Hingga Agustus 2019, Polda Kalimantan Timur sudah menyita 40 kilogram sabu-sabu. Jaringan komunikasi yang terputus-putus menyulitkan kepolisian mengungkap otak peredaran narkoba yang masuk ke Kalimantan Timur.
Oleh
sucipto
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS - Hingga Agustus 2019, Polda Kalimantan Timur sudah menyita 40 kilogram sabu-sabu. Jaringan komunikasi yang terputus-putus menyulitkan kepolisian mengungkap otak peredaran narkoba yang masuk ke Kalimantan Timur.
Dalam semester I 2019, terdapat 900 kasus narkoba yang ditangani Polda Kaltim. Setidaknya, telah disita barang bukti 40 kilogram sabu. Direktur Reserse Narkoba Polda Kaltim Komisaris Besar Polisi Ahmad Shaury mengatakan, karakteristik komunikasi para pengedar saling terputus dan tidak mengenal satu sama lain. Hal itu yang menyulitkan penangkapan bandar narkoba yang menyuplai barang ke Kaltim.
"Kami tentu sudah mengantongi data dan peta peredaran narkoba di Kaltim. Namun, karakteristik sistem komunikasi antara pemilik barang, kurir, dan pengedar itu saling tidak kenal dan terputus. Mereka terpisah. Itu kesulitannya," kata Shaury, Senin (26/8/2019) di Balikpapan.
Sistem peredarannya juga beragam, yakni melalui darat dan laut. Narkoba yang dikirim dari luar negeri masuk melalui Malaysia, melewati Kalimantan Utara, dan kemudian masuk ke Kaltim.
Kasus menonjol terakhir, terjadi pada 16 Juli. Sebanyak 6 kg sabu yang dibawa 5 tersangka dari Tawau, Malaysia, melalui jalur darat berhasil dicegah di jalur poros Bulungan, Kalimantan Utara dan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.
Sabu-sabu yang terbagi menjadi enam bungkus itu disimpan di dalam bagasi mobil di tas ransel dan dikemas dalam bungkus teh. Sebelum dibawa ke jalur darat, transaksi dilakukan di jalur laut antara Indonesia dan Malaysia. Salah satu tersangkanya warga Malaysia.
Jalur tikus
Shaury mengatakan, para tersangka membawa narkoba melalui jalur tak resmi atau jalur tikus di perbatasan darat dan laut Indonesia-Malaysia. Hal itu yang membuat sulitnya memotong jalur distribusi narkoba ke Kaltim.
Para tersangka membawa narkoba melalui jalur tak resmi atau jalur tikus di perbatasan darat dan laut Indonesia-Malaysia. Hal itu yang membuat sulitnya memotong jalur distribusi narkoba ke Kaltim.
Di utara Kalimantan, terdapat tiga pulau yang berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Nunukan, Tarakan, dan Sebatik. Khusus Sebatik, wilayahnya terbagi dua dengan Malaysia. Hal itu membuat perdagangan lintas batas ilegal tak terhindarkan. Para penyelundup biasanya tidak hanya menggunakan satu jalur untuk menyalurkan barang-barang itu, tersambung antara jalur darat dan laut.
Sebelumnya, Polres Bulungan, Kalimantan Utara, menangkap seorang kurir yang membawa 38 kg sabu dari Tawau, Malaysia pada 21 Juli. Kapolres Bulungan Ajun Komisaris Besar Andreas Susanto Nugroho, mengatakan, saat ini polisi sedang mendalami bagaimana jaringan ini bekerja sehingga narkoba bisa masuk di perbatasan.
Kepala Subdirektorat Darat dan Lintas Batas Direktorat Interdiksi Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Heri Istu Hariono mengatakan, wilayah yang luas dan banyaknya pulau menjadi tantangan menutup ruang dan pintu masuk jalur narkotika ke wilayah Indonesia.
”Kami sudah siaga di pos terpadu yang terdiri dari BNN, Bea dan Cukai, serta kepolisian di lintas batas. Kami akan tingkatkan pengawasan. Kami juga membutuhkan peran masyarakat berupa informasi dalam mengungkap berbagai penyelundupan di perbatasan,” kata Heri.
Koordinasi lintas sektor antara polisi, bea dan cukai, serta BNN terus ditingkatkan di perbatasan. Selain itu, tingginya potensi penyelundupan narkoba di perbatasan disiasati dengan koordinasi lintas negara, seperti dengan BNN Malaysia dan melalui bantuan liaison officer ke Tawau, Malaysia.