelompok-kelompok tani hingga tingkat desa. ”Itu penting agar transfer teknologi bisa efektif dan lebih cepat. Selain itu, tanaman percontohan juga harus berlokasi di lahan yang mudah dilihat orang banyak sehingga peningkatan produksi langsung terlihat,” ujar Hari.
Karmidi (55), petani asal Kelurahan Kadilangu, Kecamatan Demak, mengatakan, dengan tugal, produksi memang akan lebih baik. Namun, dia juga harus mengeluarkan biaya untuk tenaga, atau lebih mahal sekitar 30 persen. Sementara dengan ditabur, ia bisa melakukan semuanya sendiri.
Adapun Demak merupakan salah satu sentra kacang hijau di Jateng dan Indonesia. Di Demak, kacang hijau, tanaman palawija yang berumur 60 hari hingga panen, ditanam pada musim tanam (MT) III, setelah padi pada MT I dan II. Perawatannya tergolong mudah serta toleran pada kekeringan.
Meski toleran terhadap kekeringan, kacang hijau juga membutuhkan hujan agar lebih optimal.
Meski toleran terhadap kekeringan, kata Karmidi, kacang hijau juga membutuhkan hujan agar lebih optimal. ”Saat ini sebenarnya bagus, tetapi tak ada hujan sama sekali. Kalau ada hujan 1-2 hari, hasilnya lebih bagus. Di lahan 7.000 meter persegi, sekarang hasilnya 7-8 kuintal. Kalau ada sedikit hujan bisa 1 ton,” ujarnya.
Petani lainnya, Suparmo (44), asal Desa Kuwu, Kecamatan Dempet, Demak, menuturkan, di lahan sekitar 8.000 meter persegi yang digarapnya dihasilkan lebih dari 6 kuintal kacang hijau dengan harga jual Rp 13.000 per kg. Ia pun berharap harga dapat stabil ke depan.
Menurut Sukisman, dari pantauannya, harga jual kacang hijau pada Senin rata-rata Rp 12.700 per kg. Sebelumnya, pada masa awal panen, awal hingga pertengahan Agustus, sempat mencapai Rp 14.000 per kg. Masa panen kacang hijau di Demak diperkirakan hingga akhir Agustus 2019.