JAKARTA, KOMPAS — Dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni menghadapi puncak bonus demografi Indonesia tahun 2020-2024, pemerintah harus menguatkan program pendidikan yang berpihak kepada anak. Semua keputusan terkait pendidikan harus memasukkan aspirasi anak karena ini menyangkut tumbuh kembang dan masa depan mereka.
"Pendidikan anak usia dini adalah akar yang harus dikuatkan. Tidak bisa bergantung pada anak sebagai benih saja. Lingkungan dan semua orang di sekitar harus bisa mengayomi, termasuk mengajak anak berdialog mengenai aspirasi dan pendapat mereka bagaimana semestinya belajar itu dilakukan," kata Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Najeela Shihab menanggapi Pidato Kenegaraan Presiden dalam rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan RI pada Sidang Bersama DPR dan DPD, Jumat (16/8/2019), di Jakarta.
Pada pidato kenegaraan tersebut, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa menghadapi puncak bonus demografi Indonesia tahun 2020-2024 Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni. Prinsip lebih baik dari sebelumnya tidak relevan karena kini motonya adalah menjadi yang terbaik di antara negara lain di dunia.
Menghadapi puncak bonus demografi Indonesia tahun 2020-2024 Indonesia harus menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni
"Sumber daya manusia (SDM) berjiwa Pancasila, pekerja keras, inovatif, dan bisa mengubah kelemahan menjadi kekuatan," kata Presiden pada Sidang Bersama DPR dan DPD.
Presiden memaparkan pentingnya memprioritaskan pendidikan selaku sistem yang mengembangkan cara berpikir, perilaku, dan penajaman keterampilan SDM. Pendidikan berakar kepada budaya bangsa yang tanggap terhadap perubahan zaman dengan keluarga sebagai pusatnya.
"Pada pendidikan usia dini anak dikembangkan supaya mandiri, percaya diri, peduli dengan sesama, toleran, dan mampu bergotong royong," kata Jokowi.
Di level pendidikan menengah kompetensi yang ditingkatkan adalah bisa berpikir kritis, pandai menganalisa situasi dan mencari jalan keluar, dan tidak mudah terhasut oleh isu yang beredar di publik. Adapun untuk pendidikan tinggi penajaman kemampuan inovasi untuk bisa bersaing, setidaknya di sektor regional, juga membangun kapasitas kewirausahaan dan profesionalisme.
"Kita tidak bisa lagi bergantung pada pepatah \'biar lambat asal selamat\'. Kini bangsa Indonesia harus berkembang cepat dan selamat," ujar Jokowi.
Merdeka dan mandiri
Najeela mengatakan, anak muda yang merdeka dan mandiri adalah mereka yang bisa berkarya untuk masyarakat, minimal di komunitas sekeliling. Untuk mencapainya, butuh kerja sama antara orang dewasa dan anak merumuskan sistem yang bisa menjembatani pemenuhan kebutuhan anak.
Untuk itu, terdapat enam insentif yang dicetuskan oleh PSPK, yakni sekolah mengintegrasi nilai-nilai Pancasila dengan membangun interaksi yang plural dan toleran. Asesmen berbasis kompetensi dan perkembangan anak, bukan pelabelan siswa pintar, rajin, apalagi bodoh. Sistem ini harus didukung oleh pendataan berbasis teknologi.
Insentif ketiga ialah pendidikan bermutu di semua jenjang yang berarti peningkatan kemampuan guru secara berkelanjutan. Disusul dengan pemerataan akses pendidikan. Kelima adalah mengembangkan pendidikan vokasi yang erat dengan perkembangan dunia industri dan usaha dengan pemantauan rutin agar sekolah selalu termutakhirkan pemelajarannya.
"Keenam adalah investasi pada anak usia dini melalui pengasuhan baik, pemenuhan gizi, memerhatikan perkembangan motorik, emosional, dan karakter. Artinya, dialog dengan anak untuk menjamin sistem pemelajaran berbasis kesepakatan orangtua, anak, dan guru harus segera diterapkan," ucap Najeela.
Hambatan pendidikan sejauh ini, lanjutnya, adalah belum maksimalnya reformasi birokrasi di berbagai bidang sehingga menyukarkan singkronisasi sistem. Selain itu, keterlibatan pemerintah daerah membangun pendidikan bermutu juga belum merata.
Hambatan pendidikan sejauh ini adalah belum maksimalnya reformasi birokrasi di berbagai bidang sehingga menyukarkan singkronisasi sistem
Pahami kebijakan
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Sampoerna Nisa Felicia mengemukakan pentingnya mengajak anak memahami kebijakan. Hal ini membuat mereka mengerti aspek-aspek yang mengatur kesejahteraan dan pembangunan SDM.
"Merdeka juga berarti memiliki kepedulian terhadap bangsa. Ketika siswa memahami kebijakan, mereka bisa mengkritisi dan menawarkan solusi dari persepsi mereka," tuturnya.