JAKARTA, KOMPAS,-- DPR RI menyambut rencana Presiden Joko Widodo untuk memindahkan Ibu Kota ke wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser, Kalimantan Timur. Meski demikian, DPR masih menunggu kajian akademis dari pemerintah karena nantinya akan ada sembilan undang-undang yang perlu direvisi atau dibuat untuk menunjang pemindahan Ibu Kota.
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, Senin (26/08/2019), mengatakan, DPR telah menerima surat dari presiden terkait rencana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur. DPR pun menyambut baik keputusan pemerintah tersebut.
"Hari ini saya terima, besok (Selasa, 27/08) kami akan umumkan di rapat paripurna, lalu kami bawa ke rapim untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan mekanisme pembentukan UU tentang Penetapan Ibu Kota Negara," ujarnya.
Presiden Joko Widodo telah menetapkan wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kabupaten Penajam Paser, Kaltim sebagai lokasi Ibu Kota baru.
Wilayah tersebut dinilai telah memenuhi sejumlah persyaratan sebagai Ibu Kota baru, seperti risiko bencana yang minim, lokasinya sangat strategis, dekat dengan wilayah perkotaan seperti Balikpapan dan Samarinda, ketersediaan infrastruktur yang lengkap, dan lahan yang dikuasai pemerintah tersedia 180.000 hektar.
Perlu perubahan UU
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, Presiden Jokowi terlalu tergesa-gesa untuk mengumumkan lokasi Ibu Kota baru tersebut. Menurut dia, seharusnya lokasi Ibu Kota dibahas terlebih dahulu bersama DPR dan pemerintah perlu segera menyerahkan naskah akademisnya.
"Menurut saya, pemerintah seharusnya menyerahkan naskah akademisnya, lalu dibahas terlebih dahulu dengan lintas komisi di DPR. Karena saya melihat, pemindahan Ibu Kota ini memerlukan banyak perubahan UU atau butuh pembuatan UU baru," katanya di Senayan, Jakarta, Senin (26/08).
Berdasarkan kajian awal pemerintah, setidaknya ada sembilan UU yang perlu direvisi atau dibuat terkait pemindahan Ibu Kota. Beberapa UU yang dibuat yaitu UU tentang Nama Ibu Kota yang dipilih sebagai Ibu Kota Negara dan Pembuatan UU tentang Kota.
Ada juga UU yang perlu direvisi. Misalnya, UU Nnomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota NKRI, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Salin itu, ada juga revisi atau pembuatan UU tentang Penataan Ruang Ibu Kota Negara dan tentang Pertanahan Negara.
Fahri juga menilai, pemerintah juga perlu membahas biaya pemindahan Ibu Kota yang diperkirakan mencapai Rp 466 triliun. Menurut dia, perlu ada skema pembiayaan yang transparan terkait proses pemindahan Ibu Kota ini.
Anggota Komisi II dari Fraksi PKS Mardani Ali Sera meminta pemerintah agar segera menyerahkan naskah akademis kepada DPR untuk membahas pemindahan Ibu Kota. Ia mengatakan, pemindahan Ibu Kota bukan hanya domain eksekutif semata, melainkan juga melibatkan lembaga legislatif.
"Silahkan segera dikirim naskah akademis dan landasan yuridisnya. Semuanya harus dibahas bersama DPR berbasis argumentasi ilmiah dan pertimbangan kepentingan nasional. Tanpa pembahasan bersama, dikhawatirkan negara ini tidak memiliki road map pembangunan Ibu Kota baru," kata Mardani.
Mardani optimis, DPR bisa segera menyusun perubahan UU jika pemerintah telah menyerahkan naskah akademis tersebut. Ia menilai, revisi dan penambahan UU itu takkan membebani kinerja DPR periode 2019-2024.
"Semua bisa dibahas jika segera digulirkan secara resmi oleh presiden. Dengan pembahasan yang efektif dan lengkap, DPR juga bisa segera memberikan masukan terkait ide pemindahan Ibu Kota ini," ujarnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan, pemindahan Ibu Kota jangan sampai mengulang persoalan yang ada di Ibu Kota seperti kemacetan, banjir, dan polusi.
Ahmad mengimbau agar pemerintah bisa membuat konsep yang matang jika ingin membuat Jakarta sebagai kota bisnis dan perdagangan.
"Penanganan Jakarta sebagai daerah bisnis juga perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Jangan sampai aktivitas ekonomi dan perdagangan di Jakarta jadi meredup," ucapnya.