Publik menjadi ”benteng” terakhir pemilihan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023. Sebanyak 20 nama yang dinyatakan lolos penilaian profil oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK harus dicermati publik. Masukan apa pun terkait nama-nama itu harus segera dilaporkan kepada panitia seleksi ataupun KPK.
Oleh
IAN/AGE/NTA/REK/INK
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Publik menjadi ”benteng” terakhir pemilihan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2019-2023. Sebanyak 20 nama yang dinyatakan lolos penilaian profil oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK harus dicermati publik. Masukan apa pun terkait nama-nama itu harus segera dilaporkan kepada panitia seleksi ataupun KPK.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril, yang dihubungi akhir pekan lalu dari Jakarta, mengatakan, nama-nama yang diumumkan harus dicermati karena panitia seleksi (pansel) tak cukup responsif menanggapi hasil penelusuran KPK.
Sebelumnya, dari 20 nama, empat nama adalah perwira Polri, tiga jaksa, dan seorang pensiunan jaksa. Adapun komisioner KPK 2015-2019 yang lolos hanya Alexander Marwata. Satu komisioner, yakni Laode M Syarif, tidak lolos.
Seorang pegawai KPK juga dinyatakan lolos. Sepuluh calon lainnya yang lolos berprofesi hakim (1 orang), advokat (1), pegawai negeri sipil (3), dosen (3), karyawan BUMN (1), dan penasihat menteri (1).
Dari hasil penelusuran, KPK antara lain menyebutkan ada beberapa calon pemimpin KPK yang patut diduga bermasalah. Selain tak menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara dalam periode tertentu, ada juga yang menerima gratifikasi dan perbuatan lain yang pernah menghambat kerja KPK. Bahkan, ada yang melanggar etik saat salah satu calon bekerja di KPK.
Karena itu, Panitia Seleksi Capim KPK harus benar-benar didorong mendengarkan masukan. Di sisi lain, masyarakat sipil perlu memberikan masukan disertai data memadai. (Kompas, 24/8/2019)
”Hasil penelusuran KPK ini serius, dan semestinya menjadi masukan penting. Namun, yang harus dipertanyakan, mengapa pansel tetap mengumumkan nama-nama itu? Padahal, ada catatan khusus dari KPK,” katanya.
Menurut Oce, publik wajar menanyakan kinerja pansel, dengan menyatakan pansel kurang transparan dan akuntabel. Memilih orang bercatatan buruk akan berdampak buruk pada citra pansel.
Selain itu, nama baik Presiden bisa ikut tercoreng. ”Saat ini yang bisa dilakukan mencermati nama-nama itu. Publik segera melapor ke pansel jika ada temuan terkait nama-nama itu. Publik juga bisa melapor ke KPK,” ujar Oce.
Pemerintah diuji
Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Salahuddin Wahid, menyatakan, Presiden Jokowi diharapkan tanggap terhadap situasi ini dan mendengarkan keberatan sebagian masyarakat. Kredibilitas dan komitmen antikorupsi dari Presiden dan pemerintah diuji lewat hasil kerja pansel.
”Ada sejumlah nama yang bermasalah, tetapi tim pansel tak tanggap serta tetap meloloskan. Hal itu menimbulkan tanda tanya besar. Kita harap Presiden tanggap. Jangan hanya mendengarkan pansel. Dengarkan pihak yang keberatan kalau mau menyelamatkan KPK,” tutur Salahuddin.
Pansel semestinya, lanjut Salahuddin, menjaga kredibilitas Presiden dengan menyodorkan nama-nama yang tak punya masalah integritas untuk diajukan ke DPR.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif berpendapat, pucuk pimpinan semestinya diisi orang yang teruji integritas dan independensinya. ”KPK punya kekuasaan luar biasa. Jangan jatuh ke tangan yang salah,” kata Syafii.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, pihaknya telah menyampaikan rekam jejak para calon atas permintaan pansel untuk membantu proses seleksi. Metode yang dilakukan KPK pun bisa dipertanggungjawabkan.
”Nama dan catatan sudah disampaikan ke pansel. Jika pansel memang ingin menggali dan mengetahui bukti catatan, KPK bisa menyiapkannya lagi,” ujar Febri.
Menanggapi hal itu, anggota Pansel Capim KPK, Hendardi, menyatakan, jika KPK menyampaikan tracking, hal itu belum tentu semuanya memiliki kategori kebenaran atau kepastian hukum. ”Bisa berupa indikasi yang dapat diperdalam dalam tahapan seleksi berikutnya,” ujar Hendardi.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Masinton Pasaribu, menyatakan, DPR membuka akses laporan dan masukan publik terkait rekam jejak calon pemimpin KPK agar menjadi pertimbangan utama saat uji kelayakan dan kepatutan DPR. ”Jika calon tak bisa klarifikasi terbuka laporan dan masukan publik, besar kemungkinan Komisi III tak akan meloloskannya,” ujarnya.