Tingkat polusi udara di DKI Jakarta diklaim menurun seiring dengan penerapan sejumlah kebijakan terkait pengendalian kualitas udara. Perluasan aturan ganjil genap disebut menjadi salah satu faktor yang paling signifikan mengurangi polusi udara tersebut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/AGUIDO ADRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat polusi udara di DKI Jakarta diklaim menurun seiring dengan penerapan sejumlah kebijakan terkait pengendalian kualitas udara. Perluasan aturan ganjil genap disebut menjadi salah satu faktor yang paling signifikan mengurangi polusi udara tersebut.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih, di Gedung DPRD DKI, Selasa (20/8/2019), menyatakan, dalam sepekan ini, 12-17 Agustus, kualitas udara di Ibu Kota terpantau membaik. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan data dari dua stasiun pemantauan kualitas udara (SKPU), yakni di Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, dan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Di SKPU Bundaran HI, penurunan konsentrasi polutan jenis PM 2,5 rata-rata tercatat sebesar 12 mikrogram per meter kubik (ug/m3) atau 18,97 persen dibandingkan sepekan sebelum uji coba perluasan ganjil genap dilaksanakan.
Pada periode yang sama, di SPKU Kelapa Gading, konsentrasi partikel debu halus berukuran PM 2,5 juga turun rata-rata sebesar 7,57 ug/m3 atau 13,51 persen.
”Jadi, ada perbaikan kualitas udara yang signifikan. Yang paling signifikan, itu pasti karena ada arah perbaikan dari sisi transportasi lewat perluasan ganjil genap dalam sepekan terakhir ini,” ujar Andono.
Ada perbaikan kualitas udara yang signifikan. Yang paling signifikan, itu pasti karena ada arah perbaikan dari sisi transportasi lewat perluasan ganjil genap dalam sepekan terakhir ini.
Uji coba perluasan ganjil genap mulai dilakukan pada 12 Agustus hingga 6 September 2019. Kebijakan ini diberlakukan selama sembilan jam, yakni pukul 06.00-10.00 dan pukul 16.00-21.00. Kebijakan perluasan ganjil genap di DKI diperluas, dari 9 ruas jalan menjadi 25 ruas jalan.
Andono menambahkan, upaya perbaikan kualitas udara memang tidak bisa dilihat hanya satu sisi, yaitu transportasi. Sejauh ini, Pemprov DKI Jakarta juga tengah menggencarkan sejumlah kebijakan sesuai Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 terkait Pengendalian Kualitas Udara.
”Ini upayanya kolektif yang mengarah kepada perbaikan kualitas udara, ya, penghijauannya, inspeksi cerobong asap industrinya, dan transportasinya,” kata Andono.
Mengurai kemacetan
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengklaim, ada penurunan tingkat kemacetan di 25 ruas jalan ganjil genap. Namun, dia enggan membeberkan detail penurunan tingkat kemacetan tersebut.
”Kemacetan bisa terurai, tetapi masih diukur berapa persen. Yang jelas, pasti ada kinerja lalu lintas dan lingkungan yang terus membaik. Dan, itu tak hanya di ruas jalan pusat, tetapi semua ruas signifikan pengurangan kemacetannya,” tutur Syafrin.
Kemacetan bisa terurai, tetapi masih diukur berapa persen. Yang jelas, pasti ada kinerja lalu lintas dan lingkungan yang terus membaik.
Syafrin menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta kini masih akan terus mengevaluasi penerapan perluasan ganjil genap sampai batas waktu uji coba selesai sebelum pemberlakuannya secara sah pada 9 September 2019 oleh Pemprov DKI Jakarta.
”Sekarang polanya ada dua, pengukuran tingkat kemacetan dan menerima masukan dari masyarakat. Itu semua kami kaji secara komprehensif,” kata Syafrin.
Di Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat, pukul 18.00-18.30, lalu lintas terpantau padat. Meski di jalan tersebut pada 16 ruas jalan diterapkan uji coba perluasan sistem ganjil genap, pengguna kendaraan mobil masih terlihat tidak mematuhi aturan. Sementara itu, pengendara sepeda motor juga memenuhi jalan tersebut.
Sejumlah polisi lalu lintas dan petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta tampak berjaga di beberapa tempat di Jalan Tomang Raya. Mereka tidak hanya melancarkan arus lalu lintas, tetapi juga memberikan peringatan kepada pengendara yang tidak mematuhi aturan ganjil genap.
Penambahan alat
Tahun ini, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan menambah dua alat pemantau kualitas udara PM 2,5. Kedua alat itu akan ditempatkan di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Dengan demikian, jumlah alat pemantau kualitas udara PM 2,5 milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menjadi lima unit. Saat ini, tiga alat pemantau kualitas udara berada di Kelapa Gading, Bundaran HI, dan Jagakarsa.
Andono menambahkan, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta akan kembali menambah alat pemantau kualitas udara PM 2,5 sebanyak delapan pada 2020. ”Penambahan alat ini bertujuan agar pemantauan kualitas udara lebih akurat dan komprehensif di seluruh titik kawasan Ibu Kota,” katanya.