Kerja ulang dan perawatan sumur minyak atau ”workover and well services” dinilai menjadi upaya strategis mempertahankan produksi minyak nasional.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kerja ulang dan perawatan sumur minyak atau workover and well services dinilai menjadi upaya strategis mempertahankan produksi minyak nasional. Upaya ini perlu disertai pengembangan energi terbaru secara berkelanjutan sehingga kebutuhan energi nasional terpenuhi.
Kerja ulang atau workover merupakan pekerjaan mempertahankan atau memperbaiki produksi dengan cara mengubah, mengolah, atau mengganti zona produksi.
Perawatan sumur minyak atau well services adalah perawatan rutin guna mempertahankan atau mempertahankan produski tanpa mengubah zona produksi dengan stimulasi.
Praktisi minyak dan gas bumi, Satoto Agustono, di sela-sela forum Keuangan.co di Jakarta, Senin (26/8/2019) mengatakan, cara kerja workover menjangkau lapisan dalam minyak bumi. Misalnya, membersihkan dan mencuci lapisan sehingga bisa mengalirkan kembali minyak yang kemungkinan tersangkut di bebatuan.
Metode yang dipakai, misalnya, enhance oil recovery (EOR). EOR memberikan energi baru bagi reservoir. Salah satu energi yang bisa dipakai adalah air. Air dialirkan dengan cara injeksi. Ketika air mengalir dalam reservoir, aliran itu bisa mengangkut minyak-minyak bumi yang tersangkut di bebatuan.
Menurut dia, kerja ulang dan perawatan sumur minyak mempunyai tingkat kepastian yang lebih tinggi dalam mendapatkan minyak. Biayanya pun lebih murah dibanding pengeboran sumur baru.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada tahun 2016, kerja ulang akan dilakukan di 969 sumur, sedangkan perawatan sumur minyak ditargetkan akan ada 25.296 kegiatan.
Pada tahun 2018, realisasi produksi siap jual (lifting) minyak 778.000 barel per hari. Sementara konsumsi bahan bakar minyak nasional 1,5 juta barel per hari. Investasi hulu minyak dan gas bumi pada 2018 sebesar 12,5 miliar dollar AS, lebih tinggi daripada 2017 yang 11 miliar dollar AS.
Satoto mengemukakan, bertambahnya penduduk membuat kebutuhan energi makin besar. Eksplorasi minyak dan gas bumi memerlukan investasi mahal. Upaya kerja ulang dan perawatan sumur minyak dapat digeliatkan. Di samping itu, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) juga harus terus dijalankan.
”EBT itu ujung-ujungnya juga menghitung bisnis. Setiap inisiatif investasi ataupun pengembangannya, seperti panas bumi dan sel surya, memerlukan insentif dari pemerintah,” katanya.
Satoto mencontohkan kejadian di pengembangan panel sel surya. Saat ini, sejumlah individu telah mengembangkan, lalu energi listrik yang dihasilkan diekspor ke PLN, tetapi energi itu hanya dihargai 65 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira memandang, persoalan utama energi sekarang adalah ketidakmampuan memproduksi cadangan minyak dan gas bumi. Upaya kerja ulang dan perawatan sumur minyak bisa menjadi cara konkret menjaga target produksi.
Lebih jauh, dia menilai, eksplorasi minyak dan gas bumi yang dilakukan di Indonesia masih setengah-setengah. Investor terkesan enggan masuk. Faktor penyebabnya bermacam-macam, antara lain sulitnya mengurus permohonan insentif dan perpajakan. Dia menambahkan, realisasi anggaran pembangunan infrastruktur minyak dan gas bumi pun belum optimal.