Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menyiapkan lahan 20.000 hektar untuk kawasan industri. Pembangunan kawasan itu diharapkan mampu mengurangi tingginya pengangguran dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun, hal itu berpotensi mengurangi luasan lahan pertanian di sentra padi nasional ini.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menyiapkan lahan 20.000 hektar untuk kawasan industri. Pembangunan kawasan itu diharapkan mampu mengurangi tingginya pengangguran dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Namun, hal itu berpotensi mengurangi luasan lahan pertanian di sentra padi nasional ini.
Dinamakan Kawasan Peruntukan Industri (KPI), aturannya tercantum pada revisi Peraturan Daerah Kabupaten Indramayu Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Indramayu 2011-2031. Dalam revisi yang saat ini diajukan kepada Pemerintah Provinsi Jabar itu, KPI Indramayu melonjak dari sebelumnya 2.000 hektar untuk industri besar dan menengah menjadi 20.000 hektar.
Angka itu sekitar 10 persen dari luas Indramayu, yaitu 209.000 hektar. KPI tersebar di 10 kecamatan, yakni Sukra seluas 2.814 hektar, Patrol (1.385 hektar), Kandanghaur (2.025 hektar), Losarang (4.523 hektar), Balongan (1.438 hektar), Juntiyuat (643,1 hektar), Krangkeng (3.507 hektar), Tukdana (664,1 hektar), Terisi (1.379 hektar), dan Gantar (1.574 hektar).
”Daerah pertama yang akan dikembangkan tahun 2020 adalah Losarang. Di sana akan dibangun pelabuhan regional,” ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Indramayu Wawang Irawan kepada Kompas, Kamis (22/8/2019), di Indramayu. Selain pengolahan perikanan, industri yang dikembangkan adalah padat karya.
Menurut Wawang, kawasan industri dibutuhkan untuk mengurangi tingkat pengangguran terbuka (TPT), sekaligus meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi (LPE). Berdasarkan pemetaan Pemprov Jabar 2018, Indramayu termasuk dalam daerah dengan LPE terendah, di bawah 2 persen. Namun, TPT-nya mencapai 8,3 persen. Padahal, LPE daerah lain di Jabar lebih dari 5 persen.
Lesunya perekonomian Indramayu, lanjut Wawang, tampak pada sepinya jalur pantura yang sebelum tersambungnya Jalan Tol Trans-Jawa menjadi salah satu pusat perekonomian. Pemandangan rumah makan, tempat oleh-oleh, hingga bengkel yang tutup sudah lazim terlihat di sana.
Jalur pantura yang sebelum tersambungnya Jalan Tol Trans-Jawa menjadi salah satu pusat perekonomian kini sepi.
”Kalau 1 hektar lahan industri, bisa menyerap lebih dari 100 tenaga kerja. Kalau 1 hektar lahan pertanian, paling banyak hanya 20 pekerja. Makanya, kami ingin mengembangkan kawasan industri,” katanya.
Apalagi, Indramayu termasuk dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 juga menyatakan, Indramayu dalam wilayah pusat pertumbuhan industri Jabar.
Menurut Wawang, Indramayu memiliki prospek cerah untuk kawasan industri. Pelabuhan Patimban, Subang, yang dicanangkan melayani ekspor-impor, misalnya, hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari Patrol, salah satu kecamatan terdekat dengan Subang.
Bandara Internasional Jabar Kertajati di Kabupaten Majalengka juga hanya berjarak 24 kilometer dari Tukdana, wilayah yang disiapkan sebagai kawasan industri. Begitupun dengan Terisi dan Gantar yang tidak jauh dari pintu keluar Cikedung ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan.
Padi terancam
Meskipun mengejar kawasan industri, menurut Wawang, pihaknya tetap berkomitmen menjadikan Indramayu sebagai penyangga pangan nasional. Dengan luas sawah lebih dari 114.000 hektar, setiap tahun Indramayu mampu memproduksi hingga 1,7 juta ton padi yang dipasok ke sejumlah daerah di Jabar dan Jakarta.
”Kawasan industri ini menyasar lahan tidak produktif, seperti di pesisir. Kami juga sudah mengusulkan lahan pertanian pangan berkelanjutan seluas 85.000 hektar. Hingga 20 tahun ke depan, lahan pertanian tidak boleh kurang dari jumlah itu,” ujarnya.
Akan tetapi, menurut Kepala Seksi Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Pangan Dinas Pertanian Indramayu Rustanto, pihaknya kesulitan menahan petani menjual lahannya. Dalam 10 tahun terakhir, sekitar 2.000 hektar sawah beralihfungsi. ”Itu tanah petani sendiri. Kami tidak bisa apa-apa,” ucapnya.
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Indramayu Sutatang mengatakan belum mengetahui rencana pembangunan kawasan industri 20.000 hektar. Namun, lanjutnya, lahan produktif tetap harus dipertahankan.
”Kalau tidak, Indramayu bukan lagi lumbung pangan nasional,” ujarnya.