JAKARTA, KOMPAS - Keberadaan Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan, baik di pusat maupun daerah yang dimiliki Kejaksaan Agung perlu ditinjau ulang. Dari hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan pada 2017, sumber daya manusia yang ditempatkan di tim tersebut bahkan tidak mengetahui tugas dan wewenang TP4.
Dalam penelitian tentang “Penguatan Terhadap Efektifitas Tugas dan Wewenang Tim Pengawal, Pengaman Pemerintah dan Pembangunan (TP4) Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi” pada Desember 2017, disebutkan ada lima kejaksaan yang menjadi lokasi penelitian. Kelima kejaksaan itu antara lain, Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Kejati Kalimantan Timur, Kejati Banten, Kejati Nusa Tenggara Barat, dan Kejati Jambi.
Hasilnya, di semua kejati, terdapat keterbatasan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, juga permasalahan ketiadaan anggaran dari kejaksaan untuk menjalankan penugasan di TP4. Hasil penelitian tersebut juga mengungkap bahwa jaksa yang ditempatkan di TP4 tidak memahami tugas pokok dan fungsi, serta wewenangnya.
Pemahaman mengenai pengadaan barang dan jasa juga didapati minim. Anggaran yang tidak memadai, bahkan sama sekali tidak disediakan khususnya untuk penugasan di TP4, justru berdampak keragu-raguan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk meminta pendampingan. Tidak adanya anggaran dari Kejaksaan menjadi alasannya.
Evaluasi
Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Dio Ashar Wicaksana di Jakarta, Kamis (22/8/2019) mengungkapkan, persoalan kejaksaan tak pernah selesai. Evaluasi harus segera dilakukan. Menurut dia, permasalahan minimnya kualitas sumber daya manusia dan anggaran menjadi kendala umum kinerja kejaksaan, tidak hanya bagi jaksa yang ditugaskan di TP4.
"Jika penempatan seseorang berbasis dengan kinerja dan kemampuan, hal seperti ini tidak akan terjadi. Anggaran yang tidak sesuai kebutuhan juga menjadi permasalahan. Penanganan perkara yang rutin dijalani saja, anggarannya tak mencukupi. Misalkan, penanganan satu perkara pidana umum hanya diberi anggaran sekitar Rp 3 juta di tiap kejaksaan,” ungkap Dio.
Di sisi lain, informasi terkait dengan tugas dan wewenang jaksa dalam tim-tim yang baru dibentuk pun kurang memadai. Instruksi Jaksa Agung ataupun Keputusan Jaksa Agung semestinya dilengkapi dengan regulasi turunan yang mengatur petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan. Sehingga, jaksa yang ditugaskan mengetahui apa yang harus dilakukan agar bisa bekerja secara efektif dan tepat guna.
Sejak dibentuk pada 2015 hingga 2019, sebanyak 14.356 kegiatan di pusat dan daerah dikawal oleh TP4 pusat dan daerah. Adapun nilai keseluruhan proyek tersebut mencapai Rp 948,53 triliun dan 40 juta dollar Amerika Serikat.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR Arsul Sani merasa perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap TP4 yang dimiliki kejaksaan. Beberapa kali, ia pernah menyinggung mengenai efektivitas dan tindak lanjut TP4 ketika proyek pembangunan yang dikawalnya bermasalah, seperti bangunannya ambruk dan lain-lain.
Selama empat tahun berjalan, Kejaksaan pun hanya mengungkapkan jumlah kegiatan dan nilai proyek yang dikawal. Akan tetapi, keberhasilan, capaian dan penyelesaian persoalan yang dilakukan TP4 sejauh ini tidak pernah diungkap ke publik.