Meskipun sudah dibawa dalam Rapat Paripurna DPR, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber belum diketahui oleh Komisi I DPR. Mengapa RUU inisiatif itu mengabaikan pelibatan semua pihak terkait dengan sistem keamanan siber?
JAKARTA, KOMPAS - Meskipun Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber merupakan produk inisiatif DPR, Komisi I DPR belum menerima dan belum tahu draf RUU itu. Di sisi lain, penyusunan RUU tersebut juga mengabaikan pelibatan semua pihak yang terkait dengan sistem keamanan siber. Meski demikian, RUU KKS sudah diparipurnakan dan diserahkan ke pimpinan DPR. Selanjutnya, pimpinan DPR mengirimkan draf RUU ke pemerintah untuk menyusun daftar inventarisasi masalah.
”RUU KKS (Keamanan dan Ketahanan Siber) merupakan inisiatif DPR sehingga Baleg (Badan Legislasi) DPR mengharmonisasi RUU itu dengan menerima banyak masukan,” ujar anggota Baleg DPR dari Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, Minggu (25/8/2019), di Jakarta.
Menurut Hendrawan, hasil rapat pimpinan DPR pengganti Badan Musyawarah, Komisi I, dan Baleg DPR memutuskan pembahasan RUU KKS diserahkan ke Komisi I DPR. Hal itu karena Badan Siber dan Sandi Negara merupakan mitra Komisi I. Kini, tambah Hendrawan, draf RUU KKS sudah di anggota DPR yang hadir saat paripurna, termasuk Komisi I.
Namun, Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Abdul Kharis Almasyari menepis hal itu karena komisinya belum menerima draf. ”Nanti kalau diserahkan ke Komisi I baru dibahas,” ucapnya.
Hal serupa diungkapkan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono. Ia juga belum tahu isi RUU KKS. Namun, dipastikan Komisi I akan mengundang masyarakat sipil, akademisi, dan para ahli jika RUU itu akan dibahas. Pembahasan diperlukan agar UU KKS tak melanggar HAM dan mencabut kebebasan.
Lintas sektor
Menurut Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja, RUU KKS saat ini seolah produk legislasi yang jatuh dari langit sebab muncul tiba-tiba tanpa ada pembahasan menyeluruh yang melibatkan pemangku kebijakan lintas sektor, sipil, ahli, dan akademisi.
”Kita harus memahami terlebih dahulu dunia siber cakupannya sangat luas dan dinamis sehingga perlu banyak orang dengan berbagai disiplin keahlian terlibat. Mengatur siber tak melulu urusan hukum dan tak bisa hanya lewat pendekatan birokrasi, tetapi pemahaman teknis teknologi, kebutuhan dunia usaha, hingga dampak sosial UU,” kata Ardi.