Pembatasan Jaringan Internet di Jayapura Dinilai Diskriminatif
›
Pembatasan Jaringan Internet...
Iklan
Pembatasan Jaringan Internet di Jayapura Dinilai Diskriminatif
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua menilai pembatasan jaringan internet oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jayapura dan sekitarnya diskriminatif. Sudah lima hari masyarakat di ibu kota Provinsi Papua tersebut tak dapat mengakses jaringan internet.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua menilai pembatasan jaringan internet oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jayapura dan sekitarnya diskriminatif. Sudah lima hari masyarakat di ibu kota Provinsi Papua tersebut tak dapat mengakses jaringan internet.
Berdasarkan pantauan Kompas, pembatasan jaringan internet di Jayapura terjadi pascaunjuk rasa ribuan warga yang memprotes tindakan kekerasan dan rasis atas mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang. Warga hanya dapat mengakses data internet jika memiliki fasilitas jaringan Wi-Fi di kantor atau fasilitas publik lainnya.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Papua Sabar Iwanggin, Jumat (23/8/2019), di Jayapura, mengatakan, seharusnya pemerintah tidak bersikap diskriminatif dengan menghentikan pelayanan publik jaringan internet bagi warga.
”Jayapura telah kondusif sejak Senin (19/8/2019). Seharusnya daerah yang rawan aksi anarkistis, seperti di Papua Barat, yang dikenai kebijakan tersebut,” papar Sabar. Pembatasan jaringan internet secara sepihak telah menyebabkan warga mengalami kerugian untuk mendapatkan layanan publik. Misalnya, dalam layanan perbankan dan administrasi di kantor.
Pembatasan jaringan internet secara sepihak telah menyebabkan warga mengalami kerugian untuk mendapatkan layanan publik.
”Saya mendapatkan banyak laporan keluhan warga terkait pembatasan jaringan internet. Pekerjaan kami juga banyak terkendala,” tutur Sabar.
Ia menilai, langkah pembatasan jaringan internet tidak efektif untuk membendung informasi hoaks. Sebaiknya, lanjut Sabar, aparat keamanan bisa mengoptimalkan patroli siber untuk melacak pelaku penyebar informasi hoaks atau berita bohong di media sosial.
”Pemerintah harus lebih transparan dalam menghadapi isu Papua. Tujuannya agar memproteksi informasi hoaks secara efektif dan bukan menutup akses warga untuk menggunakan internet,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Papua Welliam Manderi mengaku, pihaknya sangat kesulitan untuk mengakses informasi tentang potensi bencana akibat pembatasan jaringan internet. ”Kami tak bisa mendapatkan informasi terbaru di lapangan terkait potensi bencana alam seperti gempa bumi atau adanya titik api,” ujar Welliam.