Sejumlah kalangan menilai upaya menjaga inflasi adalah langkah penting. Sebab, dengan inflasi yang terjaga, daya beli dan konsumsi rumah tangga tidak jatuh. Upaya menjaga inflasi kian penting tatkala pelambatan pertumbuhan ekonomi membayangi dunia.
Di sisi lain, beberapa pihak, termasuk Kamar Dagang dan Industri Indonesia, mewanti-wanti agar upaya menjaga inflasi itu dilakukan dengan hati-hati. Sebab, inflasi yang terlalu rendah dikhawatirkan bisa menggambarkan penurunan daya beli.
Upaya ini mesti dilakukan dengan cara yang tepat dan strategis. Kehadiran inflasi baru terasa ketika menyadari pengaruhnya terhadap pendapatan riil. Contohnya, inflasi di perkotaan dan perdesaan yang masing-masing dapat memengaruhi penurunan upah riil buruh bangunan dan buruh tani. Kondisi ini seolah tersamar, apalagi jika upah buruh secara nominal bertambah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, upah nominal buruh tani Juli 2019 sebesar Rp 54.237 per hari atau naik 0,16 persen dibandingkan dengan Juni 2019 yang sebesar Rp 54.152 per hari. Akan tetapi, pada Juli 2019 terjadi inflasi di perdesaan sebesar 0,55 persen sehingga upah riil buruh tani turun 0,39 persen dari Rp 38.004 menjadi Rp 37.856. Upah riil buruh tani tersebut adalah perbandingan upah nominal buruh tani dengan indeks konsumsi rumah tangga perdesaan.
Fenomena serupa terjadi pada upah buruh bangunan. Upah buruh bangunan pada Juli 2019 sebesar Rp 88.939 per hari atau naik 0,26 persen dibandingkan dengan Juni 2019 yang sebesar Rp 88.708 per hari. Akan tetapi, pada Juli 2019 terjadi inflasi di perkotaan sebesar 0,31 persen. Akibatnya, upah riil buruh bangunan pada Juli 2019 sebesar Rp 64.174 atau turun 0,05 persen dibandingkan dengan Juni 2019 yang sebesar Rp 64.207. Upah riil ini dihitung dari upah nominal dibagi dengan indeks harga konsumen umum perkotaan.
Penjagaan inflasi, terutama harga pangan yang bergejolak, harus dilakukan agar kemampuan beli buruh di kota dan desa terjaga. Di sisi lain, ada juga harga barang yang dikendalikan pemerintah, yang bisa naik atau turun atas keputusan pemerintah berdasarkan berbagai pertimbangan.
Berdasarkan data BPS, inflasi Juli 2019 sebesar 0,31 persen. Adapun inflasi tahun kalender, yakni Januari-Juli 2019, sebesar 2,36 persen dan inflasi tahunan, yakni Juli 2018-Juli 2019, sebesar 3,32 persen. Pada Juli 2019, bahan makanan memiliki andil paling besar terhadap inflasi, yakni 0,17 persen. Inflasi adalah kenaikan harga secara terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.
Tahun ini, pemerintah, melalui asumsi makro APBN 2019, menargetkan inflasi 3,5 persen. Sementara Bank Indonesia menargetkan inflasi pada kisaran 2,5-4,5 persen.
Selain mengendalikan inflasi, menambah pendapatan masyarakat juga bisa dilakukan untuk menjaga daya beli. Misalnya, melalui penyaluran dana desa untuk kegiatan produktif, termasuk program padat karya. Di sisi lain, relaksasi atau penurunan suku bunga bisa merangsang konsumsi ritel, termasuk di sektor otomotif dan perumahan.
Dukungan untuk menumbuhkan investasi sektor industri juga diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja. Tenaga kerja yang terserap industri dan memiliki pendapatan memadai juga berpotensi sebagai konsumen produk industri.
Selain itu, pemerintah juga memiliki berbagai kebijakan, yang jika diterapkan dapat menjadi stimulus peningkatan pendapatan serta mendorong belanja masyarakat.
Kebijakan menjaga inflasi agar tetap rendah ditambah meningkatkan pendapatan masyarakat, jika dilakukan dengan terukur, bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, masyarakat akan berbelanja. Di Indonesia, konsumsi masyarakat masih berperan besar dalam perekonomian.
Pada triwulan II-2019, dari pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05 persen, sebesar 2,77 persen di antaranya disumbang konsumsi masyarakat. Adapun investasi berperan 1,59 persen.
Kebijakan pemerintah mestinya ditetapkan berdasarkan pertimbangan atas masalah tertentu, termasuk, kebijakan menjaga konsumsi masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. (C Anto Saptowalyono)