Kendaraan Listrik Keniscayaan
JAKARTA, KOMPAS
Pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai merupakan keniscayaan. Meski demikian, diperlukan kolaborasi seluruh pihak yang terlibat untuk menghadapi tantangan yang akan muncul.
"Percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan adalah suatu upaya mulia, tidak mudah, tapi merupakan satu keniscayaan," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Budi Karya menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci pada diskusi kelompok terfokus Teras Kita. Diskusi mengusung tema Kendaraan Listrik sebagai Solusi Pengurangan Polusi Udara dan Penggunaan Bahan Bakar Minyak.
Menurut dia, keseriusan memulai program kendaraan listrik membutuhkan kombinasi antara lain dari regulator, pelaku industri otomotif, dan pengguna.
”Dalam diskusi kami dengan Gaikindo, penggunaan kendaraan listrik membutuhkan proses pengenalan kepada masyarakat," katanya.
Ketika jumlahnya sudah memadai, tambah Budi Karya, industri kendaraan bermotor listrik di Indonesia diharapkan maju. "Selain berupaya mendapatkan lingkungan yang bersih, Indonesia juga berpotensi sebagai negara pengekspor," ujar Budi Karya.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan, Indonesia telah memiliki peta jalan industri otomotif nasional. Strategi membangun daya saing antara lain diupayakan melalui berbagai kebijakan, termasuk yang terkait mobil listrik.
Pemerintah mendorong kendaraan emisi karbon rendah (low carbon emision vehicle/LCEV). "Targetnya, kami mendorong sampai tahun 2025 produksi mobil mencapai 2 juta unit yang sekitar 20 persennya berbasis electric vehicle," kata Harjanto.
Merujuk data International Energy Agency dan Boston Consultant Group, Harjanto menuturkan, industri kendaraan bermotor akan berkembang ke arah teknologi yang lebih ramah lingkungan.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi memaparkan, pelaku industri otomotif kan selalu mengikuti tren pasar, baik pasar dunia maupun dalam negeri. Pelaku industri otomotif juga mengikuti arahan pemerintah.
"Terlihat di sini, arah pemerintah adalah penggunaan energi-energi baru dan terbarukan, termasuk dalam hal ini listrik," kata Nangoi.
Insentif
Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Nasruddin Djoko Surjono, memaparkan, Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 berisi berbagai insentif fiskal dan nonfiskal bagi pengembangan kendaraan listrik.
Insentif fiskal antara lain berupa insentif bea masuk untuk kendaraan bermotor listrik dalam bentuk terurai lengkap (completely knock down/CKD) dan terurai tidak lengkap (incompletely knock down/IKD). Ada juga insentif berupa pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
"Saat ini Peraturan Pemerintah tentang PPnBM sedang direvisi. Akan dipertegas lagi bahwa untuk mobil listrik nol persen," ujar Nasruddin.
Sementara, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Rida Mulyana menyebutkan, pelaksanaan Perpres Nomor 55/2019 akan optimal jika semua pemangku kepentingan bergandengan.
Menurut Rida, masyarakat harus terus diedukasi agar tidak ragu menggunakan kendaraan listrik. Penggunaan kendaraan listrik dinilai bisa menekan impor minyak.
Indonesia adalah negara pengimpor bersih minyak. Berdasarkan Neraca Pembayaran Indonesia yang dirilis Bank Indonesia, neraca minyak Indonesia pada 2017 defisit 12,816 miliar dollar AS. Pada 2018, defisitnya semakin dalam, hingga mencapai 18,42 miliar dollar AS. Adapun pada semester I-2019, defisit 7,857 miliar dollar AS.
Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Iptek PP Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Haryadi Himawan berharap, upaya Kagama dan Kompas memfasilitasi dialog antarpemangku kepentingan dapat memperkaya kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah. Kebijakan itu terkait upaya mempercepat pengembangan kendaraan bermotor listrik. (CAS)