Suster Agnes Marni, SJMJ dan Suster Nicola, SJMJ Mengabdi untuk Anak-anak Yatim Piatu
Suster Agnes Marni, SJMJ (63) dan Suster Nicole, SJMJ (73) rela mencurahkan seluruh kasih sayangnya kepada anak-anak yatim piatu dan anak-anak yang dilahirkan dari hubungan di luar pernikahan. Sejak 2011, mereka merawat anak-anak dari berbagai latar belakang keluarga, agama, suku dan budaya.
Sambil berdendang, Suster Agnes menimang bayi laki-laki berusia sepuluh bulan ke luar ruang tamu, menuju taman. Tak lama berselang, Agnes bergegas masuk kembali sembari memegangi celana si bayi yang sedang buang air besar. Dengan kesabaran, Agnes membersihkan dan mengganti celana sang bayi.
Suster Agnes Marni, SJMJ (Suster Jesus Maria Joseph) bersama Suster Nicola, SJMJ, Suster Natalia Hane SJMJ, dan enam orang pengasuh saling membantu untuk mengasuh 31 anak dari balita hingga remaja di Panti Asuhan Bunda Serayu di Banyumas, Jawa Tengah. Panti asuhan yang berdiri sejak 2011 atas gagasan Uskup Purwokerto saat itu Mgr Julianus Sunarka, SJ, telah merawat sebanyak 40 anak dari berbagai latar belakang keluarga, agama, suku, dan budaya.
Anak-anak asuh itu umumnya tinggal di panti sejak kecil karena berbagai hal. Ada yang ayah atau ibunya meninggal dunia, ada yang berasal dari keluarga tidak mampu, ada yang dari keluarga bermasalah atau terlahir dari hubungan di luar menikah. “Salah satu bayi ini, ibunya masih duduk di bangku SMA,” kata Agnes yang menjabat sebagai kepala panti asuhan, Selasa (20/8/2019).
Selama menjadi biarawati hampir 40 tahun, sebagian besar tugas Agnes adalah menemani dan mengasuh anak-anak di panti asuhan dan asrama. Dia pernah bertugas sepuluh tahun di Panti Asuhan Melania di Manado (1980-an). Pernah juga mendampingi mahasiswa di asrama akademi perawatan di Makassar, Abepura, Jayapura hingga di Panti Asuhan Bunda Serayu di Banyumas awal 2019. Suster Agnes mendampingi anak-anak SMP dan SMP di asrama di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Kasih sayang
Menurut Agnes, orang muda yang belum siap memiliki anak terjerumus pada pergaulan bebas akibat berbagai hal. Anak-anak yang mereka lahirkan tanpa dosa turut menanggung beban. “Yang jelas anak-anak ini butuh kasih sayang yang tulus,” katanya.
Berlokasi di Jalan Karangsawah 507 Banyumas, panti asuhan di bawah naungan Yayasan Wahyo Bawono ini berada tepat di samping Gereja Katolik Santa Maria Immaculata Banyumas. Pada ruang bayi, terdapat 5 bayi di setiap boks bayi. Mereka berusia mulai 3 bulan, 10 bulan, dan 15 bulan. Para pengasuh di panti disebut Bude.
“Anak-anak ini tidak berdosa. Kasihan. Biasanya anak-anak tidur dipeluk kedua orangtuanya, oleh bapak dan ibunya. Ini di sini mereka tidur sendiri-sendiri. Kadang saya meneteskan air mata, terharu,” kata Nicola, sekretaris panti yang sudah mengasuh anak-anak di panti ini sejak 2016.
Hidup bersama anak-anak ini selama 3 tahun membuat Nicola belajar banyak hal, antara lain belajar kepolosan anak-anak, kejujuran, dan tidak saling mendendam. “Anak-anak itu setelah berkelahi atau berebutan mainan, lalu bisa bermain bersama lagi, bergurau bersama satu sama lain,” katanya.
Kedekatan anak-anak dengan suster dan pengasuh di panti ini begitu penting bagi tumbuh kembang anak-anak terutama untuk menyembuhkan luka batin atas kerinduan pada kasih sayang orangtua. Di sisi lain, sangat jarang orangtua mereka datang berkunjung menengok anaknya. Selain karena faktor kesibukan, orangtua mereka juga sebagian besar berada di kota-kota yang jauh dari Banyumas. “Ada juga yang dari bayi sampai SD tidak pernah dikunjungi orangtuanya,” ujar Nicola.
Kembali ke keluarga
Suster Nicola mengisahkan, sekitar 2017, pernah ada seorang anak laki-laki yang sudah hampir berusia 6 tahun di panti. Anak ini dititipkan sejak bayi karena sang ibu masih menempuh kuliah kedokteran. Setelah pendidikannya selesai dan menjadi dokter, sang ibu mau menjemput anaknya untuk pulang, tetapi anak ini menolak. Tidak mau. Begitu pula saat sang nenek dan paman anak ini datang menjemput ke Banyumas. Setelah dibujuk mau beli permen, anak ini mau ikut naik mobil bersama mereka. Namun selama di perjalanan, anak ini terus menangis dan minta pulang ke panti.
Kembali kepada orangtua, tambah Agnes, adalah tujuan dari pengasuhan di panti ini. Pihak panti asuhan tidak memberikan izin bagi siapapun untuk mengadopsi. "Dengan kembali kepada orangtua, anak mendapatkan apa yang telah menjadi haknya sekaligus orangtua bisa bertanggungjawab kepada anaknya," katanya.
Operasional panti ini, didukung oleh Keuskupan Purwokerto serta para donatur yang baik hati. Biaya hidup per bulan rata-rata Rp 2 juta per anak. Sedikit orangtua yang mengirimkan uang bagi biaya hidup anak-anaknya di panti ini. Selain itu, panti ini masih membutuhkan bantuan beasiswa atau dana untuk pendidikan anak-anak. “Kami terbuka jika ada donatur yang mau memberikan beasiswa,” ujar Suster Agnes.
Baik Suster Agnes maupun Suster Nicola berharap agar anak-anak muda saat ini lebih berhati-hati dalam bergaul. Anak-anak tanpa dosa, yang terlahir dari orangtua yang tidak siap, sangat membutuhkan kasih sayang.
Suster Agnes Marni, SJMJ
Lahir : Yogyakarta, 21 Juli 1956
Pendidikan:
- SDN Condongcatur
- SMP Kanisius Kentungan
- SMEA Marsudiluhur Yogyakarta.
Karya/tugas:
Februari 2019 - sekarang : berkarya di Panti Asuhan Bunda Serayu, Banyumas.
Suster Nicola, SJMJ
Lahir : Blitar, 1 Januari 1946
Anak ke-4 dari 10 bersaudara.
Pendidikan:
- SDN Talun III Blitar
- SMPN Wlingi Blitar
- Sekolah Koperasi Menengah Atas Negara di Lumajang
Karya/tugas:
2016-sekarang: berkarya di Panti Asuhan Bunda Serayu, Banyumas