Perbesar Aset Keuangan agar Lepas dari Jeratan Kelas Menengah
›
Perbesar Aset Keuangan agar...
Iklan
Perbesar Aset Keuangan agar Lepas dari Jeratan Kelas Menengah
Salah satu fenomena yang tengah dialami anak muda ialah jeratan kelompok berpenghasilan menengah (middle income trap). Memperbesar aset keuangan pribadi menjadi langkah dasar untuk keluar dari jebakan tersebut.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·4 menit baca
Salah satu fenomena yang tengah dialami anak muda ialah jeratan kelompok berpenghasilan menengah (middle income trap). Memperbesar aset keuangan pribadi menjadi langkah dasar untuk keluar dari jebakan tersebut. Dari beragam pilihan aset, pasar modal dapat menjadi pilihan.
Chief Executive Officer Jouska Indonesia Aakar Abyasa Fidzuno, Sabtu (24/8/2019), di Jakarta, mengatakan, memperbesar aset menjadi kunci generasi muda keluar dari jebakan kelas menengah.
”Pola pikir uang saku yang bertambah dan dihabiskan semuanya selama bersekolah menjadi salah satu sebab timbulnya fenomena middle income trap,” kata Aakar dalam diskusi Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2019.
Aakar mengilustrasikan, uang saku yang didapatkan Rp 5.000 ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD). Di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA), uang saku naik menjadi masing-masing Rp 20.000 dan Rp 50.000.
Kenaikan uang saku sudah tentu beriringan dengan peningkatan jajan. Namun, kenaikan uang saku sebenarnya lebih penting lagi kalau disertai dengan kebiasaan untuk menabung dengan jumlah yang juga terus meningkat.
Jika hanya dihabiskan untuk jajan atau 100 persen untuk konsumsi, Aakar mengatakan, persepsi uang yang diperoleh akan meningkat terus dan dihabiskan untuk konsumsi muncul. Sebagai contoh, hal ini tampak dalam kebiasaan makan dan bekerja.
Gambarannya, ada seorang karyawan muda yang baru bekerja dengan penghasilan Rp 5 juta per bulan. Ia menabung sekitar Rp 1 juta per bulan dan memiliki kebiasaan membawa bekal makan siang.
Ketika gajinya Rp 8 juta per bulan, dia makan di kantin kantor, tetapi tabungannya tetap Rp 1 juta per bulan. Saat dia mengalami kenaikan gaji hingga pada posisi Rp 20 juta per bulan, dia terbiasa makan di mal, tetapi angka tabungannya masih sama.
Padahal, masih ada risiko perolehan uang yang tidak stabil di masa depan. Selain itu, perlu ada ruang untuk pertumbuhan aset dalam pengelolaan keuangan.
”Tidak apa-apa menaikkan gaya hidup ketika penghasilan naik. Asalkan, alokasi untuk menaikkan aset (keuangan pribadi) diutamakan,” kata Aakar.
Risiko dari jebakan kelas menengah yang dilatarbelakangi oleh seretnya aset keuangan pribadi ialah tidak ada cadangan dana sebagai persiapan pensiun. Akibatnya, seseorang menjadi tidak berdaya secara finansial saat masa pensiun.
Secara makro, Aakar berpendapat, jebakan kelas menengah membuat kelompok itu rentan terhadap laju kenaikan harga atau inflasi. Utamanya, meningkatnya harga pangan dan bahan bakar minyak (BBM) berpengaruh pada kelompok ini.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Keuangan, jumlah penduduk kelas menengah berkisar 60 juta jiwa pada tahun ini. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 80 juta jiwa pada 2020.
Perkuat ketahanan
Menurut Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi, pasar modal dapat menjadi salah satu pilihan dalam mengembangkan aset keuangan pribadi bagi generasi muda.
”Kehadiran generasi muda dapat memperkuat ketahanan pasar modal nasional karena horizon investasinya luas, yakni jangka menengah dan jangka panjang,” katanya saat ditemui setelah acara CMSE 2019.
BEI mendata, saat ini ada 2 juta investor pasar modal dan sekitar 1 juta investor di antaranya berada di pasar saham. Targetnya, kedua angka ini melonjak minimal dua kali lipat pada 2022.
Dari 1 juta investor pasar saham tersebut, proporsi usia yang kurang dari 40 tahun mencapai 60 persen. Jumlah ini tumbuh 1,5 kali lipat dibandingkan dengan tiga tahun lalu.
Hasan berpendapat, kecenderungan ini menunjukkan, anak muda semakin sadar finansial dan memahami pentingnya investasi di pasar saham. Artinya, ada optimisme terhadap penguatan ketahanan pasar modal nasional di masa mendatang.
Optimisme itu semakin membuncah ketika data CMSE 2019 menyebutkan, selama dua hari acara digelar, 2.582 rekening efek baru dibuka dengan total transaksi Rp 566,9 juta. Sekitar 90 persen merupakan generasi muda atau pada kelompok usia di bawah 30 tahun.
Kehadiran generasi muda di pasar modal memberikan dampak berganda. Tak hanya sebagai upaya mengeluarkan dirinya dari jebakan kelas menengah, tetapi juga berperan dalam memperkuat ketahanan pasar modal Indonesia.