Prevalensi Masalah Kesehatan Jiwa di Kalsel Terus Meningkat
›
Prevalensi Masalah Kesehatan...
Iklan
Prevalensi Masalah Kesehatan Jiwa di Kalsel Terus Meningkat
Jumlah sumber daya manusia untuk menangani orang dengan gangguan mental di Kalimantan Selatan masih belum memadai. Padahal, prevalensi rumah tangga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa terus meningkat.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
MARTAPURA, KOMPAS – Jumlah sumber daya manusia untuk menangani orang dengan gangguan mental di Kalimantan Selatan masih belum memadai. Padahal, prevalensi rumah tangga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa terus meningkat.
Berdasarkan riset kesehatan dasar, prevalensi rumah tangga yang memiliki orang dengan gangguan jiwa di Kalimantan Selatan meningkat dari 1,7 per 1.000 penduduk pada 2013 menjadi 5 per 1.000 penduduk pada 2018.
Direktur Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum dr H IBG Dharma Putra di Gambut, Kabupaten Banjar, Rabu (21/8/2019), mengemukakan, sekitar 450 orang dengan gangguan jiwa saat ini menjalani rawat inap di RSJ Sambang Lihum. Dari jumlah tersebut, 110 orang di antaranya adalah para pecandu narkoba.
”Untuk menangani pasien tersebut, jumlah SDM kami masih kurang, yakni baru 35 persen dari jumlah SDM ideal. Kekurangan paling utama adalah dokter spesialis di luar spesialis kesehatan jiwa dan dokter spesialis kesehatan jiwa konsultan,” katanya.
Kekurangan tenaga kesehatan itu, menurut Dharma, sempat membuat RSJ milik Pemprov Kalsel yang berada di Gambut, Kabupaten Banjar tersebut direkomendasikan turun kelas oleh Kementerian Kesehatan, dari RS kelas A menjadi RS kelas B.
Untuk mempertahankan status kelas, RSJ Sambang Lihum harus memenuhi kekurangan SDM paling lambat 12 Agustus 2019. Sebelum tenggat waktu tersebut lewat, RSJ Sambang Lihum berhasil menjalin kerja sama dengan RSUD Dr Soetomo Surabaya untuk bantuan tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis kesehatan jiwa konsultan.
”Kami meminta bantuan dokter spesialis kesehatan jiwa konsultan dari Surabaya selama dua tahun sampai dokter spesialis kesehatan jiwa konsultan yang kami persiapkan menyelesaikan pendidikan,” ujar Dharma.
Selanjutnya, untuk memenuhi tenaga dokter spesialis di luar spesialis kesehatan jiwa, RSJ Sambang Lihum bekerja sama dengan RSUD di Banjarmasin, Martapura, dan Banjarbaru. Dengan begitu, RSJ Sambang Lihum akhirnya tidak jadi turun kelas.
”Untuk sementara, persoalan kekurangan SDM di RSJ Sambang Lihum bisa diselesaikan. Namun, untuk mempertahankan kualitas rumah sakit secara berkelanjutan, SDM yang belum ada harus dipenuhi,” tuturnya.
Perlu dukungan
Menurut Dharma, RSJ Sambang Lihum memerlukan dukungan pemerintah pusat maupun daerah dalam pemenuhan tenaga kesehatan. Selain itu, juga diperlukan dukungan dari masyarakat untuk menerima kembali pasien yang telah sembuh.
”Dalam standar operasional prosedur pelayanan kami, orang dengan gangguan jiwa akan pulih dalam waktu 23 hari dan para pecandu narkoba akan pulih dalam waktu tiga bulan. Setelah itu, mereka harus kembali ke masyarakat,” katanya.
Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang Medik RSJ Sambang Lihum H Iswantoro mengatakan, pasien RSJ Sambang Lihum yang sudah sembuh juga dibekali keterampilan sebelum kembali ke masyarakat. Mereka dilatih untuk kerja, antara lain mencuci mobil dan sepeda motor, menyemir sepatu, serta membuat telur asin.
”Persoalannya selama ini, jarang ada yang mau menyerap tenaga mereka setelah keluar dari RSJ. Akhirnya pasien yang sudah sembuh pun balik lagi. Kalau saja ada yang menyerap, mereka bisa percaya diri dan hidup mandiri,” ujarnya.