Dari 20 Capim KPK, Ada yang Tak Patuh LHKPN dan Punya Catatan Kelam
›
Dari 20 Capim KPK, Ada yang...
Iklan
Dari 20 Capim KPK, Ada yang Tak Patuh LHKPN dan Punya Catatan Kelam
Sebanyak 20 orang dinyatakan lolos tes profile assessment calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, aktivis korupsi menilai masih terdapat sejumlah catatan terhadap 20 calon pimpinan yang lolos tes ini.
Oleh
PRADIPTA PANDU/KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebanyak 20 orang dinyatakan lolos tes profile assessment calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, aktivis korupsi menilai masih terdapat sejumlah catatan terhadap 20 calon pimpinan yang lolos tes ini.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, sejumlah catatan terhadap 20 capim yang lolos tes ini salah satunya yakni ketidakpatuhan sejumlah capim dalam mengirimkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN).
Menurut Kurnia, melaporkan LHKPN merupakan salah satu indikator untuk mengukur integritas seorang penyelenggara negara. Mematuhi LHKPN bagi penyelenggara negara juga perintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN serta Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016.
Selain itu, Kurnia juga memandang masih terdapat beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi mempunyai catatan kelam pada masa lalu. Artinya, panitia seleksi dinilai tidak mempertimbangkan isu rekam jejak dengan baik.
Kurnia juga memandang masih terdapat sejumlah persoalan dalam proses seleksi capim KPK ini. Persoalan itu antara lain terkait tindakan atau pernyataan panitia seleksi, proses seleksi, hingga calon-calon yang tersisa atau dinyatakan lolos.
“Maka dari itu kami dari Koalisi Kawal Capim KPK menuntu Presiden Joko Widodo memanggil serta mengevaluasi pansel. Mereka juga diharapkan agar lebih peka dan responsive terhadap masukan masyarakat serta mencoret nama-nama yang tidak patuh melaporkan LHKPN dan mempunyai rekam jejak bermasalah,” katanya.
Masih terdapat beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi mempunyai catatan kelam pada masa lalu. Artinya, panitia seleksi dinilai tidak mempertimbangkan isu rekam jejak dengan baik
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar mengatakan, pansel harus memikirkan sejumlah hal dalam menyeleksi capim KPK seperti kesinambungan KPK. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih orang-orang lama dan sudah berpengalaman di KPK.
"Orang lama ini tidak harus komisioner, pegawai KPK juga seharusnya bisa dimasukkan. Ini penting demi menjaga kesinambungan," ujarnya.
Zainal berharap, pansel juga tidak mengulangi kesalahan berpikir bahwa harus ada komisioner KPK yang berlatarbelakang polisi dan jaksa. Pansel juga harus mengingat bahwa nama baik Presiden dipertaruhkan jika capim yang dipilih oleh pansel tidak berintegritas atau memiliki rekam jejak yang kurang baik.
Pengumuman kelolosan tes profile assessment ini disampaikan langsung ketua panitia seleksi calon pimpinan KPK Yeti Garnasih di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat siang. Peserta yang lolos tes ini akan melanjutkan seleksi ke tahapan selanjutnya yakni tes kesehatan, wawancara, dan uji publik.
Latar belakang peserta yang lolos terbanyak berasal dari anggota Polri yakni 4 orang, disusul akademisi 3 orang, dan masing-masing 2 orang dari jaksa, peagwai negeri sipil (PNS), dan pegawai atau komisioner KPK.
Profesi lain
Bertentangan dengan masukan dari aktivis anti korupsi, hal berbeda disampaikan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Trimedya Panjaitan. Menurut dia, komposisi capim saat ini menunjukkan fenomena yang menarik karena terdapat calon yang berprofesi sebagai hakim. Keberadaannya melengkapi dua unsur penegak hukum lainnya, yaitu polisi dan jaksa.
Jika hakim, jaksa, dan polisi tersebut lolos hingga tahap fit and proper test, ini akan menjadi sejarah. Pertama kalinya tiga elemen penegak hukum lengkap mengikuti seleksi hingga tahap tersebut.
Ia menambahkan, Komisi III menunggu kepastian dari presiden apakah fit and proper test akan diserahkan pada DPR periode 2014—2019 atau periode berikutnya. Sebab masa jabatan mereka akan habis pada akhir September mendatang. DPR membutuhkan waktu paling lama dua hari untuk menyelenggarakan tes tersebut.
“Kami berharap, capim KPK periode ini akan lebih baik dari periode sebelumnya. Mereka juga harus tegas menentukan arah kebijakan, ingin memprioritaskan pencegahan atau penindakan korupsi,” kata Trimedya.
Berkaca pada pimpinan KPK 2015—2019, pada saat fit and proper test tak ada satu pun yang mempresentasikan untuk memprioritaskan penindakan. Akan tetapi, kenyataannya, aktivitas mereka didominasi oleh operasi tangkap tangan (OTT).
Menurut Trimedya, langkah tersebut perlu didalami kembali, apakah cukup signifikan dalam menangani korupsi. “Sejak dulu kami konsisten bahwa pencegahan korupsi semestinya yang diprioritaskan,” katanya.
Guna mendukung pencegahan, KPK juga perlu menguatkan kerja sama dengan pemerintah. Salah satunya dengan memanfaatkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan kecenderungan kementerian yang mendapatkan anggaran terbesar sebagai prioritas objek pengawasan.