Regenerasi Politik DPR
Pemilihan Umum 2019 menghasilkan 575 calon anggota legislatif dari 9 partai politik untuk menjadi anggota DPR selama lima tahun ke depan. Sebagian besar anggota DPR periode 2019-2024 didominasi muka lama. Hal ini menunjukkan proses regenerasi di parlemen berlangsung lamban.
Regenerasi selalu menjadi isu penting yang menyertai pergantian personel organisasi lembaga negara seperti DPR. Sebuah organisasi harus melakukan regenerasi agar mendapatkan anggota baru yang lebih muda dan berkualitas.
DPR kerap dituding sebagai lembaga yang lamban dalam menjalankan regenerasi. Hal ini bisa dilihat dari dominasi generasi tua yang selalu terpilih dari pemilu ke pemilu. Salah satu pemicunya adalah minat generasi muda untuk terjun ke dunia politik rendah lantaran stigma politik adalah kotor, kejam, korup, dan amburadul.
Dominasi elite politik generasi tua ikut menghambat peluang ”politisi muda” menembus DPR. Partai politik dan DPR sebagai tempat untuk menggembleng kualitas para kader muda akhirnya tidak berfungsi optimal.
Pengalaman dan kredibilitas kaum muda dalam aktivitas politik juga kerap disangsikan. Kader muda yang seharusnya dipersiapkan untuk menggantikan generasi tua justru akhirnya ”dipaksa” antre, menunggu jatah kursi yang ditinggalkan oleh senior mereka.
Mayoritas pemilih juga cenderung memilih sosok yang lebih dewasa karena dipercaya telah memiliki pengalaman berpolitik yang mumpuni. Sebaliknya, caleg-caleg muda dengan wajah yang masih segar cenderung diabaikan karena dianggap baru belajar berpolitik.
Klasifikasi generasi
Temuan Litbang Kompas mengungkapkan, dari 575 anggota DPR terpilih, sebagian besar menumpuk pada generasi dengan rentang usia 40 hingga 70 tahun. Rentang usia ini terbagi dalam generasi X (gen X) dan baby boomers. Adapun proporsi generasi Y atau milenial dan generasi Z hanya 10 persen.
Data itu diolah dari daftar calon tetap (DCT) caleg DPR yang diprediksi lolos ke Senayan. Tidak semua caleg memiliki data administrasi terkait tanggal kelahiran sehingga pengolahan data hanya dilakukan kepada mereka yang memiliki data itu. Caleg yang tidak mencantumkan informasi itu tak dihitung dalam analisis.
Klasifikasi generasi terhadap anggota DPR ini dimaksudkan untuk menggambarkan postur DPR berdasarkan sebaran kelompok usia para anggotanya. Klasifikasi generasi ini juga bisa digunakan untuk melihat tren hubungan antargenerasi yang berdampak pada hubungan kerja dan akhirnya bermuara pada karakter dan kinerja Dewan selama satu periode.
Karl Mannheim dalam The Problem of Generations, Essays on the Sociology of Knowledge (1952) mendefinisikan generasi sebagai konstruksi sosial yang di dalamnya terdapat sekelompok orang yang memiliki kesamaan umur dan pengalaman historis serupa. Individu yang menjadi bagian dari satu generasi adalah mereka yang memiliki kesamaan tahun lahir dalam rentang 20 tahun dan berada dalam sosial serta dimensi sejarah yang sama.
Banyak ahli ilmu sosial memberikan definisi tentang generasi. Namun, esensi dari definisi tersebut setidaknya menyebutkan generasi sebagai kumpulan yang ditandai dengan kesamaan dimensi sosial, dimensi sejarah, dan rentang waktu tahun kelahiran.
Klasifikasi generasi yang populer adalah model yang dibuat Lancester & Stillman (2002), yang membagi generasi manusia dalam empat generasi dari rentang waktu kelahiran paling tua adalah tahun 1900 dan yang paling muda tahun 1999. Kelompok generasi pertama dinamakan tradisionalist, lahir dalam rentang 1900-1945.
Kelompok kedua adalah baby boomers yang lahir dalam rentang tahun 1946-1964. Kelompok ketiga merupakan generation xers atau generasi X yang lahir tahun 1965-1980. Kelompok terakhir adalah generation Y atau generasi milenial yang lahir tahun 1981-1999. Manusia yang lahir setelah tahun 1999 sudah dikategorikan sebagai generasi termuda, generasi Z.
Generasi lama
Komposisi anggota DPR periode 2019-2024 memperlihatkan ketimpangan generasi yang cukup besar antara generasi lama (diwakili baby boomers dan generasi X) dan generasi muda yang direpresentasikan oleh generasi Y atau generasi milenial. Dari DCT yang sudah diprediksi perolehan kursinya, diketahui mayoritas anggota DPR baru menumpuk di generasi X yang berusia 39-54 tahun. Jumlah anggota DPR dari generasi ini 259 orang.
Baby boomers menempati peringkat kedua dengan 183 anggota. Generasi yang lebih tua ini ternyata masih banyak dipercaya oleh rakyat untuk menjadi anggota Dewan periode baru. Masih ada generasi tertua, tradisionalist, yang menjadi anggota Dewan meski jumlahnya tidak signifikan, yaitu 2 orang. Mereka merupakan caleg dari Partai Demokrat kelahiran tahun 1939 dan caleg dari PDI- P kelahiran 1943.
Anggota Dewan dari kelompok baby boomers didominasi oleh mereka yang lahir tahun 1950 dan 1960. Baby boomers yang lahir tahun 1960-1964 berjumlah 91 orang, sementara yang lahir tahun 1950 berjumlah 80 orang. Generasi X menyediakan anggota Dewan yang lebih muda dengan konsentrasi kelahiran tahun 1970 dan 1960. Generasi X yang lahir tahun 1970 sebanyak 151 orang, sementara yang tahun kelahirannya lebih tua—hingga tahun 1965—sebanyak 100 orang.
Urgensi regenerasi
Dominasi generasi lama merupakan ironi bagi generasi muda yang direpresentasikan oleh kaum milenial dengan usia kurang dari 40 tahun. Kaum milenial sebagai generasi penerus seolah kurang mendapat tempat yang memadai di DPR. Jumlah mereka hanya 49 orang. Generasi yang lebih muda, yaitu generasi Z, mulai terlihat di DPR dengan diwakili 3 orang.
Politisi muda yang baru pertama kali menjadi anggota Dewan mungkin harus berjuang keras untuk memperjuangkan idealisme mereka. Pada saat yang sama, tuntutan akan pengalaman yang matang membuat politisi muda harus ”berguru” kepada para seniornya. Di sinilah bisa muncul konflik antara idealisme dan realitas politik.
Bisa terjadi apatisme politik di kalangan pemuda. Persoalannya, apatisme yang muncul secara masif akan mengancam kelangsungan perjuangan politik. Karena itulah regenerasi politik sangat dibutuhkan demi kaderisasi politik yang sehat.
(Litbang Kompas)