21 Warga Tolak Penggusuran Lahan Akses Jembatan Sungai Palu
›
21 Warga Tolak Penggusuran...
Iklan
21 Warga Tolak Penggusuran Lahan Akses Jembatan Sungai Palu
Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, dalam sebulan terakhir menggusur lahan untuk pelebaran jalan menuju lokasi pembangunan jembatan baru di Sungai Palu. Namun, sebanyak 21 pemilik lahan menolak penggusuran karena adanya perbedaan harga lahan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, dalam sebulan terakhir menggusur lahan untuk pelebaran jalan menuju lokasi pembangunan jembatan baru di Sungai Palu. Namun, sebanyak 21 pemilik lahan menolak penggusuran karena adanya perbedaan harga ganti rugi lahan.
Penggusuran lanjutan di Jalan Ano II, Kelurahan Tatura Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulteng, berlangsung pada Jumat (23/8/2019). Satu alat berat dioperasikan untuk menggusur lahan, pagar, dan halaman rumah warga. Penggusuran dikawal anggota TNI/Polri dan berlangsung lancar.
Penggusuran dilakukan selebar dua meter di kiri dan kanan jalan yang saat ini selebar tiga meter. Penggusuran tersebut untuk membuka akses yang lebih lebar menuju jembatan baru yang sedang dibangun di Sungai Palu. Pelebaran akses itu sepanjang satu kilometer di timur dan barat Sungai Palu.
Lahan, halaman, atau pagar rumah milik warga yang digusur telah disetujui dengan ganti rugi Rp 900.000 per meter. Persetujuan dilakukan pada 2018.
Sebanyak 21 warga di Jalan Anoa II, Kelurahan Tatura Selatan, meminta pemerintah menunda penggusuran lahan, pagar, atau halaman rumah mereka. Mereka tak menyetujui penggusuran dilakukan karena adanya perbedaan harga lahan di lokasi yang sama.
Sherly (60), salah satunya. Halaman rumahnya yang telah dipagari beton terkena penggusuran 2 meter. ”Ada yang dibayar Rp 4 juta per meter, tetapi kami hanya dibayar Rp 900.000 per meter. Ini tidak adil. Padahal, kami di lokasi yang sama, di Jalan Anoa II. Kami tolak penggusuran sampai ada putusan dari pengadilan,” ujar Sherly.
Warga yang tidak setuju dengan nilai pembayaran yang tidak sama telah menggugat di Pengadilan Negeri Palu. Sherly menyatakan pihaknya akan mematuhi apa pun putusan pengadilan nantinya.
Warga yang tidak setuju dengan nilai pembayaran yang tidak sama telah menggugat di Pengadilan Negeri Palu.
Jamal (34), warga penolak penggusuran lainnya, menganggap pemerintah tak cermat menghitung ganti rugi sehingga terjadi perbedaan. ”Kami hanya heran, kok, tidak sama di lokasi sama,” ujarnya.
Sebelumnya penggusuran telah dilakukan di Kelurahan Nunu (di barat Sungai Palu), Kecamatan Palu Barat, untuk tujuan sama. Sejumlah titik di Kelurahan Tatura Selatan pun telah digusur. Total ada sekitar 100 pemilik lahan yang menyerahkan lahannya untuk pelebaran jalan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Palu Iskandar Aryad yang dijumpai di lokasi penggusuran menyampaikan harga lahan atau halaman warga ditetapkan oleh tim penilai dengan koordinasi berbagia pihak. ”Yang menuntut hak (pembayaran lebih) sebetulnya sudah melepaskan haknya pada 2018 saat pembayaran dilakukan. Artinya, haknya (lahan) telah diserahkan kepada negara,” ujarnya.
Ia heran karena saat sosialisasi dan pembayaran pada 2018 tak ada masalah soal harga lahan. Namun, masalah muncul malah setelah pembayaran dilakukan.
Karena ada gugatan warga, Iskandar menegaskan penggusuran ditunda di lahan-lahan yang sedang dipersoalkan. Ia sepakat hal itu diserahkan kepada pengadilan.
Adapun jembatan baru di Sungai Palu dibangun dengan anggaran sekitar Rp 50 miliar. Jembatan ditargetkan rampung pada 2020. Jembatan itu dibangun untuk mengantisipasi kemacetan di Kota Palu yang mulai terasa di sejumlah titik, seperti di sekitar Jembatan I, Jembatan II, dan Jembatan III. Jembatan IV yang dulunya terletak di muara Sungai Palu telah ambruk karena gempa dan tsunami, 28 September 2018.