Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2019 sebesar Rp 705,59 triliun atau 44,73 persen dari target APBN. Penerimaan pajak terus menunjukkan pelemahan seiring kinerja industri pengolahan dan industri berbasis komoditas yang juga turun.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2019 sebesar Rp 705,59 triliun atau 44,73 persen dari target APBN. Penerimaan pajak terus menunjukkan pelemahan seiring kinerja industri pengolahan dan industri berbasis komoditas yang juga turun.
Mengutip data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak pada Juli 2019 tumbuh 2,67 persen dibandingkan dengan Juli 2018. Padahal, pada Juli 2018, penerimaan pajak tumbuh 14,32 persen ketimbang Juli 2017.
Pertumbuhan seluruh jenis pajak pada Juli 2019 melambat. Pajak Penghasilan (PPh) badan tumbuh paling lambat, yakni 0,9 persen. Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dan impor turun masing-masing 4,7 persen dan 4,5 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, PPh badan, PPN dalam negeri, dan PPN impor mengalami tekanan akibat kinerja industri pengolahan dan industri berbasis komoditas turun. Padahal, porsi ketiga jenis pajak itu terhadap total penerimaan di atas 50 persen.
”Penerimaan itu mencerminkan kondisi ekonomi kita yang mengalami tekanan dari gejolak global, terutama penurunan ekspor dan harga komoditas,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers kinerja APBN edisi Juli 2019 di Jakarta, Senin (26/8/2019).
Perekonomian Indonesia bertumpu pada industri manufaktur dan industri berbasis sumber daya alam. Dinamika ekonomi global menyebabkan kinerja kedua sektor industri itu menurun sehingga berimbas ke setoran pajak korporasi. Pemerintah meningkatkan kewaspadaan seiring denyut ekonomi yang terus melemah.
Tekanan terhadap industri manufaktur dan industri berbasis komoditas juga terefleksikan pada penerimaan pajak sektoral. Penerimaan pajak dari industri pengolahan pada Juli 2019 turun 4,3 persen menjadi Rp 187,72 triliun, sementara pertambangan turun 12,3 persen menjadi Rp 37,32 triliun
Sri Mulyani mengatakan, penerimaan PPh karyawan dan orang pribadi mesti ditingkatkan untuk mengompensasi penurunan PPh badan, PPN dalam negeri, dan PPN impor. Langkah itu perlu dilakukan guna menyeimbangkan kondisi penerimaan dan memperkecil defisit APBN.
”Tantangan Indonesia kini agar PPh karyawan dan orang pribadi ditingkatkan untuk menjadi penyeimbang. Oleh karena itu, perlu ada perluasan tax based,” kata Sri Mulyani.
Porsi penerimaan PPh karyawan dan orang pribadi masih relatif rendah sekitar 15 persen dari total penerimaan pajak. Pada Januari-Juli 2019, realisasi PPh karyawan sebesar Rp 91,56 triliun, tumbuh 12,31 persen. Sedangkan, PPh orang orang pribadi Rp 139,19 triliun, tumbuh 0,94 persen.
Porsi penerimaan PPh karyawan dan orang pribadi masih relatif rendah sekitar 15 persen dari total penerimaan pajak.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan menambahkan, tantangan utama penerimaan perpajakan Januari-Juli 2019 berasal dari tingginya restitusi, moderasi harga komoditas di pasar global sehingga penerimaan PPh migas menurun, normalisasi aktivitas impor, dan perlambatan sektor manufaktur.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Pusat Kajian Ekonomi Makro Universitas Indonesia Febrio Kacaribu berpendapat, kinerja ekspor dan investasi yang lemah menjadi tantangan terbesar bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini. Reformasi struktural di sektor manufaktur dan perdagangan tidak mungkin memberikan hasil dalam jangka pendek.
Dibutuhkan tindakan nyata dan konkret dari pemerintah. Prosedur dan biaya yang dibutuhkan untuk memulai bisnis harus ditekan. Selain itu, waktu dan biaya untuk mengekspor perlu dipotong secara signifikan. Reformasi besar-besaran pada sistem birokrasi perlu segera dilakukan.