Baiq Nuril Terima Donasi Masyarakat Sebesar Rp 421 juta
›
Baiq Nuril Terima Donasi...
Iklan
Baiq Nuril Terima Donasi Masyarakat Sebesar Rp 421 juta
Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik bersama Southeast Asia Freedom of Expression Network menyerahkan donasi sebesar Rp 421 juta kepada Baiq Nuril Maknun, Minggu (25/8/2019). Donasi tersebut digalang melalui platform urun dana Kitabisa.com.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik bersama Southeast Asia Freedom of Expression Network menyerahkan donasi sebesar Rp 421 juta kepada Baiq Nuril Maknun, Minggu (25/8/2019). Donasi tersebut digalang melalui platform urun dana Kitabisa.com itu, semula ditujukan untuk membantu Baiq Nuril membayar denda dalam kasus pelanggaran UU ITE yang menjeratnya.
Ketua Paguyuban Korban Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (PAKU ITE) Muhammad Arsyad pada acara penyerahan donasi di kediaman Nuril di Labuapi, Lombok Barat, mengatakan, meski Nuril akhirnya mendapatkan amnesti dari Presiden Joko Widodo, donasi itu tetap diserahkan. Hal itu sesuai dengan komitmen awal mereka untuk membantu Nuril. Arsyad mengatakan, inisiatif penggalangan donasi muncul ketika kasus Nuril sampai pada proses kasasi.
”Saat itu, kami berinisiatif mengurangi beban Baiq Nuril. Apalagi, sesuai dengan putusan kasasi, Nuril harus membayar denda Rp 500 juta. Lalu, hal itu kami komunikasikan dan terjalin kolaborasi antara Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), PAKU ITE, dan Kitabisa.com untuk mengajak masyarakat ikut berdonasi,” kata Arsyad.
Kasus itu berawal pada 2014 ketika Nuril dilaporkan M, kepala sekolah di tempatnya bekerja. Tuduhan bagi Nuril adalah pencemaran nama baik (Kompas, 6/7/2014).
Nuril merekam pembicaraan telepon dengan M karena merasa dilecehkan. Sebab, M menceritakan hubungan asmaranya dengan seorang wanita lain yang mengarah ke pornografi. Rekaman itu belakangan disebarluaskan rekan Nuril dan berujung laporan M ke Polres Mataram pada awal 2017.
Nuril pun didakwa melanggar UU ITE karena mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan. Nuril ditahan 2 bulan, kemudian dituntut 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta oleh jaksa penuntut umum. Majelis hakim Pengadilan Negeri Mataram menjatuhkan vonis bebas kepada Nuril.
Nuril pun didakwa melanggar UU ITE karena mendistribusikan atau mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan.
Jaksa penuntut umum mengajukan kasasi. Pada 26 September 2018, MA menjatuhkan vonis kepada Nuril 6 bulan penjara serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara. Nuril kemudian menggunakan upaya hukum terakhir dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Akan tetapi, Jumat (5/7/2019), MA melalui juru bicaranya menyatakan perkara PK dengan pemohon Baiq Nuril Maknun ditolak. Ini berarti MA menguatkan putusan pemidanaan yang dijatuhkan kepada Nuril.
Penolakan itu tidak membuat Nuril dan kuasa hukum menyerah. Mereka melanjutkan perjuangan untuk mendapatkan satu-satunya jalan terakhir, yakni amnesti dari Presiden Joko Widodo. Upaya mereka, ditambah desakan yang terus datang dari berbagai pihak, akhirnya berbuah hasil ketika Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Amnesti untuk Baiq Nuril.
Menurut Arsyad, penggalangan dana untuk Baiq Nuril berlangsung sejak awal November 2018 hingga akhir Juli 2019. Selama periode itu, laman donasi untuk Baiq Nuril di Kitabisa.com dikunjungi sekitar 122.025 orang. Dari total pengunjung itu, sebanyak 4.147 orang ikut berdonasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Laman donasi untuk Baiq Nuril di Kitabisa.com dikunjungi sekitar 122.025 orang. Dari total pengunjung itu, sebanyak 4.147 orang ikut berdonasi, baik dari dalam maupun luar negeri. —Muhammad Arsyad
”Jumlah donasi Rp 421 juta. Hanya memang dalam proses ini ada potongan dari Kitabisa.com dan adminsitrasi sehingga yang bisa diterima Nuril sekitar Rp 398 juta. Hal ini akan kami informasikan kepada para donatur,” kata Arsyad.
Anggota PAKU ITE, Anindya Joediono, menambahkan, sejak awal, inisiatif itu muncul karena keprihatinan melihat Nuril yang menjadi korban pelecehan seksual, tetapi justru dikriminalisasi.
Oleh karena itu, dia berharap donasi tersebut bisa digunakan sebaik-baiknya. ”Kita tahu, proses panjang, perjalan bolak balik dari Lombok ke Jakarta, butuh dana dan tentu kesiapan mental. Harapannya, ini bisa meringankan beban Baiq Nuril,” kata Anindya.
Nuril menyampaikan terima kasih atas donasi tersebut. ”Saya masih pikirkan untuk apa. Tetapi, yang jelas, semoga ini saya gunakan sebaik-baiknya dan bermanfaat bagi keluarga,” kata Nuril yang berencana menyumbangkan sebagian dari donasi itu bagi yang membutuhkan, seperti fakir miskin dan anak yatim.
Terkait peruntukan donasi, menurut Arsyad, mereka akan terus mendampingi Nuril. ”Kami sudah membicarakan hal itu. Nanti, akan ada laporan atau rilis resmi sehingga para donatur tahu donasi mereka digunakan untuk apa,” kata Arsyad.
Terus terjalin
Acara penyerahan yang dikemas sederhana itu berlangsung di teras rumah Baiq Nuril, sekitar 5 kilometer arah selatan Mataram, ibu kota NTB. Selain Baiq Nuril dan perwakilan PAKU ITE, turut hadir keluarga Nuril.
Dalam kesempatan itu, Nuril juga berharap hubungan antara dirinya dengan semua pihak baik lembaga maupun perseorangan yang mendukungnya terus terjalin. ”Semoga tali persaudaraan ini tidak putus. Bisa terjalin selamanya,” kata Nuril.
Menurut Nuril, kebebasan yang dia raih saat ini adalah berkat dukungan yang tidak putus-putusnya. ”Bagaimana seandainya dukungan itu tidak ada. Orang-orang di belakang saya tidak ada. Mungkin saya sudah ditahan. Jadi, saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang terus menyuarakan ketidakadilan bagi saya,” kata Nuril.
Nuril menambahkan, belajar dari kasusnya, perjuangan mencari keadilan memang tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi harus bersama-sama. ”Kita harus saling menguatkan satu sama lain. Kalau tidak seperti itu, keadilan tidak akan pernah ada,” kata Nuril.