Tuntutan pencabutan RUU Ekstradisi merupakan bagian dari tuntutan warga Hong Kong agar China konsisten pada janji mereka, salah satunya adalah demokrasi.
HONG KONG, KOMPAS -- Sebagian Hong Kong lumpuh pada Minggu (18/8/2019) siang hingga malam. Para pengunjuk rasa memadati jalan-jalan yang menghubungkan lapangan Victoria dengan Admiralty. Bahkan, hujan yang turun sejak Minggu siang tidak menghentikan mereka berbaris dari lapangan Victoria menuju kawasan pusat pemerintahan Hong Kong di sekitar lapangan Charter.
Awalnya, pengunjuk rasa berkumpul di lapangan Victoria. Mereka bergelombang datang ke sana sejak pukul 13.00. Menjelang pukul 15.00, mereka bergerak dari lapangan itu ke lapangan Charter. Hingga pukul 21.00, barisan pengunjuk rasa— kurang lebih 3,5 kilometer—belum kunjung putus. Dibutuhkan rata-rata 3 menit untuk melangkah sejauh 10 meter akibat padatnya massa.
Berulang-ulang mereka berteriak ”Bebaskan Hong Kong, Demokrasi Sekarang”. Jalanan penuh membuat layanan transportasi tidak beroperasi di sebagian Hong Kong. Bus tidak beroperasi antara lapangan Victoria dan lapangan Charter. Adapun kereta bawah tanah tidak berhenti di Stasiun Causeway Bay dan Tin Hau yang berdekatan dengan lapangan Victoria. Pengelola kereta bawah tanah Hong Kong mengumumkan, massa terlalu besar dan hujan menjadi alasan kereta tidak berhenti di kedua stasiun.
Kedai-kedai di jalan yang dilewati pengunjuk rasa ditutup, sebagian di antaranya dimiliki perusahaan yang diserukan untuk diboikot. Sasaran boikot adalah pelaku usaha yang dianggap mendukung kepolisian Hong Kong dan pemerintah pusat China.
Mereka marah kepada pihak yang masih mendukung polisi. Padahal, pengunjuk rasa menuntut penyelidikan independen terhadap kepolisian Hong Kong. Alasannya, diduga ada penggunaan kekerasan berlebihan oleh polisi selama menangani unjuk rasa.
Agar tidak menjadi korban penanganan unjuk rasa oleh pemerintah, demonstran berupaya agar diri mereka tak teridentifikasi. Salah satu caranya, pengunjuk rasa menghindari penggunaan uang elektronik karena khawatir data mereka terlacak. Di Stasiun Central dan Admiralty disediakan tempat penukaran koin agar demonstran bisa membeli tiket sekali jalan.
Damai
Pengunjuk rasa dalam demonstrasi Minggu menegaskan bahwa mereka melakukannya dengan damai. Bahkan ada seorang pengunjuk rasa meneriaki orang lain yang mengejek polisi. ”Hari ini adalah pawai damai! Jangan jatuh ke dalam perangkap! Dunia sedang mengawasi kita,” teriaknya.
Tak mengherankan, hingga malam, suasana unjuk rasa berjalan lebih tenang. Tidak ada suara letusan. Sebagian besar pengunjuk rasa mulai membubarkan diri begitu sampai di dekat lapangan Charter. Di lapangan itu, mereka kembali menggemakan tuntutan pencabutan secara resmi RUU Ekstradisi. RUU itu diajukan otoritas Hong Kong beberapa bulan lalu tetapi, setelah demonstrasi besar, pembahasannya dihentikan.
Aktivis prodemokrasi khawatir RUU Ekstradisi digunakan pemerintah pusat China untuk menekan mereka. RUU itu memungkinkan pelanggar hukum di Hong Kong dikirim ke China daratan.
Warga menilai RUU ini menunjukkan Hong Kong semakin dicengkeram China dan demokrasi Hong Kong dipertaruhkan. ”Saya tahu Hong Kong bagian dari China. Akan tetapi, Beijing menjanjikan satu negara dua sistem,” kata Choi, seorang pengunjuk rasa.
Pengunjuk rasa menuntut Beijing konsisten dengan janji yang diberikan kala Hong Kong dikembalikan Inggris pada 1997 itu. Warga membantah ingin memisahkan Hong Kong dari China. (REUTERS/JOS)