Sambil memperingati Hari Konstitusi, yang jatuh setiap tanggal 18 Agustus, tokoh politik mewacanakan amendemen UUD 1945. Perubahan itu sesuai tantangan zaman.
Perkembangan masyarakat memunculkan kebutuhan ada amendemen agar isi konstitusi tetap relevan. Perubahan konstitusi, seperti pernah kita lakukan, bukan hal yang asing. Negara lain, seperti Amerika Serikat, juga sudah berulang kali melakukannya. Amendemen konstitusi dimaknai untuk memperbaiki, mengoreksi, atau merevisi konten asli. Di Indonesia, adalah terhadap UUD 1945.
Saat mewacanakan, dipesankan juga agar upaya melakukan amendemen disertai pengkajian mendalam, melibatkan masyarakat agar hasilnya optimal. Diharapkan pula agar amendemen tak menjadi bola liar (Kompas, 19/8/2019).
Terkait poin terakhir, dikemukakan fokus amendemen adalah untuk mengakomodasi aspirasi dihidupkannya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) guna menjamin kesinambungan pelaksanaan pembangunan. Hal ini disepakati fraksi-fraksi dan kelompok DPD di MPR, yang ingin mengembalikan wewenang MPR untuk menetapkan GBHN, melalui perubahan terbatas UUD 1945.
Wakil Presiden M Jusuf Kalla pada peringatan Hari Konstitusi menegaskan amendemen dimungkinkan selama tidak dilakukan terhadap Mukadimah (Pembukaan) UUD 1945. Oleh sebab dalam Mukadimah termuat dasar dan tujuan bernegara Indonesia, yaitu negara adil dan makmur, melalui proses mencerdaskan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Menurut Ketua MPR Zulkifli Hasan, MPR periode 2014- 2019 akan merekomendasikan kepada MPR 2019-2024 agar mewujudkan perubahan kelima yang lingkupnya lebih luas dari sekadar GBHN. Di luar itu, ada materi penataan kewenangan MPR dan DPD sehingga keberadaan kedua lembaga itu kian dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Juga mengenai penataan sistem presidensial, penataan kekuasaan kehakiman, serta penataan peraturan perundang-undangan dengan pedoman Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum.
Rekomendasi kepada MPR periode 2019-2024 ditempuh karena masa kerja MPR periode 2014-2019 tinggal 1,5 bulan lagi. Mereka tak bisa melakukan perubahan konstitusi mengingat pengajuan amendemen paling lambat adalah enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR.
Kita sepandangan, Indonesia hidup dalam derap dan irama kebangsaan yang dinamis. Tak bisa dimungkiri, lingkungan eksternal global berkembang dinamis. Hal ini membutuhkan tak saja cara pandang baru, tetapi juga respons baru. Kebutuhan meninjau kembali konstitusi juga dirasakan negara lain.
Namun, kita perlu mengingatkan dua hal. Pertama, rencana perubahan UUD 1945 dilakukan secara saksama, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serta didahului pengkajian mendalam. Kedua, perubahan tak membawa kita kembali pada masa lalu, misalnya dalam pemilihan presiden yang kini dipilih langsung oleh rakyat. Cuma dengan semangat reformatif dan merujuk pada kepentingan bangsa, amendemen konstitusi akan mendapatkan makna yang substansial dan hakiki.