Pelestarian Alam Jadi Fokus Pembangunan Kalimantan
›
Pelestarian Alam Jadi Fokus...
Iklan
Pelestarian Alam Jadi Fokus Pembangunan Kalimantan
Laju deforestasi tinggi di Pulau Kalimantan memerlukan intervensi kebijakan. Arah pembangunan di Kalimantan harus difokuskan pada upaya pelestarian alam.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS – Laju deforestasi tinggi di Pulau Kalimantan mengancam tutupan hutan di daerah tersebut. Jika tidak ada intervensi kebijakan dalam arah pembangunan, tutupan lahan hutan di Kalimantan diperkirakan tersisa 41,28 persen saja pada 2045.
Laju deforestasi tinggi terjadi sejak tahun 2000 di Kalimantan. Saat ini, sisa tutupan lahan hutan mencapai 58,07 persen. Karena itu, pembangunan harus dilakukan sejalan dengan upaya pelestarian alam.
Hal itu disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (20/8/2019). Bambang menghadiri Konsultasi Regional Penyusunan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 Wilayah Kalimantan.
Acara itu dihadiri oleh seluruh pemimpin provinsi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi se-Kalimantan. Dalam pertemuan yang dilaksanakan sampai Rabu (21/8) itu dibahas arah pembangunan nasional hingga tahun 2024.
Kalimantan juga memiliki titik panas terbanyak serta wilayah kebakaran hutan dan lahan terluas di Indonesia.
Bambang mengatakan, tutupan lahan berkurang karena adanya kompetisi lahan pertanian dan perkebunan, termasuk sawit yang menjadi komoditas utama dalam mendorong perekonomian nasional. Sementara itu, alih fungsi hutan gambut pada 2000-2015 di Kalimantan lebih dari 15 persen. Sejak 2015, pemerintah telah memberlakukan moratorium izin pemanfaatan lahan gambut.
“Kalimantan juga memiliki titik panas terbanyak serta wilayah kebakaran hutan dan lahan terluas di Indonesia. Kesiapsiagaan dan mitigasi bencana, khususnya kebakaran hutan dan lahan, harus menjadi prioritas dalam penyusunan kebijakan pembangunan di Kalimantan,” ujar Bambang.
Deputi Bidang Pengembangan Regional Bappenas Rudy S Prawiradinata mengatakan, terdapat lima perencanaan pembangunan rendah karbon untuk lima provinsi di Kalimantan, salah satunya rehabilitasi hutan dan lahan. Hal itu untuk mempertahankan luas tutupan hutan dan konservasi sumber daya air.
“Pengembangan energi baru terbarukan juga penting di Kalimantan. Jangan terlalu bergantung dengan batubara karena suatu saat nanti akan habis. Energi pengganti yang rendah karbon harus disiapkan dalam lima tahun ke depan,” kata Rudy.
Komitmen kita bersama memastikan pembangunan, tetapi daya dukung lingkungannya juga kita jaga sebab Kalimantan sebagai salah satu paru-paru dunia.
Selain itu, strategi yang dilakukan untuk pembangunan rendah karbon di Pulau Kalimantan adalah penegakan hukum atas kejahatan di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup. Berbagai tambang ilegal di Kalimantan masih ditemui. Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur mencatat, setidaknya 35 orang meninggal akibat tercebur ke bekas galian tambang.
Tutupan hutan
Bappenas mendorong arah kebijakan setiap provinsi di Kalimantan untuk mempertahankan berbagai tutupan hutan hingga 2024. Di Kalimantan Utara, misalnya, tutupan hutan perlu dipertahankan minimal 5,7 juta hektar. Habitat spesies kunci perlu dipertahankan setidaknya 76.000 hektar dan tutupan hutan di lahan gambut minimal seluas 26.000 hektar.
“Komitmen kita bersama memastikan pembangunan, tetapi daya dukung lingkungannya juga kita jaga sebab Kalimantan sebagai salah satu paru-paru dunia,” kata Rudy.
Semua gubernur pun sepakat untuk melakukan pembangunan, tetapi tetap mempertahankan kawasan hutan di Kalimantan. Gubernur Kalimantan Utara Irianto Lambrie mengatakan, hutan di Kalimantan merupakan aset berharga di dunia. Negara di dunia bisa memberi insentif kepada wilayah penjaga hutan seiring menurunnya jumlah hutan di dunia.
Hal itu juga sejalan dengan kesepakatan Jantung Borneo atau Heart of Borneo, sebuah inisiatif tiga negara, yakni Brunei, Indonesia, dan Malaysia, untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi di Borneo seluas 23 juta hektar.
Menurut catatan Heart of Borneo, saat ini hutan Borneo yang tersisa tidak lebih dari 60 persen. Communication Manager WWF Heart of Borneo Programme Regina Nikijuluw mengatakan, masyarakat adat memiliki peran penting untuk mewujudkan salah satu tujuan Jantung Borneo, yakni pembangunan berkelanjutan agar hutan Borneo dikelola dengan bijak oleh siapa pun (Kompas, 2/7/2019).
Untuk mewujudkan itu, Bambang mengatakan, arah pembangunan setiap provinsi di Kalimantan harus bersinergi untuk hilirisasi industri sumber daya alam. Sumber daya alam yang ada di Kalimantan tak bisa terus-terusan langsung diekspor yang akan bergantung kepada penawaran global. Perlu juga pengolahan dari hulu sampai ke hilir di Kalimantan.
Bambang mencontohkan, terdapat bauksit di Kalimantan. Berbagai industri perlu juga dibangun di Kalimantan untuk menaikkan nilai tambah bauksit menjadi alumunium dan berbagai produk jadi, seperti sendok dan garpu.
Hal itu diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan karena terbukanya berbagai lapangan kerja. Itu akan berpengaruh kepada target pembangunan nasional tahun 2020-2024, antara lain pertumbuhan ekonomi 5,4-6 persen; menurunnya tingkat kemiskinan menjadi 6,5-7 persen; penurunan tingkat pengangguran terbuka antara 4,0-4,6 persen; dan penurunan rasio gini 0,370-0,374 poin.