Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan mengeluarkan surat peringatan dini kekeringan di wilayah Banten, Rabu (21/8/2019). Dalam surat peringatan dini ini dinyatakan seluruh zona di seluruh wilayah Provinsi Banten, termasuk Kota Tangerang Selatan, telah memasuki musim kemarau.
Oleh
PINGKAN ELITA DUNDU
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan mengeluarkan surat peringatan dini kekeringan di wilayah Banten, Rabu (21/8/2019). Dalam surat peringatan dini ini dinyatakan seluruh zona di seluruh wilayah Provinsi Banten, termasuk Kota Tangerang Selatan, telah memasuki musim kemarau.
Dalam keterangan resmi yang diterima wartawan, Kepala Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan Sukasno mengatakan, perlu kewaspadaan terkait dengan ancaman bencana kekeringan.
Kekeringan terpantau berdasarkan data hari tanpa hujan per 20 Agustus 2019. Data itu menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Banten mengalami deret hari kering lebih dari 20 hari hingga 60 hari.
Di Tangerang Selatan kekeringan terjadi di Kecamatan Pondok Aren dan Serpong. Hari tanpa hujan di kedua kecamatan itu mencapai 31 hari.
”Statusnya siaga,” kata Sukasno.
Prakiraan peluang curah hujan di kedua kecamatan ini sangat rendah.
Dari data BMKG Stasiun Klimatologi Tangerang Selatan, dasarian II per Agustus dan September lebih dari 90 persen dan prakiraan peluang curah hujan pada dasarian III Agustus dan dasarian September 2019 menunjukan bahwa beberapa daerah diperkirakan mengalami curah hujan sangat rendah.
Kekurangan air bersih
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Tangerang Selatan telah mendapatkan laporan warga kekurangan pasokan air bersih akibat terdampak musim kemarau.
Kepala Seksi Kesiapsiagaan BPBD Tangerang Selatan Urip Supriatna mengatakan, titik lokasi terdampak kemarau ialah di Perumahan Pesona Serpong dan Kampung Koceak di Kecamatan Setu.
”Kami menyuplai air bersih setiap hari mencapai tiga mobil tangki dengan kapasitas per unit 4.000 liter,” kata Urip.
Sukarti (35), warga perumahan Pesona Serpong, mengatakan, sejak tiga pekan terakhir, dampak kemarau makin parah.
Ia bersama warga lainnya di perumahan itu sudah kesulitan mendapatkan air bersih untuk mandi, masak, dan mencuci pakaian. Dalam kondisi kesulitan air bersih ini, warga terpaksa membeli air dari tukang air keliling dan membeli air galon.
Warga membeli air di tukang air keliling Rp 3.000 per jeriken. Satu pikul terdiri dari dua jeriken.
”Sekarang, saya harus membeli enam pikul air bersih dari tukang air keliling untuk kebutuhan mandi dan mencuci pakaian. Sementara untuk masak kami menggunakan air galon,” kata Sukarti, Rabu.