Penerimaan Perpajakan Menantang, Pembiayaan Kreatif Jadi Solusi
›
Penerimaan Perpajakan...
Iklan
Penerimaan Perpajakan Menantang, Pembiayaan Kreatif Jadi Solusi
Target penerimaan perpajakan dalam RAPBN 2020 dihadapkan pada tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan domestik. Untuk itu, pembiayaan alternatif menjadi solusi agar program-program pembangunan bisa terealisasi.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 dihadapkan pada tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan domestik. Untuk itu, pembiayaan alternatif menjadi solusi agar program-program pembangunan bisa terealisasi.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, penerimaan perpajakan ditargetkan Rp 1.861,8 triliun atau meningkat 13,3 persen dibandingkan dengan proyeksi APBN 2019. Target perpajakan itu terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.639,9 triliun dan kepabeanan Rp 221,9 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, target perpajakan yang ditetapkan dalam RAPBN 2020 bukan angka tetap. Penerimaan perpajakan dari setiap pos bisa berubah, tergantung dari prospek pertumbuhan ekonomi dan kemampuan pemerintah memungut pajak dan bea cukai.
”Dari sisi target, basisnya dihitung berdasarkan asumsi dasar makro. Target pertumbuhan ekonomi 5,3 persen ditambah inflasi dan upaya ekstra Direktorat Jenderal Pajak yang kami anggap realistis,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Menurut Sri Mulyani, risiko negatif (down side risk) tetap membayangi kinerja APBN 2020. Konsensus lembaga internasional (antara lain Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, dan Bank Pembangunan Asia) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5,1 persen. Sementara pemerintah menargetkan ekonomi tumbuh 5,3 persen.
Prospek perekonomian yang lesu akan berdampak terhadap pendapatan negara. ”Dalam kondisi itu, potensi penerimaan tetap dibidik melalui ekstensifikasi perpajakan dengan mengelola ekspektasi investor dan pelaku usaha. Reformasi perpajakan juga tetap berjalan sesuai rencana,” tuturnya.
Dalam kondisi itu, potensi penerimaan tetap dibidik melalui ekstensifikasi perpajakan dengan mengelola ekspektasi investor dan pelaku usaha. Reformasi perpajakan juga tetap berjalan sesuai rencana.
Pada 2020, arah kebijakan perpajakan difokuskan pada peningkatan kepatuhan wajib pajak dan kualitas layanan, perbaikan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), implementasi keterbukaan informasi perpajakan (AEoI), serta penyetaraan berusaha atau level playing field dunia usaha.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, sejauh ini belum ada terobosan yang dilakukan atau direncanakan pemerintah untuk mencapai target penerimaan perpajakan. Padahal, target penerimaan tahun 2020 terbilang berat.
”Jika tak ada terobosan, kita jangan berharap ada kejutan-kejutan dari penerimaan, apalagi situasi perekonomian global menunjukkan pelemahan,” kata Prastowo.
Tren pertumbuhan penerimaan perpajakan cenderung melemah. Pada semester I-2019, misalnya, realisasi penerimaan perpajakan hanya tumbuh 5,4 persen atau sebesar Rp 688,9 triliun. Padahal, pada semester I-2018, realisasinya tumbuh 14,3 persen.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, penerimaan pajak juga tidak pernah mencapai target dalam 10 tahun terakhir sejak 2009. Pertumbuhan penerimaan pajak bahkan melemah kendati secara nominal masih bertambah. Realisasi penerimaan pajak tahun 2018 sebesar Rp 1.344,1 triliun atau sekitar 92,41 persen dari target APBN.
Prastowo menambahkan, sejatinya ada beberapa terobosan yang bisa ditempuh pemerintah, seperti penggunaan mesin kasir untuk memungut PPN, sinkronisasi transaksi pajak dengan nomor identitas tunggal, serta optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Pembiayaan kreatif
Sri Mulyani mengatakan, selain menggali potensi penerimaan perpajakan, pemerintah juga mendorong alternatif pembiayaan untuk mengurangi beban belanja APBN. Kementerian/lembaga diminta mengembangkan skema pembiayaan kreatif untuk pembangunan infrastruktur.
”Pembiayaan kreatif yang dimaksud masih dalam konteks kerja sama pemerintah dan badan usaha. Instrumen yang diandalkan adalah persiapan proyek,” ujar Sri Mulyani.
Kementerian/lembaga diminta mengembangkan skema pembiayaan kreatif untuk pembangunan infrastruktur.
Pemerintah memiliki beberapa skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), antara lain dana dukungan tunai (viability gap fun/VFG), pembayaran ketersediaan layanan (availability payment/AP), pembiayaan campuran (blended finance), serta pembiayaan investasi non-anggaran (PINA).
Menurut Sri Mulyani, ada 11 proyek yang akan dibiayai melalui skema KPBU tahun 2020 dengan nilai Rp 19,7 triliun. Ke-11 proyek itu antara lain Palapa Ring barat-tengah-timur, satelit multifungsi, jalan tol Sumatera, jalan nontol Riau, serta pengembangan dan pengoperasian pelabuhan Baubau di Sulawesi Tenggara.
”Banyak sekali minat dari internasional untuk terlibat dalam skema KPBU, terutama dalam blended finance,” kata Sri Mulyani.
Secara terpisah, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, kebutuhan pembiayaan infrastruktur akan meningkat pada 2020-2014 menjadi sekitar Rp 6.000 triliun. Sebelumnya, kebutuhan pembangunan infrastruktur tahun 2014-2019 diperkirakan Rp 5.500 triliun.
Pemerintah kini berupaya mengurangi beban penugasan ke BUMN dengan mendorong keterlibatan swasta. Idealnya, kebutuhan dana untuk infrastruktur dialokasikan dari APBN sebesar 42 persen, BUMN 22 persen, serta swasta 36 persen. Namun, saat ini kebutuhan biaya infrastruktur masih dibebankan ke APBN dan BUMN.