Selain mekanisme kerja, pengawasan melekat di internal kejaksaan juga mendesak dikuatkan, terutama yang berkaitan dengan program Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat dan Daerah. Pasalnya, ada 14.356 kegiatan di pusat dan daerah yang dikawal oleh tim pencegahan yang menjadi program unggulan milik kejaksaan ini sepanjang 2015-2019.
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain mekanisme kerja, pengawasan melekat di internal kejaksaan juga mendesak dikuatkan, terutama yang berkaitan dengan program Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat dan Daerah. Pasalnya, ada 14.356 kegiatan di pusat dan daerah yang dikawal oleh tim pencegahan yang menjadi program unggulan milik kejaksaan ini sepanjang 2015-2019.
Terlebih lagi, berdasarkan data yang dimiliki Kejaksaan Agung, nilai keseluruhan proyek yang dikawal itu mencapai Rp 948,53 triliun dan 40 juta dollar Amerika Serikat.
Jaksa Agung Muda Intelijen Jan Samuel Marinka di Jakarta, Rabu (21/8/2019), menyampaikan, penataan ulang program TP4 di pusat dan daerah yang berada di bawah unitnya ini akan segera dilakukan agar tidak lagi terjadi penyelewengan oleh aparatur jaksa. Salah satunya adalah memperkuat pengawasan, baik internal maupun eksternal.
”Dengan kondisi semacam ini, kami tentunya memahami dengan jumlah hampir lebih dari 10.000 proyek pekerjaan perlu juga dilakukan pengawasan secara ketat dan fokus. Juga perlu penataan dengan jumlah jaksa yang terbatas,” ujar Jan.
Jan pun menegaskan komitmen untuk kesuksesan percepatan pembangunan dan upaya pemberantasan korupsi masih dipegang kejaksaan. Oleh karena itu, pihaknya segera melakukan pencarian dan menyerahkan jaksa fungsional dari Kejaksaan Negeri Surakarta, Satriawan Sulaksono, yang turut membantu jaksa fungsional dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Eka Safitra, menerima suap Rp 221,74 juta terkait tugasnya di TP4D.
Akibat aksi suap ini, proyek pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta, yang nilai proyeknya mencapai Rp 10,89 miliar di bawah Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Pemukiman Kota Yogyakarta itu berhenti.
Satriawan sempat menghilang saat operasi tangkap tangan terhadap Eka dilakukan pada Senin (19/8/2019). Hingga ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (20/8/2019), Satriawan masih tak diketahui keberadaannya sehingga diimbau oleh KPK untuk menyerahkan diri.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan siap memberikan bantuan pengawasan dan pendampingan untuk kelangsungan TP4 tersebut jika diperlukan. KPK pun mendukung program tersebut karena bertujuan mempercepat pembangunan dan mencegah uang negara dikorupsi saat proyek berjalan.
Jaksa nakal
Jaksa Agung Muda Pengawasan M Yusni mengungkapkan, upaya pengawasan dan penindakan terhadap jaksa nakal terus dilakukan. Pelatihan dan pembinaan juga terus dilakukan secara rutin. Namun, data dari KPK menunjukkan, delapan jaksa ditangani KPK sepanjang 2015-2019 dari jumlah keseluruhan yang ditindak sebanyak 12 jaksa.
Data dari kejaksaan menunjukkan, penindakan terhadap jaksa nakal meningkat pada periode 2015-2017. Pada 2015, jaksa yang dijatuhi sanksi ringan, sedang, dan berat tercatat sebanyak 141 jaksa. Jumlah itu meningkat pada 2016 menjadi 202 jaksa, kemudian pada 2017 naik menjadi 309 jaksa. Angka tersebut turun pada 2018 menjadi 135 jaksa. Lalu periode Januari-Juni 2019 tercatat 98 jaksa yang dijatuhi sanksi oleh unit pengawasan.
”Kami berharap (penangkapan jaksa) ini yang terakhir. Jangan sampai ada terulang kembali seperti ini. Kami dari pengawasan tidak kurang ikut membina, melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, inspeksi, dan sebagainya. Kami harapkan ini menjadi contoh dan memberikan efek jera kepada rekan-rekan yang lain,” kata Yusni.
Secara terpisah, anggota Komisi Kejaksaan, Erna Ratnaningsih, menangkap secara keseluruhan reformasi kejaksaan belum berjalan optimal. Pengawasan melekat pun tak berjalan semestinya meski selalu disebutkan akan diperkuat. Masukan yang kerap diberikan pun urung dijalankan oleh pimpinan kejaksaan. Pembentukan TP4 memperoleh apresiasi karena tujuannya baik, tetapi mekanisme dan prosedur kerja yang tumpang-tindih antara pengawasan dan penindakan sekaligus melalui tim yang sama dinilai rentan terjadi konflik kepentingan yang berujung pada aksi korup.