JAKARTA, KOMPAS — Perbaikan regulasi dan kemudahan izin investasi dapat menyelesaikan persoalan investasi. Selama ini, masih ada persoalan yang menghambat penanaman modal asing masuk ke Indonesia.
Hambatan itu di antaranya masalah perizinan, konsistensi kebijakan, keselarasan kebijakan pemerintah pusat dengan daerah, pembebasan lahan, dan masalah perburuhan.
Persoalan mengenai penanaman modal asing (PMA) itu dikemukakan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah, di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), target investasi pada 2019 sebesar Rp 792 triliun. Target itu terdiri dari penanaman modal asing (PMA) Rp 483,7 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) Rp 308,3 triliun.
Pada Januari-Juni 2019, realisasi investasi sebesar Rp 395,6 triliun, yang terdiri dari PMA Rp 212,8 triliun dan PDMN Rp 182,8 triliun.
Deputi Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyebutkan, investasi asing yang terhambat masuk bukan semata-mata karena masalah kelembagaan. Oleh karena itu, pembenahan arus investasi perlu dilakukan dari hulu ke hilir.
”Wacana pembentukan Kementerian Investasi bukan jawaban atas hambatan PMA di Indonesia karena permasalahan utamanya ada pada aspek struktural, bukan hanya kelembagaan,” ujarnya.
Oleh karena itu, perubahan nomenklatur BKPM menjadi Kementerian Investasi dinilai tidak akan serta-merta memuluskan investasi asing masuk ke Indonesia.
Perihal Kementerian Investasi, Piter menyarankan diisi orang-orang yang mampu mengidentifikasi secara menyeluruh faktor-faktor yang menghambat investasi. Jika Kementerian Investasi jadi dibentuk, diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia sehingga bisa memenangi perebutan PMA dengan negara-negara berkembang lainnya.
Berdasarkan data United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), PMA di seluruh dunia pada 2018 turun 13 persen secara tahunan menjadi 1,3 triliun dollar AS. Aliran investasi langsung ke negara-negara berkembang pada 2018 meningkat 2 persen menjadi 706 miliar dollar AS.
Khusus untuk negara-negara berkembang di kawasan Asia, PMA tumbuh 4 persen menjadi 512 miliar dollar AS. Kawasan Asia merupakan kawasan penerima PMA terbesar.
Di Indonesia, menurut data BKPM, sektor penerima PMA terbesar adalah listrik, gas, dan air dengan nilai 2,876 miliar dollar AS untuk 558 proyek.