Daerah Andalkan Air Tangki
Kekeringan di sejumlah daerah diperkirakan terjadi hingga bulan Oktober-November 2019. Solusi mengatasi kekeringan belum bersifat jangka panjang.
JAKARTA, KOMPAS Sejumlah daerah menghadapi kemarau panjang sehingga sumber-sumber air mengering. Masyarakat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah mengandalkan suplai air bersih yang didistribusikan truk tangki.
Jumat (23/8/2019) siang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cirebon menyalurkan 4.300 liter air kepada 400 warga di Desa Slangit dan 10.600 liter air kepada 2.205 warga di Desa Kreyo, Klangenan. Penyaluran ini bukan untuk pertama kalinya. ”Kami kirim 817.000 lebih liter air ke daerah kekeringan. Hal itu akan terus dilakukan,” kata Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Cirebon Eman Sulaeman, kemarin.
Tanpa bantuan air bersih, warga di Desa Slangit bergantung pada air irigasi tersier yang ditumbuhi lumut dan sampah plastik untuk mandi serta mencuci. Air disedot mesin pompa yang kemudian dialirkan ke sumur warga dengan pipa. Untuk mengisi penuh sumur sedalam sekitar 10 meter, warga mengeluarkan uang Rp 25.000.
Di Kabupaten Indramayu, sejumlah desa, seperti Krangkeng dan Kalianyar di Kecamatan Krangkeng, serta Desa Limbangan dan Lombang di Kecamatan Juntinyuat, juga rutin dipasok air bersih.
”Sejak Juli, kami sudah mengirim 64.000 liter air. Jika masih ada permintaan, kami akan salurkan lagi,” kata Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Indramayu Caya.
Meski kekeringan terjadi berulang, hingga saat ini belum ada solusi jangka panjang. Pembuatan sumur bor tidak efektif karena air tanah terasa asin.
Di Kota Bandar Lampung, kekeringan juga terjadi. BPBD setempat menyalurkan air bersih sekitar 80 kali dalam dua bulan terakhir. Setidaknya ada enam kecamatan kekeringan.
Warga empat kelurahan di Kecamatan Lubuk Kilangan, Padang, Sumatera Barat, juga kesulitan air bersih dalam satu bulan terakhir. Sumur-sumur warga mengering, sedangkan air pamsimas (program pengadaan air bersih) tidak mengalir karena kehilangan sumber air. Keempat kelurahan itu ialah Beringin, Batu Gadang, Padang Besi, dan Tarantang.
Anggaran menipis
Kekeringan lebih parah dialami sekitar 130.000 warga di 18 kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebanyak 14 kecamatan mengajukan permohonan bantuan air ke BPBD.
Menurut Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Edy Basuki, penyaluran air terus dilakukan. Total dana yang disiapkan Rp 530 juta, dengan lebih dari Rp 300 juta telah digunakan untuk mengirim air bersih. ”Kami sudah mendistribusikan 1.200 tangki ke daerah-daerah yang mengajukan permohonan. Perhitungan kami, anggaran hanya cukup sampai September atau awal Oktober,” kata Edy. Padahal, kemarau diperkirakan masih terjadi hingga November.
Dihubungi terpisah, Kepala Stasiun Klimatologi Mlati, BMKG Yogyakarta, Reni Kraningtyas, mengungkapkan, awal musim hujan bakal mundur. Hujan diperkirakan baru akan turun bulan November.
Dengan kondisi itu, Edy berencana meningkatkan status kekeringan menjadi darurat kekeringan.
Sementara itu, Wakil Bupati Gunung Kidul Immawan Wahyudi mengungkapkan, pihaknya telah berusaha membangun sumur bor sedikitnya 20 unit setiap tahun. Namun, pembangunan sumur bor ternyata tidak memungkinkan dilakukan di semua daerah.
Salah satu daerah tanpa sumur bor adalah Desa Melikan, Kecamatan Rongkop. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih saat kemarau, warga membeli Rp 130.000 per tangki.
Di Desa Melikan, sumber air Telaga Banteng telah mengering sejak Juli, seperti lapangan luas. Biasanya, warga menggunakan air dari telaga itu untuk mandi atau mencuci. ”Saya biasa bertani. Kalau kering seperti ini, mau tidak mau ternak harus dijual biar bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kalau tidak, saya jual kayu bakar,” kata Ratib, warga Desa Melikan.
Hingga kini, empat kabupaten menyatakan tanggap darurat kekeringan, yakni Purworejo, Blora, Brebes (Jawa Tengah) dan Lumajang (Jawa Timur). Adapun enam provinsi siaga darurat kekeringan.
Di Brebes, kekeringan membuat beberapa petani bawang merah di Desa Banjaranyar menganggur. Sebagian merantau ke Jakarta atau menjadi buruh bangunan.
Petani heran, kekeringan di Brebes terjadi bukan hanya baru sekarang, melainkan hampir setiap tahun. Namun, solusi hampir tak berubah. ”Mau sampai kapan solusinya pompanisasi terus? Kami butuh solusi lain yang bersifat jangka panjang,” ujar Rasbidin (55), petani bawang merah di Desa Banjaranyar.
Upaya solusi
Untuk mengupayakan solusi, Pemerintah Kabupaten Karawang berencana membangun sejumlah bendungan atau embung di lokasi terdampak kekeringan. Upaya ini diharapkan dapat menanggulangi kekeringan setiap tahunnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Karawang Eka Sanatha mengatakan, tiga kecamatan terkering ialah Kecamatan Pangkalan, Tegalwaru, dan Ciampel. Di sana akan dibangun bendungan/embung.
Langkah penanganan kekeringan juga disiapkan Pemprov DKI Jakarta. Langkah itu tak hanya melibatkan satuan kerja perangkat daerah, tetapi juga perusahaan air swasta. ”Saya sedang siapkan instruksi gubernurnya terkait penggunaan sumber daya ekstra agar mereka punya dasar hukum melakukan kegiatan ekstra. Semua yang ada di dalam lingkungan DKI akan dilibatkan,” ujar Gubernur DKI Anies Baswedan.
(IKI/MEL/NCA/VIO/XTI/JOL/BOW/VAN/GIO)