Dibangun di Palembang, Perumahan 3.000 Unit Jadi yang Terbesar Se-Sumatera
›
Dibangun di Palembang,...
Iklan
Dibangun di Palembang, Perumahan 3.000 Unit Jadi yang Terbesar Se-Sumatera
Pemerintah mendorong pembangunan perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan konsep komunitas. Sumatera Selatan dijadikan lokasi proyek percontohan rumah bersubsidi berbasis komunitas dan seimbang agar dapat diterapkan di daerah lain.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah mendorong pembangunan perumahan subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan konsep komunitas. Konsep ini diharapkan mewujudkan ketersediaan 1 juta rumah pada tahun 2019. Sumatera Selatan dijadikan lokasi proyek percontohan rumah bersubsidi berbasis komunitas dan seimbang agar dapat diterapkan di daerah lain.
Hal ini dikatakan Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid pada peletakan batu pertama Perumahan Bhayangkara Praja Sriwijaya (BPS) Land di Palembang, Sabtu (24/8/2019). Pembangunan rumah bersubsidi berbasis komunitas akan membantu masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 5 juta per bulan bisa memiliki rumah.
Pembangunan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berbasis komunitas sudah diterapkan di beberapa daerah. Di Sumsel, misalnya, ada bantuan rumah bersubsidi di Kota Prabumulih untuk komunitas tenaga kebersihan sebanyak 269 rumah, petani penggarap sawah di Kota Pagar Alam sebanyak 164 rumah, dan peternak kerbau rawa di Ogan Ilir sebanyak 50 rumah.
Pengembang PT Cipta Arsigriya membangun 3.000 rumah bersubsidi untuk TNI, Polri, dan aparatur sipil negara (ASN). Ini menjadi rumah berbasis komunitas terbesar di Sumatera. ”Sudah ada 12 provinsi lagi yang menawarkan konsep yang sama. Saya berharap, perumahan ini bisa menjadi pilot project,” kata Khalawi.
Pembangunan perumahan ini juga dapat membantu target pemerintah untuk mewujudkan pembangunan 1 juta rumah tahun ini. Hingga 19 Agustus 2019, penyediaan rumah sudah sekitar 808.000 rumah. Sebagian besar pembangunan rumah untuk MBR memang masih berada di daerah Jawa.
Dalam lima tahun, ujar Khalawi, pemerintah menargetkan ketersediaan rumah sekitar 5 juta unit dengan anggaran sekitar Rp 1.000 triliun. Apabila hanya mengandalkan pemerintah, hal itu tentu tidak mungkin terlaksana. Untuk itu, diperlukan peran dari pihak swasta dan masyarakat.
”Pemerintah melalui APBN dan APBD hanya bisa membantu 30 persen, sisanya tidak lain pihak swasta dan masyarakat,” ucapnya.
Untuk investor, ucap Khalawi, diharapkan dapat membangun rumah secara seimbang dan tidak mengacu pada keuntungan saja. Dalam membangun rumah, pengembang juga diminta mengusung konsep keseimbangan, yakni pembangunan rumah mewah, menengah, dan bersubsidi dapat disetarakan dengan komposisi tertentu. ”Pengembang dapat membangun 1 rumah mewah, 2 rumah menengah, dan 3 rumah bersubsidi,” katanya.
Khalawi juga berharap, perbankan juga memanfaatkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Tahun ini, dari sekitar 68.000 unit yang masuk program FLPP, sekitar 80 persen sudah disalurkan pihak bank. Jumlah ini lebih tinggi dari, penyaluran tahun lalu, yakni 57.000 unit. Tahun depan, lanjutnya, akan diajukan lagi sekitar 150.000 unit kepada Kementerian Keuangan.
Direktur PT Cipta Arsigriya Danny Chandra Wijaya mengatakan, 3.000 rumah bersubsidi untuk MBR ini akan dibangun di atas lahan seluas 60 hektar. Dari total tersebut, sekitar 2.000 rumah sudah dipesan. Rumah yang dibangun bertipe 36 dengan luas lahan per unit seluas 72 meter, dengan satu rumah seharga Rp 140 juta.
”Kami menargetkan 1.000 rumah dapat diselesaikan pada akhir tahun ini, sisanya tahun depan,” ujar Danny.
Hal ini merupakan komitmen perusahaan untuk melakukan pembangunan yang lebih seimbang. ”Untuk pembangunan rumah mewah dan menengah sudah tercukupi, sekarang kita membangun rumah untuk MBR,” katanya.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru menyebutkan, dalam pembangunan rumah, biasanya pengembang kesulitan menyesuaikan harga tanah dengan anggaran yang sudah ditetapkan. ”Harga lahan sudah tinggi, terutama di dekat kota,” ucapnya.
Untuk itu, pihaknya berkomitmen memberikan insentif kepada pengembang yang membangun MBR. Hal itu misalnya dengan memberikan kemudahan dalam pengajuan perizinan.
Hingga saat ini, kebutuhan rumah di Sumsel sekitar 480.000 unit. Dengan kemudahan ini, diharapkan kebutuhan tersebut dapat segera dipenuhi. Dia menargetkan pengembang dapat membangun 10.000 unit per tahun.