Antisipasi Kekeringan di Pantura Belum Jangka Panjang
›
Antisipasi Kekeringan di...
Iklan
Antisipasi Kekeringan di Pantura Belum Jangka Panjang
Kekeringan di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat, terus berulang setiap memasuki kemarau. Hingga kini, belum ada langkah antisipasi jangka panjang di daerah pantai utara tersebut.
Oleh
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Kekeringan di sejumlah daerah di Kabupaten Indramayu dan Cirebon, Jawa Barat, terus berulang setiap memasuki kemarau. Hingga kini, belum ada langkah antisipasi jangka panjang di daerah pantai utara tersebut.
Di Kabupaten Indramayu, misalnya, penanganan kekeringan dilakukan dengan menyalurkan air bersih ke desa terdampak. Daerah itu adalah Desa Krangkeng dan Desa Kalianyar di Kecamatan Krangkeng serta Desa Limbangan dan Desa Lombang di Kecamatan Juntinyuat.
”Sejak Juli, kami sudah mengirimkan 64.000 liter air. Jika masih ada permintaan air bersih, kami akan salurkan lagi,” kata Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Indramayu Caya, kepada Kompas, Jumat (23/8/2019), di Indramayu.
Menurut Caya, empat desa di dua kecamatan tersebut kerap dilanda kekeringan setiap kemarau. Sumur warga mengering, sementara air PAM tidak sampai karena jarak daerah itu paling ujung dari sumber air. Ratusan warga pun terdampak kekeringan.
Meski berulang, Caya mengakui, belum ada solusi jangka panjang terkait kekeringan di daerah itu. Pembuatan sumur bor tidak bisa mencegah dampak kekeringan karena air di tanah terasa asin.
Belum ada solusi jangka panjang terkait kekeringan di daerah itu. Pembuatan sumur bor tidak bisa mencegah dampak kekeringan karena air di tanah terasa asin.
”Ini seperti jatuh ke lubang yang sama setiap tahun. Untuk itu, kami sedang mengkaji membuat embung di sana sehingga ada wadah menampung air hujan. Kami akan koordinasi dengan pemerintah desa untuk mengalokasi anggarannya juga,” ujarnya.
Selain menyalurkan air bersih, pihaknya sempat mencoba meminta bantuan hujan buatan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Namun, menurut dia, potensi hujan buatan di Indramayu kecil karena wilayah pesisir.
Langkah lainnya adalah mendorong Bupati Indramayu menetapkan status siaga darurat bencana kekeringan sehingga tersedia anggaran penanganan kekeringan. Adapun siaga darurat kekeringan di Indramayu berlangsung dari Juli hingga 30 September 2019. ”Kalau kekeringan masih berlanjut, statusnya diperpanjang,” katanya.
Penanganan kekeringan di Cirebon juga masih mengandalkan pembagian air bersih. Jumat siang, BPBD Kabupaten Cirebon menyalurkan 4.300 liter air kepada sekitar 400 warga di Desa Slangit dan 10.600 liter air kepada sekitar 2.205 warga di Desa Kreyo, Klangenan.
”Kami sudah mengirimkan lebih dari 817.000 liter air ke daerah terdampak kekeringan. Penyaluran air bersih akan terus dilakukan,” kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Cirebon Eman Sulaeman.
Tanpa bantuan air bersih, warga di Desa Slangit bergantung pada air irigasi tersier yang berisi lumut dan beberapa sampah plastik untuk mandi dan mencuci. Air tersebut disedot menggunakan mesin pompa dengan pipa ke sumur warga. Untuk mengisi penuh sumur dengan kedalaman sekitar 10 meter, warga mengeluarkan uang Rp 25.000. Adapun untuk kebutuhan air minum, warga membeli air isi ulang, Rp 4.000 per galon atau 19 liter.
Adi Sucipto, Kepala Seksi Pemerintahan Desa Slangit, mengatakan, selama ini, warga mendapatkan air dari desa lain atau menampung air hujan di sumur dan menyedot air irigasi. ”Dulu, warga terpaksa tidak menanam padi karena mengutamakan air irigasi untuk kebutuhan domestik. Dana Desa belum dimanfaatkan untuk membangun embung karena masih banyak infrastruktur jalan yang harus diperbaiki,” katanya.