Berselancar di Ombak Digital
Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja dalam perbincangan santai di Menara Kompas, beberapa waktu lalu, menyampaikan, revolusi industri merupakan kesempatan terbesar untuk bersaing dengan kompetitor.
Beberapa tahun terakhir, revolusi industri 4.0 mengguncang berbagai industri, termasuk perbankan. Namun, PT Bank OCBC NISP Tbk justru mengikuti gelombang digitalisasi dan memanfaatkannya untuk berevolusi tanpa meninggalkan nilai-nilai dan budaya baik.
Perubahan internal dan eksternal, tanpa meninggalkan budaya dan nilai-nilai dasar yang baik bagi perusahaan dan nasabah, disesuaikan dengan teknologi digital.
Presiden Direktur OCBC NISP Parwati Surjaudaja dalam perbincangan santai di Menara Kompas, beberapa waktu lalu, menyampaikan, revolusi industri merupakan kesempatan terbesar untuk bersaing dengan kompetitor. Berikut petikannya.
Pada 17 Agustus, OCBC NISP membuat kampanye #NyalakanIndonesia dan #TAYTB atau tidak ada yang tidak bisa. Bisa dijelaskan maksudnya?
#TAYTB ini tagar yang kami keluarkan karena April lalu semua negatif. Oleh karena itu, kami mencari yang positif. Muncul ide itu. Kami ingin menularkan semangat ini kepada generasi muda lewat kampanye itu.
Kalau melihat demografi Indonesia, yang mendominasi adalah generasi muda. Akan tetapi, generasi muda sering dilihat sebagai generasi instan, ingin cepat-cepat, dan malas. Kami ingin meyakinkan mereka bisa meraih apa pun asal punya semangat. Momentum 17 Agustus sangat pas untuk menyalakan semangat generasi muda.
Apakah ini sebagai bentuk membentuk citra terhadap generasi muda? Bagaimana OCBC NISP melihat fungsi membentuk citra di era saat ini?
Hal ini penting sekali. Membentuk citra ini ada payung besarnya dan ada terjemahannya. Jadi, maksud kampanye ini kami ingin tumbuh bersama generasi muda dengan pengetahuan lebih. Bukan karena memilih bank hanya karena lebih murah. Dari membentuk citra ini kami bentuk kerangka, seperti apa tujuan ke depan, juga mengejawantahkannya ke dalam lingkungan internal dan eksternal.
OCBC NISP membidik generasi muda sebagai target utama? Mengapa? Bagaimana menangkap potensi lain seperti nasabah yang sudah berumur dan memiliki kekuatan finansial?
Kami ingin membantu generasi muda mengembangkan potensi masing-masing agar nanti bisa menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar kelima.
Hal besar itu dimulai dengan yang kecil, seperti investasi. Misalnya, mereka mau punya rumah, solusinya apa? Tidak mungkin investasinya jalan-jalan dan belanja. Terus kapan punya rumahnya?
Target pasar yang ingin kami sasar tidak hanya generasi milenial, tetapi juga semua generasi. Sebab, kebutuhan setiap nasabah berbeda. OCBC NISP memiliki berbagai segmen. Kami juga tetap fokus pada segmen korporasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Juga segmen primer dan pribadi yang sudah mapan.
Seperti apa cara OCBC mengakomodasi anak muda karena bank lain juga menargetkan hal serupa. Bagaimana menghadapi kompetisi yang makin ketat?
Salah satunya dengan aplikasi One Mobile. Nasabah bisa melakukan transaksi di mana saja dan kapan saja. Akan tetapi, aplikasi itu bisa lebih dari sekadar transaksi, sudah bisa untuk investasi, mulai dari investasi saham dan deposito sampai dengan jual-beli mata uang. Saat ini untuk individu, di masa mendatang, akan dikembangkan untuk korporasi.
Apakah OCBC NISP melihat kehadiran aplikasi ini sudah cukup dalam menyasar generasi muda?
Kami melihat One Mobile lebih dari aplikasi. Kami sudah melakukan digitalisasi pada organisasi. Budaya digital sudah kami terapkan. Kami juga mengubah budaya perusahaan menjadi lebih milenial. Makanya, ke kantor pakai batik hanya pada Selasa. Selebihnya boleh pakai bebas, kecuali kaus. Sepatu juga boleh sneakers. Karyawan juga sudah mendapatkan manfaat fleksibel dan jam kerja fleksibel. Semua lebih fleksibel untuk menyesuaikan terhadap karyawan yang mayoritas generasi milenial.
Tidak bisa kita mengincar keterlibatan generasi muda hanya dengan mengubah cara berinteraksi dengan nasabah. Harus dari ujung ke ujung. Dengan perubahan budaya, kami bisa melihat dari sudut pandang milenial.
Pada era teknologi digital, banyak bank yang mengurangi pegawai. Bagaimana dengan OCBC NISP?
Pada saat merger—PT Bank OCBC NISP Tbk dan PT Bank OCBC Indonesia—pada 2011, jumlah karyawan hampir sama dengan sekarang. Akan tetapi, aset kami sudah tiga kali lipat lebih besar. Kami menyesuaikan dengan perubahan bisnis model, peningkatan produktivitas, efisiensi, dan pola layanan. Saat ini 84 persen transaksi kami sudah tidak di bank, mayoritas dari mobile, internet, dan anjungan tunai mandiri (ATM).
Kami tetap merekrut karyawan. Tahun lalu, kami merekrut 800 orang. Tahun ini sampai Juli sudah 400 orang. Akan tetapi, kami mencari keterampilan yang lebih mampu menganalisis data. Keahlian yang dicari agak berbeda.
Era disruspsi ini mengubah pola bisnis perbankan. Bagi OCBC NISP, kondisi ini menjadi keuntungan atau kerugian?
Kami lebih senang dengan disrupsi. Dulu kami melihat cabang bank lain sampai ribuan. Kami berpikir kapan bisa mengejar, bagaimana bisa bersaing.
Sekarang kami bisa lebih besar dengan mengandalkan teknologi. Kalau bicara kantor, jumlah kantor OCBC NISP per saat ini 299 unit. Jumlahnya akan semakin berkurang. Kantor sudah tidak terlalu penting karena semua sudah lewat telepon seluler. Cabangnya buat apa? Sudah bukan utama lagi. Kami lebih memanfaatkan cabang sebagai premium guest house, untuk nasabah dapat saran, produk investasi, dan solusi bisnis.
OCBC NISP sudah 15 tahun tidak membagi dividen ke pemegang saham. Buat bisnis, agak tidak masuk akal. Nilai apa yang dipegang? Mengapa pemegang saham rela-rela saja?
Ini memang sebetulnya sudah 15 tahun kami tidak bagikan dividen. Itu pertanyaan di setiap rapat umum pemegang saham. Jawabannya, pemegang saham utama NISP sekitar 85 persen, baru pemegang saham institusi, dan sisanya individu hanya 5 persen. Oleh karena itu, saham tidak terlalu bergerak.
Pemegang saham tidak bermasalah karena nilai kami naik terus secara konsisten. Apakah dibagi sebagai dviiden atau tidak, kalau menghasilkan tingkat pengembalian yang bagus, toh untuk ekspansi perusahaan lagi. Jadi, dioptimalkan saja.
Bagaimana melihat perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi? Apakah kehadiran teknologi finansial ini mengancam bisnis bank?
Kalau kami melihat, perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi hadir karena bank tidak ada dalam segmen itu. Kami pernah masuk bisnis mikro, kemudian keluar. Tidak sanggup menangani bisnis mikro, seperti sekarang perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi itu meminjamkan Rp 20 juta.
Jadi, menurut kami, perusahaan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi bukan pesaing. Bahkan, di masa mendatang seharusnya kami bisa berkolaborasi karena masing-masing saling. Mereka membutuhkan bank karena kami punya kekuatan mengelola risiko yang baik. Kerja sama ini bisa saling menguatkan.
Tentunya untuk meningkatkan rasio pinjaman industri perbankan terhadap produk domestik bruto yang masih 40 persen.
Sekarang mulai banyak CEO perusahaan dijabat perempuan. Bagaimana menjadi salah satu perempuan pemimpin perusahaan di Indonesia?
Sembilan tahun lalu, begitu keluar dari elevator Bank Indonesia, semuanya bapak-bapak pakai jas. Yang ibu-ibu bisa dihitung dengan jari. Dulu juga masih canggung bicara bisnis. Sekarang, perubahannya sangat besar. Di OCBC NISP mayoritas karyawannya perempuan.
Semakin (jabatan) di atas, perempuan Asia canggung, ragu, dan jadi menahan diri. Akan tetapi, kondisi ini terus membaik. Dibandingkan dengan negara lain, Indonesia tidak kalah, bahkan lebih bagus, masyarakat kita lebih mendukung dan menoleransi.