Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, Malang menghargai kebinekaan dan anak-anak Papua memiliki kontribusi tidak sedikit dalam mengangkat Kota Malang.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Wali Kota Malang Sutiaji mengatakan, Malang menghargai kebinekaan dan anak-anak Papua memiliki kontribusi tidak sedikit dalam mengangkat Kota Malang. Pemerintah Kota Malang pun tidak pernah punya kebijakan melarang atau memulangkan mahasiswa asal Papua yang menuntut ilmu di kota ini.
Hal itu dikatakan Sutiaji menjawab pertanyaan awak media, Senin (19/8/2019), di Balai Kota Malang, tentang kabar yang menyatakan bahwa kerusuhan di Papua akibat demo yang mengatasnamakan Aliansi Muda Papua (AMP) di Malang dan Surabaya empat hari lalu.
”Kota Malang visinya bermartabat, itu positive thinking pada semuanya, termasuk dalam hal ini saudara-saudara kita dari Papua,” ujarnya. Menurut Sutiaji, bukan hanya warga Indonesia dari berbagai daerah, warga negara asing dari seluruh dunia juga boleh mencari ilmu di Malang.
”Jadi, sekali lagi, tidak pernah ada larangan atau pemulangan dan lain sebagainya terkait itu (demo AMP). Kalau mungkin kemarin ada insiden kecil atau dimaknai besar, itu kalau antarmasyarakat, atas nama Pemerintah Kota Malang saya mohon maaf sebesar-besarnya,” tuturnya.
Jadi, sekali lagi, tidak pernah ada larangan atau pemulangan dan lain sebagainya terkait itu (demo AMP). Kalau mungkin kemarin ada insiden kecil atau dimaknai besar, itu kalau antarmasyarakat, atas nama Pemerintah Kota Malang saya mohon maaf sebesar-besarnya.
Menurut Sutiaji, peristiwa demo AMP yang berujung ricuh dengan kelompok warga itu terjadi tanpa sepengetahuan Pemerintah Kota Malang. Dirinya pun menyesalkan terjadinya tindakan kontraproduktif yang terjadi di tengah jalan (Jalan Basuki Rahmat Malang) saat AMP hendak menyampaikan pendapat di depan Balai Kota Malang, 15 Agustus itu.
Setelah itu pihaknya mengumpulkan kelompok yang terlibat keributan. ”Saya berikan paparan kepada mereka siapa pun berhak untuk menyampaikan pendapat. Terus mereka (warga) menyampaikan, itu, kan, makar. Penilaian makar dan tidak, bukan di ranah kami karena itu baru menyampaikan pendapat. Kita dengarkan pendapatnya bagaimana dan dilindungi oleh negara,” tuturnya.
Pemerintah Kota Malang, menurut Sutiaji selaku kepanjangan tangan Pemerintah Pusat, tentunya harus ikut menjaga ketertiban dan keamanan. Salah satunya menjaga mahasiswa yang berorasi menyampaikan pendapat.
Akan tetapi, tanpa memandang asal, bagi siapapun, baik warga Malang maupun pendatang, ketika membuat ulah di Malang dan tidak sesuai aturan yang ada-- tidak sesuai apa yang jadi koridor Indonesia---maka kita diwajibkan untuk mengingatkan. Demikian pula kalau yang bersangkutan melanggar hukum tentu harus proses hukum yang ada.
"Tak hanya orang luar. Orang Malang, pun, ketika dia membuat ulah di Kota Malang maka dia harus berhadapan dengan hukum. Ini yang kemarin saya sampaikan kepada masyarakat," tuturnya.
Pemerintah Kota Malang sendiri ingin mengumpulkan para rektor, tokoh masyarakat, pemangku kepentingan, guna duduk bersama untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Hasilnya diturunkan ke RT/RW bahwa masyarakat tidak boleh bertindak sendiri-sendiri.
Kemarin, menurut Sutiaji, juga muncul wacana agar seluruh elemen yang ada di Kota Malang harus membuat pakta integritas untuk menjaga ketertiban, NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan dibingkai dalam Kebhinekaan.
"Jadi sekali lagi kita tak pernah melarang orang yang ada di Kota Malang untuk apapun, berinvestasi, bekerja, mencari ilmu. Karena Malang jadi bagian yang tidak dipisahkan dari Indonesia, siapapun boleh di sini utamanya saudara-saudara kita dari Papua adalah warga kita sendiri. Harus kita perlakukan sesuai apa yang seharusnya, mereka di sini harus dinaungi dan dilindungi bersama," katanya.
Menurut Sutiaji tidak ada konflik sosial terkait mahasiswa luar daerah di Malang. Kadang memang ada intrik kecil terkait perbedaan budaya. Terjadi beda pemahaman (di luar keinginan mereka ingin merdeka). Dan itu masih dalam koridor kewajaran bisa diselesaikan dengan cara duduk bersama.
Sutiaji sendiri belum berkomunikasi dengan Gubernur Papua untuk saling melindungi warga kedua daerah di tempat masing-masing. Tidak hanya banyak warga Papua di Malang tetapi juga banyak warga Malang di Papua.
Disinggung soal pernyataan Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko pada 15 Agustus kemarin menyebut akan memilih opsi untuk memulangkan mahasiswa Papua yang terlibat kericuhan, Sutiaji mengaku baru mendengar soal ini.
Sebelumnya, Gubernur Papua Barat Domingus Mandacan, menyebut, jika komentar Sofyan Edi menjadi salah satu penyebab yang memicu demonstrasi di wilayahnya.
”Saya baru tahu dari njenengan (anda). Saya juga tidak tahu Pak Wakil Wali Kota kapasitasnya kemarin saat menyampaikan statement itu sebagai apa. Di sini, saya tegaskan, saya wali kota, tidak ada komentar itu. Mungkin kemarin Pak Wakil Wali Kota komentarnya atas nama masyarakat saya tidak tahu. Tapi, keputusan dari pemerintah kota sama sekali tidak ada pemulangan,” ucapnya menjelaskan.
Sementara itu, Sofyan Edi Jarwoko, ketika hendak dikonfirmasi Kompas, mengaku tidak ingin menambahkan komentar yang telah disampaikan Sutiaji. ”Sampun Pak Wali sudah cukup nggeh (sudah, komentar Pak Wali Kota sudah cukup, ya),” ujarnya melalui aplikasi perpesanan.