IAID dan Langkah RI di Afrika
Peribahasa Afrika
Indonesia berupaya menjaga momentum penguatan hubungan ekonomi dengan negara-negara di Afrika. Setelah sukses menyelenggarakan Indonesia-Afrika Forum (IAF) tahun 2018, Indonesia kembali menyelenggarakan Indonesia- Africa Infrastructure Dialogue (IAID), 20-21 Agustus 2019.
Indonesia menyadari perlu diplomasi ekonomi khusus untuk dapat meningkatkan akses pasar ke Benua Afrika, salah satunya melalui kerja sama bidang infrastruktur. Pelaksanaan IAID cukup strategis, tetapi perlu juga ditopang dengan beberapa langkah sinergis oleh semua pemangku kepentingan.
Kawasan Afrika menghadapi tantangan keterbatasan infrastruktur dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan meningkat jadi 4,1 persen pada 2020. Infrastruktur mendasar, seperti listrik, air, transportasi, dan komunikasi, masih sangat terbatas. Kehadiran infrastruktur dapat mendorong hubungan perdagangan antarnegara Afrika yang baru mencapai 17 persen dari total ekspor negara-negara Afrika.
Afrika membutuhkan sebesar 130-170 miliar dollar AS per tahun untuk pembangunan infrastruktur, dengan defisit 68-108 miliar dollar AS per tahun. Selama ini, negara-negara Afrika mengandalkan pinjaman dan hibah dari luar negeri sebagai komponen utama pendanaan infrastruktur, seperti dari China, AS, Perancis, dan India.
Pertarungan China-AS
Amerika Serikat dan China merupakan dua negara utama yang mendominasi pembiayaan pembangunan infrastruktur negara-negara Afrika. Pada periode 2014-2017, China melalui Bank Exim China dan Bank Pembangunan China memberikan pinjaman total 19 miliar dollar AS kepada negara-negara Afrika, di mana 8,7 miliar dollar AS telah digelontorkan tahun 2017. Sebagian besar pinjaman untuk mendanai proyek sektor transportasi, logistik, dan pelabuhan (52,7%), energi (17,6%), serta real estat (15%).
Prakarsa pendanaan pembangunan infrastruktur ini berimbas positif terhadap kerja sama di sektor lain, terutama perdagangan. Sebagai ilustrasi, nilai perdagangan bilateral China-Afrika meningkat signifikan selama 10 tahun menjadi 124,23 persen (Intracen, 2019).
Tahun 2018, nilai ekspor China ke Afrika 104,96 miliar dollar AS berkontribusi 19,1% terhadap total impor Afrika. Sementara itu, nilai impor China dari Afrika sebesar 99,03 miliar dollar AS berkontribusi menyerap 20,78% total ekspor Afrika.
Selain China, AS juga memberi pinjaman utama pembiayaan infrastruktur bagi negara-negara Afrika. Lembaga pembiayaan yang memiliki basis di AS cukup progresif membiayai proyek pembangunan pembangkit listrik di Afrika, mendanai 80 proyek pembangunan dengan nilai 14,5 miliar dollar AS.
Aspek positif lain dari kawasan Afrika adalah adanya peningkatan investasi asing secara langsung (FDI) 11 persen dengan nilai 46 miliar dollar AS tahun 2018. Peningkatan arus FDI ke Benua Afrika terjadi di tengah penurunan FDI di tingkat global dari 1,5 triliun dollar AS tahun 2017 menjadi 1,3 triliun dollar AS tahun 2018. Hal ini menunjukkan besarnya potensi di Afrika.
Potensi perdagangan dan investasi dengan kawasan Afrika disadari penuh oleh China. Secara pasti, selama periode 2013-2017, tren pertumbuhan FDI China signifikan 65 persen. Sebagaimana terjadi tahun 2017, peningkatan FDI China ke kawasan Afrika tetap menunjukkan peningkatan positif 106 persen, sementara FDI dari negara-negara lain, seperti AS dan Inggris, menurun.
China telah melakukan langkah strategis dengan berinvestasi pada sektor yang dapat mendukung kebutuhan bahan mentah industri dalam negeri.
Penurunan nilai FDI AS disinyalir menjadi salah satu penyebab penurunan nilai perdagangan bilateral AS-Afrika 29,32% selama 10 tahun terakhir. Tahun 2018, nilai ekspor AS ke Afrika 25,95 miliar dollar AS atau berkontribusi 4,73 persen terhadap total impor Afrika. Sementara itu, nilai impor AS adalah 36,89 miliar dollar AS yang menyerap 7,74 persen total ekspor Afrika. Hal ini menunjukkan pentingnya menggenjot nilai investasi dalam peningkatan nilai perdagangan dengan negara-negara Afrika.
Momentum IAID
Penyelenggaraan IAID tahun ini merupakan inisiatif Indonesia di tengah upaya untuk membuka akses dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar Afrika.
Nilai ekspor Indonesia masih di bawah Singapura dan Thailand dengan nilai ekspor masing-masing 5,95 miliar dollar AS dan 7,46 miliar dollar AS tahun 2018. Nilai ekspor Indonesia ke Afrika mencapai 4,76 miliar dollar AS yang hanya berkontribusi 0,87 persen terhadap total impor Afrika, sedangkan nilai impor Indonesia dari Afrika mencapai 6,49 miliar dollar AS atau menyerap 1,36 persen total ekspor Afrika. Impor Indonesia dari Afrika antara lain bahan bakar mineral minyak, besi dan baja, biji cokelat, pulp kayu, serta kapas.
Dengan kata lain, meski nilai perdagangan naik 24,4 persen dari 9,05 miliar dollar AS tahun 2017 menjadi 11,26 miliar dollar AS tahun 2018, Indonesia mengalami defisit nilai perdagangan 1,7 miliar dollar AS dengan Afrika. Ini akibat terjadi penurunan nilai ekspor kelapa sawit Indonesia ke Afrika serta peningkatan nilai impor bahan bakar mineral dan minyak dari Afrika.
Oleh sebab itu, terdapat beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan di Indonesia untuk menindaklanjuti IAID.
Pertama, mengidentifikasi produk unggulan Indonesia agar dapat memenuhi permintaan di Afrika, utamanya yang dapat bersaing dari sisi harga dan kualitas.
Kedua, mempertimbangkan pemberian kemudahan layanan dan insentif bagi perusahaan yang mengekspor ke Afrika untuk dapat mendorong perusahaan Indonesia semakin aktif mendukung perwakilan RI membuka akses pasar di kawasan Afrika. Demikian pula sebaliknya, otoritas dan pelaku usaha Indonesia juga perlu mengedepankan baik sangka terhadap pebisnis Afrika yang berkunjung ke Indonesia.
Ketiga, mengubah cara pandang dalam berbisnis dengan Afrika. Pendekatan ”cinta satu malam” (one night stand) yang mengejar keuntungan besar dalam waktu singkat tidak tepat untuk Afrika. Perusahaan Indonesia perlu mengikis kekhawatiran berlebihan atas faktor risiko berbisnis di Afrika.
Keempat, mempertimbangkan keleluasaan bagi Bank Exim Indonesia untuk dapat mendanai proyek pembangunan strategis di pasar prospektif, seperti Afrika. Sebagaimana negara-negara lain yang telah memasuki Afrika, hal ini dapat memuluskan hubungan dengan pemerintah setempat.
Kelima, mempersiapkan langkah ekspansi ke kawasan Afrika secara serius. Investasi di kawasan Afrika dapat mendekatkan Indonesia dengan bahan mentah industri yang memiliki nilai impor tinggi sehingga lebih efisien.
Pelaksanaan IAID merupakan babak baru bagi Indonesia untuk mengambil langkah- langkah strategis mengatasi ketertinggalan dalam menjaring kesempatan ekonomi di kawasan Afrika. Upaya membuka akses pasar dan memenangkan persaingan memerlukan perencanaan dan kajian komprehensif.
Ratlan Pardede Duta Besar RI untuk Tanzania Merangkap Rwanda, Burundi, dan Komoro