Badan Siber dan Sandi Negara tetap berharap DPR dan pemerintah dapat merampungkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber sebelum DPR periode 2014-2019 memasuki purnatugas, 30 September mendatang.
Oleh
M Ikhsan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Siber dan Sandi Negara tetap berharap DPR dan pemerintah dapat merampungkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber sebelum DPR periode 2014-2019 memasuki purnatugas, 30 September mendatang. Landasan hukum itu dibutuhkan untuk memperkuat koordinasi antarlembaga di sektor siber dan meningkatkan keamanan dari berbagai potensi ancaman siber yang menargetkan infrastruktur negara.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian mengapresiasi langkah DPR untuk menginisiasi pembuatan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Hal itu menunjukkan bahwa DPR melihat kebutuhan rakyat seiring semakin masifnya potensi gangguan keamanan di dunia maya.
Menurut Hinsa, RUU KKS merupakan kebutuhan mendesak bagi Indonesia, terutama untuk menjamin keamanan di infrastruktur vital milik pemerintah dan swasta yang telah berbasis digital, di antaranya di bidang transportasi, perbankan, dan energi. Atas dasar itu, ia berharap RUU KKS dapat segera disahkan sebagai produk legislasi sebelum periode DPR saat ini berakhir. Hinsa optimistis DPR periode 2014-2019 memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan pembahasan RUU KKS.
”Kita belum memiliki undang-undang mengenai kementerian/lembaga yang bertanggung jawab untuk mengamankan infrastruktur penting di bidang digital dari ancaman serangan siber. Selain itu ada kekosongan aturan hukum untuk mengantisipasi ancaman serangan siber sehingga UU Keamanan Siber dibutuhkan segera” ujar Hinsa di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Tidak hanya untuk mengatur keamanan siber, RUU KKS juga menjadi landasan hukum bagi BSSN untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Dalam Pasal 43 RUU KKS, BSSN memiliki fungsi untuk tata kelola serta pelayanan keamanan dan ketahanan siber, diplomasi siber, dukungan penegakan hukum, dan pembinaan dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik.
BSSN juga memiliki kewenangan, di antaranya menetapkan parameter keamanan, membekukan atau mencabut izin dalam lingkup keamanan dan ketahanan siber, serta melakukan investigasi sanksi administrasi.
BSSN juga memiliki kewenangan, di antaranya menetapkan parameter keamanan, membekukan atau mencabut izin dalam lingkup keamanan dan ketahanan siber, serta melakukan investigasi sanksi administrasi.
Terkait tugas itu, Hinsa menyebutkan, BSSN berperan utama sebagai koordinator sistem keamanan siber yang melibatkan seluruh kementerian/lembaga yang berwenang, di antaranya Kepolisian Negara RI, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Keuangan. Oleh karena itu, ia memastikan tidak akan ada tumpang tindih kewenangan antarlembaga negara.
”Sebagai bagian dari sistem negara, semua lembaga negara akan saling berkoordinasi dan mendukung untuk menutup celah atau kekurangan yang memungkinkan hadirnya ancaman siber. RUU itu semangatnya untuk kepentingan melindungi rakyat dan infrastruktur negara,” kata Hinsa.
Sebelumnya, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, menjelaskan, Badan Legislasi DPR sudah menyelesaikan tahap harmonisasi RUU KKS. Pembahasan RUU KKS telah diserahkan Badan Musyawarah DPR kepada Komisi I. Pemerintah juga tengah mengumpulkan daftar inventarisasi masalah dari RUU itu yang melibatkan kementerian/lembaga terkait (Kompas, 19/8/2019).
Belum perlu
Menurut Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Watch Donny Budi Utomo, RUU KKS belum mampu menjamin peningkatan keamanan siber seluruh infrastruktur digital di Indonesia. Sebab, RUU itu lebih fokus untuk memperkuat kewenangan BSSN. Padahal, Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2017 tentang BSSN masih cukup untuk mengatur tugas dan fungsi BSSN dalam menjamin keamanan digital.
RUU KKS belum mampu menjamin peningkatan keamanan siber seluruh infrastruktur digital di Indonesia. Sebab, RUU itu lebih fokus untuk memperkuat kewenangan BSSN.
Ia pun berpendapat, RUU KKS belum perlu disahkan dalam waktu dekat. Semua pihak, tambahnya, yang beririsan dengan sistem keamanan siber, perlu lebih dilibatkan dalam pembahasan RUU itu.
”Semua pemangku kebijakan perlu duduk bersama untuk merumuskan poin-poin di RUU itu karena banyak konten yang tumpang tindih antar-kementerian/lembaga, terutama yang berkaitan dengan pengamanan konten, surveillance, dan infrastruktur internet,” ujar Donny.