Peta Baru Konflik Yaman
Jatuhnya Aden ke tangan Dewan Transisi Selatan membuat Yaman praktis terpecah dua. Legitimasi pemerintah dan koalisi Arab pun tak lagi punya pijakan.
Jatuhnya kota Aden dari tangan pemerintahan Presiden Abdurabbuh Mansour Hadi loyalis Arab Saudi ke tangan milisi Dewan Transisi Selatan (STC) loyalis Uni Emirat Arab (UEA), Sabtu (10/8/2019), memberi pesan tentang terciptanya peta baru Yaman dan sekaligus ambruknya koalisi Arab pimpinan Arab Saudi.
Peta baru Yaman itu adalah secara de facto Yaman kini kembali pada situasi sebelum tahun 1990, yakni Yaman yang terpecah antara utara di bawah kontrol milisi Houthi dan selatan di bawah kontrol STC.
Terciptanya peta baru Yaman itu, de facto, mengakhiri koalisi Arab pimpinan Arab Saudi yang terbentuk tahun 2015 untuk memerangi milisi Houthi loyalis Iran di Yaman. Jatuhnya kota Aden—dari tangan Presiden Mansour Hadi ke milisi STC—menandakan pecahnya kongsi Arab Saudi-UEA dalam tubuh koalisi Arab. Arab Saudi dan UEA sejatinya dua pilar utama dalam koalisi Arab. Mereka adalah penyumbang pasukan dan finansial terbesar untuk koalisi Arab itu.
Pecahnya kongsi Arab Saudi- UEA itu mulai terbaca ketika UEA menarik sebagian pasukannya dari Yaman, akhir Juni lalu. Indikasi lain adalah pertemuan komandan pengawal pantai UEA, Brigjen Mohammad Ali Mesbah al-Ahbabi, dan komandan pasukan penjaga perbatasan Iran, Brigjen Qassem Rezaei, di Teheran, Selasa (30/7), terkait kerja sama pengamanan perbatasan laut Iran- UEA di Teluk Persia, khususnya Selat Hormuz.
Retaknya hubungan Arab Saudi-UEA dalam koalisi Arab itu secara de facto mengakhiri pula pemerintahan Presiden Mansour Hadi di Yaman. Tahun 2014, ia diusir dari ibu kota Sana’a oleh milisi Houthi, dan pada 10 Agustus lalu, ia diusir keluar dari Aden oleh milisi STC. Pemerintahan Presiden Mansour Hadi kini praktis tidak punya pijakan lagi di Yaman. Hadi pun menjadi ”pengungsi” di Riyadh. Dan pada gilirannya, ambruknya pemerintahan Presiden Hadi merupakan kekalahan telak Arab Saudi di Yaman.
Terpuruk
Kekalahan telak tersebut tentu berimplikasi pada makin terpuruknya posisi Arab Saudi dalam konteks pertarungan geopolitik melawan Iran. Kini, posisi milisi Houthi di ibu kota Sana’a semakin kuat setelah retaknya koalisi Arab. Sebaliknya, legitimasi koalisi Arab kini dipertanyakan setelah pecah kongsi Arab Saudi-UEA di Yaman dan ambruknya pemerintahan Presiden Hadi.
Bukankah koalisi Arab dibentuk untuk mendukung pemerintahan Presiden Hadi yang kini sudah ambruk? Ironinya, Presiden Mansour Hadi ambruk bukan digilas milisi Houthi, melainkan dihabisi teman seperjuangannya, yakni STC. Milisi STC yang dibentuk pada tahun 2017 dengan sponsor UEA semula bertujuan memperkuat pasukan loyalis Presiden Mansour Hadi melawan milisi Houthi.
Namun, dalam perkembangannya, STC dan Presiden Hadi sering berbeda pendapat terkait cara kelola kota Aden dan taktik melawan milisi Houthi. Salah satu perbedaan pendapat yang menonjol adalah STC dan UEA menolak keras aksi Presiden Hadi bermitra dengan Partai Islah yang merupakan cabang Ikhwanul Muslimin (IM) di Yaman dalam melawan milisi Houthi. UEA telah menetapkan IM sebagai organisasi teroris.
Akhirnya hubungan STC dan Presiden Mansour Hadi berujung tragis. STC menggusur pemerintahan Presiden Hadi dari kota Aden. Anehnya, Arab Saudi tidak bisa berbuat banyak membantu loyalis Presiden Hadi dalam pertempuran Rabu hingga Sabtu dua pekan lalu saat melawan milisi STC di kota Aden. Mereka hanya menjadi penonton saat Aden jatuh ke tangan STC. Sikap lemah Arab Saudi itu memicu kritik keras dari pejabat di pemerintah Presiden Hadi.
Legitimasi gugur
Menteri Penerangan, Moammar al-Eryani pada akun Twitternya, Sabtu pekan lalu, mengatakan, sikap lemah terhadap milisi STC yang menguasai kota Aden akan menggugurkan legitimasi koalisi Arab di Yaman, dan menggugurkan legitimasi misi perang melawan milisi Houthi.
Penasihat politik Presiden Hadi, Abdulmalik al Mekhlafi, dalam akun Twitter-nya juga mengatakan, rakyat Yaman kini sudah kehilangan kepercayaan terhadap koalisi Arab. Menurut dia, kudeta di kota Aden terhadap pemerintahan Presiden Hadi yang sah akan segera mengubah perang di Yaman, dari perang melawan milisi Houthi menjadi perang saudara di mana-mana. Mekhlafi secara khusus mengkritik Arab Saudi yang hanya menjadi penonton saat terjadi kudeta di Aden.
Di Yaman dan kawasan, kini muncul rumor, Arab Saudi sengaja membiarkan kota Aden jatuh ke tangan milisi STC untuk memecah Yaman antara Yaman utara yang dikontrol milisi Houthi dan Yaman selatan yang dikuasai STC. Hal itu menyusul gagalnya misi militer koalisi Arab menumbangkan rezim milisi Houthi di Sana’a. Di sisi lain, STC menegaskan, tujuan STC menguasai kembali kota Aden adalah untuk mengembalikan negara Yaman Selatan yang merdeka. STC berjanji mengembalikan semua wilayah Yaman selatan di bawah kekuasaannya.
Sebagai catatan, pasca-berakhirnya kekuasaan Inggris di Yaman Selatan pada 30 November 1967, pada hari itu pula diproklamasikan negara Yaman Selatan yang beraliran sosialis dengan nama Republik Rakyat Demokrasi Yaman beribu kota Aden. Sejak itu ada dua negara Yaman, yaitu Yaman Selatan dengan ibu kota Aden dan Yaman Utara dengan ibu kota Sana’a. Pada 22 Mei 1990, Yaman Selatan dan Yaman Utara sepakat melebur menjadi satu negara Yaman dengan ibu kota Sana’a.
Kini, setelah STC menguasai Aden, secara de facto Yaman terpecah lagi menjadi Yaman Selatan yang dikontrol STC dan Yaman Utara yang dikuasai milisi Houthi. Dampak selanjutnya dari perpecahan itu adalah berakhirnya misi PBB untuk mencapai solusi politik antara milisi Houthi dan pemerintahan Presiden Hadi karena pemerintahan Hadi secara de facto sudah ambruk.
Jatuhnya kota Aden ke tangan STC dan hengkangnya pemerintahan Presiden Hadi membuat misi utusan khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, pun berakhir. Dengan jatuhnya Aden ke tangan STC, gugur pula misi resolusi DK PBB No 2216 yang menegaskan harus menjaga persatuan wilayah Yaman. Adapun realita di Yaman sekarang, terpecah antara Yaman Selatan dan Yaman Utara yang tentu bertentangan dengan resolusi DK PBB No 2216 itu.
Karena itu, jatuhnya kota Aden ke tangan STC berdampak luar biasa, yaitu ambruknya koalisi Arab dengan pecah kongsi Arab Saudi-UEA, dan berakhirnya misi politik PBB di Yaman (kecuali misi kemanusiaan PBB), serta semakin lemahnya posisi Arab Saudi dalam percaturan geopolitik setelah UEA meninggalkan Arab Saudi di Yaman yang sekaligus memperkuat posisi Iran.