Cinta yang Kuat
Dua belas tahun lalu, orang mengenal Cinta Laura Kiehl (26) karena frase ”hujan”, ”becek”, ”nggak ada ojek” yang dilafalkan dengan logat bulenya yang kental. Sejak itu, nyaris sepanjang kariernya di dunia hiburan, Cinta seolah tak lepas dari kontroversi. Tetapi, ia adalah penyintas. Ia mengatasi banyak tekanan dengan mental petarung.
Mungkin banyak orang tak tahu, di awal kariernya di dunia hiburan Tanah Air, Cinta ”mendadak” jadi korban perundungan. Ketika kariernya baru seumur jagung, perempuan berdarah campuran Indonesia-Jerman ini terpaksa mencicipi pil pahit buah popularitasnya sebagai selebritas.
Di sekolah tempatnya menimba ilmu, ia justru mengalami perundungan. Tanpa alasan jelas, Cinta kerap mendapat perlakuan tak menyenangkan dari murid-murid perempuan di sekolahnya. Cinta bahkan sempat dipanggil lesbian.
”Aku jadi artis di grade 8, enam bulan sebelum aku masuk SMA. Itu tahun 2007. Dua tahun pertama di SMA itu sungguh berat,” kenang Cinta, Kamis (1/8/2019), menjelang tengah hari. Kami berbincang di apartemen Cinta di kawasan Casablanca, Jakarta. Di situ, ia tinggal seorang diri tanpa asisten rumah tangga.
Saat pertama bertemu, Cinta memang hanya menyapa dengan kalimat-kalimat pendek. Tidak mencoba sok ramah karena tampaknya memang seperti itulah Cinta. Setelah obrolan mengalir, baru terlihat sosok Cinta sesungguhnya. Dia ramah, lucu, juga cerdas. Di usia yang menjelang 26 tahun kini, Cinta tampil sebagai sesosok yang matang, mandiri dalam pemikiran dan sikap, sekaligus pemberani.
”Sekarang, kalau ada yang bilang (aku) lesbian, aku pasti ketawa. Tetapi dulu, waktu masih umur 13-15 tahun, aku takut banget meski enggak pernah memperlihatkan itu. Aku lebih senang terlihat kuat di depan orang lain,” kata Cinta.
Namun, dampaknya bagi Cinta tidak sesederhana itu. Perundungan itu pernah sangat memengaruhi dirinya. ”Sampai-sampai musik yang aku dengerin pun berubah. Yang semula happy music, berubah. Kadang-kadang juga punya pikiran negatif,” kata Cinta.
Meski begitu, menjelang usia 16 tahun, Cinta berhasil mengubah cara berpikirnya. Dia tak mau lagi membiarkan perlakuan negatif memengaruhi dirinya. ”Kalau aku membiarkan mereka memengaruhi aku, itu berarti mereka menang. Dan, aku enggak akan membiarkan mereka menang,” katanya.
Cinta pun berusaha mendekati perundung-perundungnya untuk menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Bahwa meski menyandang status artis, ia tetaplah ”anak sekolah” normal seperti lainnya. ”Dari situ semuanya berubah,” ujar Cinta.
Tak jera
Toh, Cinta sadar, tanpa mental yang kuat dan keluarga yang memberinya dukungan besar, ia bisa jadi tak akan bisa bangkit. Cinta akhirnya mengambil pelajaran penting dari pengalaman pahitnya itu.
”Aku jadi orang yang lebih empati, lebih perhatiin lingkungan aku, dan kalau aku ngeliat ada orang yang tidak dipedulikan, misalnya kalau di high school dulu, kan, ada yang namanya loner, penyendiri, enggak punya banyak teman, aku selalu berusaha dekati mereka karena aku tahu rasanya dijauhi. Aku enggak mau orang lain merasakan hal yang sama,” kenang Cinta.
Pengalaman itu pula yang membuat Cinta setelah lulus SMA memilih meneruskan kuliah di jurusan psikologi. Cinta ingin belajar membantu anak-anak muda keluar dari situasi negatif seperti dirinya kala itu. ”Aku beruntung banget bisa melewati itu. Mungkin karena karakterku yang enggak mau kalah dan sangat kompetitif. Dan, menurutku, aku orang yang kuat,” kata Cinta yang kemudian melanjutkan kuliah di Jurusan Psikologi dan Sastra Jerman di Universitas Columbia, Amerika Serikat.
Setelah empat tahun kuliah, Cinta membawa pulang dua gelar sarjananya dengan predikat cum laude.
Seperti ungkapan populer, apa yang tak membunuhmu, akan membuatmu lebih kuat, begitulah Cinta. Meski telah mengantongi dua gelar sarjana, dia tak jera kembali ke dunia hiburan yang bisa dikatakan rentan perundungan.
Setelah kasus ”hujan”, ”becek”, ”nggak ada ojek”, Cinta terus jadi sorotan, tentu juga tekanan. Kehadiran media sosial semakin menyuburkan tekanan yang datang kepadanya. Toh Cinta bertahan.
”Karena aku tahu, sebenarnya mereka enggak kenal aku. Mereka enggak tahu siapa aku sebenarnya. Dan, kalau comment mereka bukan comment konstruktif, untuk apa aku dengerin. Sebab, dengan itu, mereka enggak akan bantu aku jadi performer, entertainer, artis, atau orang yang lebih baik.”
Itu adalah bagian dari ajaran kedua orangtuanya yang ia pegang kuat.
”Jadi, kalau mereka mau ngejelekin aku, terserah mereka. Bukan masalah aku. Mereka punya hak untuk bilang apa pun yang mereka mau, tetapi aku enggak akan membiarkan itu memengaruhi aku,” kata mantan atlet renang muda pemilik 10 medali emas, 7 medali perak, dan 7 medali perunggu dari berbagai kejuaraan renang antarsekolah di sejumlah negara ini.
Tentu, praktiknya tidak semudah itu. Selain perlu waktu, juga perlu latihan. Namun, Cinta telah menemukan hal itu sebagai bagian dari keindahan hidup. ”Ini yang menurut aku bikin hidup indah. Dari pengalaman negatif, kita belajar dan menggunakannya sebagai pengalaman yang bisa membuat hidup kita lebih positif,” ujarnya.
Mantranya jelas, jangan fokuskan kemarahan pada seseorang, tetapi fokuskan kemarahan pada masalah. Jangan fokuskan kemarahan pada rasa penyesalan, tetapi fokuskan kemarahan pada solusi. ”Itu benar, setiap kemarahan yang aku rasakan, dari dulu sampai sekarang, aku gunakan untuk pikirkan solusi,” kata Cinta.
Kelak, jika tak lagi berada di depan kamera, dia tetap ingin menggeluti dunia hiburan yang telah jadi bagian hidupnya selama ini, tentu dengan peran berbeda.
Stigma negatif
Cinta bisa jadi terus akan diterpa komentar tak menyenangkan. Namun, selalu ada ruang bagi kekuatan dan potensinya untuk berkembang.
Baru-baru ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengangkat Cinta menjadi Duta Anti-kekerasan pada Perempuan dan Anak. Dengan peran barunya itu, Cinta bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengampanyekan berbagai hal terkait kekerasan pada perempuan dan anak.
”Sebenarnya sudah ada regulasi untuk melindungi korban kekerasan. Mau itu kekerasan seksual atau kekerasan lainnya, apa pun itu. Tetapi, kadang banyak orang enggak tahu harus lapor ke mana, enggak tahu harus ngapain. Kadang-kadang mereka sendiri enggak tau apa yang terjadi sama mereka itu sebenarnya bentuk kekerasan,” kata Cinta.
Di negara seperti AS dan di Eropa yang pernah menjadi tempat tinggal Cinta, jalur pelaporan sudah lebih jelas. Juga dengan keberadaan pekerja sosial yang siap membantu para korban kekerasan. ”Di Indonesia aku yakin juga ada. Cuma masih kurang banyak dan orang-orang enggak tahu mereka bisa cari bantuan.”
Kondisi itu bagi Cinta sangat menyedihkan karena perempuan memegang peran penting. Tanpa perempuan, tak ada anak-anak. Tanpa anak-anak, tak ada masa depan bagi Indonesia.
Cinta yang berkesempatan tinggal di beberapa negara merasa beruntung terekspos banyak perspektif dalam menyikapi kasus kekerasan. Namun, tidak semua orang seberuntung dirinya. ”Makanya aku bersyukur banget dikasih hidup yang baik sama Tuhan untuk bisa ngelihat perspektif dari negara-negara yang berbeda,” katanya.
Dia yakin, Indonesia punya banyak potensi untuk maju karena Indonesia adalah negara dengan populasi dan sumber daya alam sekaligus kekayaan kultural yang besar.
Dengan peran sebagai Duta Anti-kekerasan pada Perempuan dan Anak, Cinta berharap ia bisa membantu membangun kesadaran lebih kuat bagi perempuan dan anak-anak Indonesia untuk terus maju dan mengatasi kesulitan.
Stigma negatif yang melekat pada korban kekerasan juga ia pandang perlu dihapus. Sebab, stigma seperti itu kerap membuat korban takut melapor. ”Setiap ada kekerasan, yang salah adalah pelaku karena ada sesuatu yang salah dengan kesehatan mental mereka, dengan perilaku mereka. Bukan korban (yang salah),” kata Cinta.
Selain soal kekerasan pada perempuan dan anak, Cinta juga punya perhatian pada dunia pendidikan. Sejak beberapa tahun lalu, Cinta mendirikan Yayasan Soekarseno yang fokus membantu pembangunan sekolah-sekolah rusak di Bogor, Jawa Barat.
Pendidikan, menurut Cinta, adalah kunci. Lewat pendidikan, orang-orang akan punya pola pikir yang lebih terbuka. Lewat pendidikan pula, setiap orang bisa memiliki kualitas hidup lebih baik. Cinta memang ingin menyebar cinta.
Cinta Laura Kiehl
Lahir: Jerman, 17 Agustus 1993
Pendidikan: Jurusan Psikologi dan Jurusan Sastra Jerman Universitas Columbia, Amerika Serikat, keduanya lulus pada 2014
Album: Cinta Laura (2010)
Film (antara lain): Oh Baby, After The Dark, Mati Anak
Penghargaan (antara lain):
- Breakthrough Awards (Majalah Gadis 2007)
- Icon Dance Off AXN (AXN Asia 2009)
- Icon Remaja Sukses (Be A Champion In Your Life-Champions Teens 2011)
- Karya Produksi Dance/Dance Elektronik Terbaik (Anugerah Musik Indonesia 2011)