Warga empat kelurahan di Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, kesulitan mendapat air bersih dalam sebulan terakhir. Sumur-sumur warga mengering. Pasokan air dari program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat juga nihil.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS-Warga empat kelurahan di Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, kesulitan mendapat air bersih dalam sebulan terakhir. Sumur-sumur warga mengering. Pasokan air dari program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat juga nihil.
Empat kelurahan yang terdampak kekeringan, yaitu Beringin, Batu Gadang, Padang Besi, dan Tarantang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang memperkirakan, warga terdampak kekeringan ini sekitar 450 rumah tangga. Di Kelurahan Baringin ada 200 rumah tangga, Batu Gadang 120 rumah tangga, Padang Besi 80 rumah tangga, dan Tarantang 50 rumah tangga.
Berdasarkan pantauan Kompas, Sungai Lubuk Sariak yang mengalir di Kecamatan Lubuk Kilangan mulai dangkal. Air mengalir di antara bebatuan yang muncul ke permukaan. Sebagian besar sawah yang ditemui di Tarantang, Baringin, Padang Besi, dan Batu Gadang mengering.
Priyanti (36), warga Batu Gadang, Jumat (23/8/2019), mengatakan, mulai kesulitan mendapatkan air bersih sejak sebulan terakhir. Program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pansimas) yang merupakan sumber air utama bagi Priyanti nyaris tidak pernah mengalir akibat kemarau. Sementara, ia juga tidak punya sumur.
"Karena pansimas tidak lagi mengalir, saya mengambil air di sumur tetangga. Namun, sekarang, airnya mulai kering karena warga lain juga mengambil ke sana. Selain itu, saya kadang juga beli air ke tempat pencucian mobil atau beli air galon," kata Priyanti.
Kamisar (55), warga Batu Gadang mengatakan, selain membeli air galon, ia juga memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan MCK, meskipun airnya tidak terlalu jernih. Namun, beberapa hari belakangan, air sungai menyusut dan sulit dijangkau.
"Kalau kemarau berlanjut, lama-lama sungai juga bisa kering. Sekarang, lebih banyak bebatuan dibandingkan airnya," kata Kamisar.
Menurut Kamisar, kekeringan tahun ini merupakan yang terparah. Pada kemarau sebelumnya, pansimas beberapa kali juga berhenti mengalir tetapi tidak sampai berhari-hari. Ia berharap, kemarau dapat segera berakhir.
Kekeringan dialami pula oleh Af (42), warga Padang Besi. Sejak kemarau berlangsung, air sumur di rumahnya terus berkurang. Sekarang, ia tidak bisa setiap saat mengambil air di sumur karena hampir kering dan gampang keruh.
"Saya harus hati-hati saat menimba karena mudah keruh. Air yang diambil juga tidak banyak. Kalau hendak menimba lagi, harus menunggu sampai airnya jernih kembali," kata Af.
Seminggu terakhir warga yang terdampak kekeringan relatif terbantu dengan adanya distribusi air oleh Tim Respon Cepat Semen Padang dan BPBD Padang. Meskipun demikian, stok air bersih sering kurang karena warga tidak punya cukup wadah untuk menampung air bantuan.
Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Padang Sutan Hendra mengatakan, dalam sebulan terakhir curah hujan di Kota Padang sangat kurang. Jika pun ada hujan, intensitasnya rendah. Akibatnya, mata air sumur atau sungai sumber air pamsimas mengering. Sejauh ini, baru empat kelurahan tersebut yang diketahui kesulitan air bersih.
Jika pun ada hujan, intensitasnya rendah. Akibatnya, mata air sumur atau sungai sumber air mengering
Sutan melanjutkan, sebagai antisipasi sementara, BPBD Padang mendistribusikan air ke warga yang membutuhkan. Jumat ini, BPBD Padang mengerahkan satu truk tangki berkapasitas 5.000 liter air untuk warga Batu Gadang. Sutan juga sudah berkoordinasi dengan BPBD Sumbar agar armada bisa ditambah.
Sutan belum mengetahui bentuk antisipasi jangka panjang terkait kekeringan ini. BPBD perlu berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk mencari solusi. "Sekarang, kami akan terus mendistribusikan air kepada warga yang membutuhkan," kata Sutan.