Persiapkan Matang Ibu Kota Baru
Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur mesti dilakukan secara matang dan terencana. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mewujudkan rencana itu.
JAKARTA, KOMPAS — Pemindahan ibu kota negara Republik Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang ditargetkan efektif dimulai 2024 membutuhkan persiapan dan langkah terencana. Ada sembilan undang-undang yang harus direvisi atau dibuat guna mewujudkan rencana tersebut.
Pada saat yang sama, sejumlah kemungkinan negatif, seperti beroperasinya spekulan tanah, penjarahan lahan, atau pembukaan hutan yang tidak terkontrol hingga mengancam lingkungan hidup, harus segera diantisipasi di area baru ibu kota negara tersebut.
Anggaran untuk pemindahan juga mesti disiapkan dan dianggarkan secara jelas sehingga tidak menimbulkan prasangka dan spekulasi politik. Sejumlah langkah itu mendesak diambil karena Presiden Joko Widodo, Senin (26/8/2019), di Istana Negara, Jakarta, mengumumkan, pemerintah telah menetapkan bahwa ibu kota negara akan dipindahkan.
”Pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan kita intensifkan studinya dalam tiga tahun terakhir ini. Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur,” kata Presiden.
Kantor Kepresidenan, sebagian kantor kementerian dan lembaga negara, termasuk DPR, ditargetkan sudah pindah ke Kaltim pada 2024.
Guna memindahkan ibu kota negara yang antara lain dimaksudkan untuk pemerataan pembangunan dan mengurangi beban DKI Jakarta serta Pulau Jawa ini, butuh anggaran sekitar Rp 466 triliun. Anggaran itu direncanakan dari APBN, swasta, serta kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
Sementara itu, Jakarta akan terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, perdagangan, dan pusat jasa, berskala regional dan global. Terkait hal itu, rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan regenerasi urban dengan anggaran Rp 571 triliun tetap dilakukan.
Regulasi
Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mengatakan, DPR tak keberatan dengan rencana pemindahan ibu kota negara. ”Cepat atau lambat, kita harus melakukan (pemindahan ibu kota) ini. Pemerintah pasti sudah ada hitungan dan kajiannya. Kini kami menunggu hasil kajian tersebut sebelum bersama-sama membahas langkah ke depan,” kata Amali.
Terkait pemindahan ibu kota negara, mengacu pada kajian Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, setidaknya ada lima undang-undang yang perlu direvisi, dua undang-undang bisa direvisi atau dibuat baru, dan dua undang-undang harus dibuat baru.
Lima undang-undang yang perlu direvisi ialah UU No 29/2007 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan RI, UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No 3/2002 tentang Pertahanan Negara, UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, dan UU No 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Dua undang-undang yang bisa direvisi atau dibuat baru adalah UU tentang Penataan Ruang di Ibu Kota Negara dan UU tentang Penataan Pertanahan di Ibu Kota Negara.
Sementara itu, undang-undang yang benar-benar harus dimulai sejak awal adalah undang-undang tentang nama daerah yang dipilih sebagai ibu kota negara dan undang-undang tentang kota.
Selain menjadi dasar hukum dari pemindahan ibu kota negara, undang-undang tersebut juga dibutuhkan untuk memastikan proses pemindahan ibu kota tetap dilaksanakan meski ada pergantian pemerintahan. Amali mengatakan, kesembilan undang-undang itu dapat dibahas dan diselesaikan sebelum ibu kota secara resmi dipindahkan pada 2024.
Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata di Jakarta, Senin, berpendapat, pemindahan ibu kota negara memerlukan kepastian hukum dan konsistensi kebijakan. ”Swasta akan masuk ke areal pengembangan kawasan (ibu kota) jika ada kepastian hukum dan kemudahan perizinan,” ujarnya.
Selain itu, pemindahan ibu kota perlu segera ditindaklanjuti dengan pengaturan lahan dan kontrol harga tanah guna menghindari spekulan lahan. ”Pemerintah perlu mengamankan lahan dari ulah spekulan tanah serta kejelasan sistem kepemilikan lahan sehingga pengembang masuk dengan tenang di lahan-lahan yang sudah diamankan oleh pemerintah,” katanya.
Harga tanah di daerah yang akan menjadi calon tempat ibu kota negara belakangan ini mulai naik. Warga juga mulai mengamankan lahannya. Pemindahan ibu kota negara yang diikuti dengan pemindahan aparatur sipil negara merupakan pasar potensial untuk pengembangan perumahan dan fasilitas penunjang. Namun, pengembangan kota baru butuh waktu panjang.
Persiapan
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil menuturkan, untuk pemindahan ini, pemerintah menyiapkan lahan seluas 180.000 hektar. Selain untuk areal ibu kota negara, lahan tersebut dialokasikan untuk berbagai sarana pendukung, termasuk kawasan hijau. ”Sebagian besar adalah tanah negara. Jadi, pekerjaan tanah relatif mudah,” katanya.
Semua lahan yang akan digunakan akan segera ditetapkan dalam peraturan gubernur. ”Setelah penetapan, akan kami lakukan land freezing,” ujar Sofyan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro menuturkan, untuk kantor kementerian dan lembaga negara, butuh lahan 4.000-6.000 hektar. Pembangunan tahap pertama mencakup area inti, yakni lahan seluas 4.000 hektar.
Gubernur Kaltim Isran Noor menyatakan, masyarakat dan Pemerintah Provinsi Kaltim siap menjalankan pemindahan ibu kota ke wilayahnya. Ia meyakini dampak positif pembangunan ibu kota negara di Kaltim itu juga akan dirasakan daerah lain di Indonesia tengah dan timur.
”Saya yakin dampak positifnya banyak. Tidak saja di Kaltim, tetapi juga di Indonesia tengah dan timur karena posisinya di tengah Indonesia,” kata Isran.
Namun, ekonom senior Emil Salim berpendapat, pemerintah saat ini seharusnya tidak memprioritaskan pemindahan ibu kota negara dalam lima tahun ke depan. Pemerintah seharusnya fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Emil meyakini, dari sisi manfaat penggunaan anggaran, pembangunan SDM lebih berdampak ekonomi daripada pemindahan ibu kota. (LAS/REK/LKT/ARN/MED/APO/AGE/DVD/EDN/SAN)