Diana Sastra, penyanyi tarling—kependekan gitar dan suling—pantura, kangen pentas di Ibu Kota. Bukan ketenaran atau rupiah yang ia kejar. Perempuan berumur 41 tahun ini sudah menjadi superstar di Pantura Cirebon, Jawa Barat, dan sekitarnya. Bayaran tampil di desa-desa bisa lebih besar. Lalu, untuk apa ke Jakarta?
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
Diana Sastra, penyanyi tarling—kependekan gitar dan suling—pantura, kangen pentas di Ibu Kota. Bukan ketenaran atau rupiah yang ia kejar. Perempuan berumur 41 tahun ini sudah menjadi superstar di Pantura Cirebon, Jawa Barat, dan sekitarnya. Bayaran tampil di desa-desa bisa lebih besar. Lalu, untuk apa ke Jakarta?
”Ini misi kebudayaan agar kesenian tarling lebih dikenal. Tampil di kota besar juga rasanya beda dibandingkan di pantura. Saat manggung di Bentara Budaya Jakarta (2013), misalnya, yang menonton itu ada berambut pirang, bule, dan dari mana-mana,” ujar Diana dalam obrolan bersama Kompas di kediamannya di Desa Megu Gede, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Selasa (6/8/2019).
Ia menyadari, penonton di kota besar tidak semua paham lirik lagu tarling berbahasa Cirebon-Dermayu seperti di daerah asalnya. Namun, menurut dia, musik tarling dengan jedag-jedug dan mendayu-dayu tetap dapat dinikmati. Salah satunya, mendiang Presiden Gus Dur yang menyukai lagu tarling ”Remang-remang”.
Itu sebabnya, Diana tidak menolak jika ada undangan tampil di kota besar. Diana yang telah menggeluti tarling 23 tahun dan melahirkan sekitar 30 album juga tidak ingin kesenian khas pantura tersebut hanya bersinar di daerah, tetapi asing di kota besar.
Kolaborasi tarling pun ia lakukan dengan musik keroncong dan reggae. Harapannya, tarling bisa menyapa berbagai kalangan, tua dan muda, di desa hingga kota besar. ”Saya juga kepengen memadukan tarling dengan jazz,” ucap perempuan berambut gimbal ini.
Namun, pimpinan Dian Prima Entertainment ini enggan menjelma ”artis nasional”. Ia lebih memilih menelurkan berbagai karyanya di daerahnya, dari rekaman hingga membuat klip video. Lagi pula, kehadiran Diana Sastra di desa kerap disambut meriah oleh anak yatim. Hasil saweran saat ia tampil kerap dibagikan kepada bocah yatim.